Ratifikasi Dua Perjanjian Internasional, Mendag Terbitkan Regulasi Kelancaran Ekspor
Berita

Ratifikasi Dua Perjanjian Internasional, Mendag Terbitkan Regulasi Kelancaran Ekspor

Dua Permendag diterbitkan untuk meningkatkan kelancaran arus barang dan efektivitas pelaksanaan penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) ekspor Indonesia.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Dua perjanjian kerja sama ekonomi internasional Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Asean-Hongkong China Free Trade Agreement (AHKFTA) berlaku sekaligus telah berlaku awal Juli 2020. Sebagai respons kedua perjanjian tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan dua peraturan.

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.62 Tahun 2020 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia) dan Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan Asal Untuk Barang Asal Indonesia dalam AHKFTA dan Permendag No.63 Tahun 2020 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia dan Ketentuan Penerbitan Dokumen Keterangan Asal Untuk Barang Asal Indonesia Dalam IA-CEPA.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menjelaskan dua aturan tersebut bertujuan untuk mendorong dan memfasilitasi ekspor nasional dalam kerangka persetujuan perdagangan bebas AHKFTA dan IA-CEPA. “Sebagai bukti kesiapan Indonesia menghadapi pembukaan akses pasar baru dalam lingkup perjanjian perdagangan bilateral dan regional, Kemendag menerbitkan dua Permendag. Kedua Permendag tersebut juga sebagai bentuk kesiapan implementasi perjanjian dagang AHKFTA dan IA-CEPA,” jelas Agus.

Dia melanjutkan dalam meningkatkan kelancaran arus barang dan efektivitas pelaksanaan penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk ekspor barang asal Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Hong Kong, Tiongkok maka diterbitkan Permendag 62/2020. Sedangkan, sebagai landasan operasional dalam babak baru hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia-Australia diterbitkan Permendag 63/2020.

Menurutnya, kedua permendag ini memberikan kepastian sisi prosedur bagi pelaku usaha dalam rangka memperlancar arus barang ke negara mitra melalui pengaturan penentuan asal barang dan penerbitan dokumen keterangan asal untuk barang asal Indonesia dalam skema AHKFTA dan IA-CEPA. (Baca: Perpres Mekanisme Persetujuan Perjanjian Perdagangan Internasional Terbit, Ini Isinya)

“Indonesia memiliki peluang besar untuk dapat memanfaatkan Hong Kong sebagai hub dan transit kegiatan ekspor ke negara-negara kawasan Asia Timur dan Pasifik. Lalu, untuk pasar Australia, yang merupakan pasar sangat potensial bagi produk nonmigas Indonesia, Permendag 63 /2020 diharapkan mampu memaksimalkan peluang pasar melalui optimalisasi pemanfaatan preferensi yang ada dalam skema IA-CEPA,” terangnya.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Srie Agustina menambahkan, pelaku usaha dapat memanfaatkan peluang akses pasar lebih besar untuk melakukan ekspor produk ke kedua negara tersebut. “Dengan memanfaatkan preferensi menggunakan dokumen keterangan asal, menjadikan produk Indonesia lebih berdaya saing dibandingkan produk negara lain,” imbuhnya.

Produk-produk yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya ke Australia antara lain otomotif, kayu dan turunannya termasuk kayu dan furnitur, perikanan, tekstil dan produk tekstil, sepatu, alat komunikasi dan peralatan elektronik. Sedangkan, produk yang berpeluang untuk diekspor ke Hong Kong antara lain perhiasan, batu bara, emas, peralatan komunikasi, elektronik, sarang burung walet, dan produk tembakau. Bahkan, Hong Kong memberikan komitmen liberalisasi tarif 0 persen untuk seluruh produk asal Indonesia yang diekspor ke pasar Hong Kong.

Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Johni Martha menegaskan, skema AHKFTA dan IA-CEPA ini diyakini dapat menjaga keberlangsungan kinerja pelaku usaha Indonesia khususnya usaha mikro kecil menengah pascapandemi Covid-19. “Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.

Tingkatkan Potensi

Perlu diketahui, IA-CEPA ditandangani oleh Menteri Perdagangan Indonesia dan Menteri Perdagangan Australia pada 4 Maret 2019. IA-CEPA diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada 28 Februari 2020. Perjanjian ini mencakup sektor perdagangan barang yang meliputi aspek tarif dan nontarif, ketentuan asal barang, prosedur bea cukai dan fasilitasi perdagangan, hambatan teknis perdagangan, sanitasi dan fitosanitasi, perdagangan jasa yang meliputi ketenagakerjaan, jasa keuangan, telekomunikasi, dan jasa professional, investasi, perdagangan elektronik, kebijakan daya saing, kerja sama ekonomi, serta pengaturan kelembagaan dan kerangka kerja.

Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Wisnu Wijaya Soedibjo menyampaikan realisasi investasi triwulan I tahun 2020 menunjukkan pertumbuhan yang baik meskipun di tengah pandemi Covid-19. Dia menjelaskan Australia merupakan investor terbesar ke-10 pada periode Januari-Maret 2020 dengan total investasi sebesar US$86 juta atau sekitar Rp1,2 triliun dengan jumlah 324 proyek investasi.

“Strategi untuk meningkatkan realisasi investasi, diantaranya tetap melakukan pendekatan kepada investor Penanaman Modal Asing (PMA) yang berminat melakukan investasi di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi digital seperti video conference; berkoordinasi langsung dengan Kementerian/Lembaga terkait kendala perizinan perusahaan; dan perlakuan yang sama kepada semua negara,” ucap Wisnu dalam keterangan persnya, Senin (8/6).

Wisnu menambahkan pentingnya IA-CEPA yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan dan investasi di kedua negara selama fase pemulihan Covid-19 ini. “Perjanjian ini diharapkan dapat mendorong penyebaran investasi yang lebih merata ke seluruh Indonesia. Selain itu, IA-CEPA juga diharapkan dapat memberikan peluang bagi pelaku usaha daerah untuk memasarkan produknya ke Australia dan juga berkolaborasi sebagai mitra lokal bagi investor Australia yang berinvestasi di Indonesia,” jelas Wisnu.

Sementara di Australia, Duta Besar RI Kristiarto S Legowo menyampaikan bahwa hubungan antara Indonesia dan Australia saat ini masih terjalin dengan baik di tengah pandemi Covid-19. “Saat ini, Indonesia dan Australia sedang menyiapkan implementasi IA-CEPA yang tentunya akan menguntungkan kedua negara. Early outcomes IA-CEPA mencakup beberapa sektor penting seperti layanan keuangan, inovasi makanan, desain mode dan perhiasan, standar makanan dan obat, produk herbal dan spa,” jelas Kristiarto.

Direktur IIPC Sydney Henry Rombe menyampaikan bahwa di tengah kondisi ekonomi dunia yang belum kembali pulih, implementasi IA-CEPA merupakan salah satu solusi untuk membangkitkan kembali aktivitas di sektor ekonomi, khususnya dalam hal investasi dan perdagangan antara Indonesia dan Australia.

“Sebagai perwakilan BKPM di Australia, adanya IA-CEPA memberikan peluang kerja sama dalam investasi lebih besar bagi kedua negara. Dan tidak hanya sekedar investasi, namun juga meningkatkan competitiveness dan skill tenaga kerja Indonesia,” jelas Henry.

Sementara itu, pemerintah maupun pebisnis Australia menyatakan antusiasme besar menyambut berlakunya IA-CEPA. Stephanie Fahey CEO AUSTRADE mengemukakan komitmen Australia terhadap IA-CEPA. Rencana kegiatan 100 hari setelah berlakunya IA-CEPA sudah disiapkan, diantaranya Minister-led business delegation dari Australia untuk Indonesia; Economic, Trade and Investment Minister’s Meeting by Senior Economic Officials; dan CEO Roundtable Meeting.

“Dalam konteks IA-CEPA, AUSTRADE memiliki fokus investasi dalam bidang edukasi, business investment, dan juga inovasi. Edukasi merupakan fokus utama karena melihat kebutuhan Indonesia untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerjanya. Selain itu, beberapa kampus Australia juga sudah memulai rancangan ekspansinya ke Indonesia,” ujar Stephanie.

Bryan Clark, Director Trade and International Affairs Australian Chamber of Commerce and Industry menekankan manfaat IA-CEPA harus dirasakan kedua negara, tidak boleh berat sebelah. “Penting untuk mengingat aspek ‘Comprehensive’ dalam kerja sama ini. Artinya kedua pihak, Australia dan Indonesia, memiliki peran dan keunggulan di masing-masing sektor yang dapat saling melengkapi, khususnya sektor ekonomi digital,” ungkap Bryan Clark.

Tags:

Berita Terkait