Rapor Penanganan Perkara Beberapa Hakim Agung Minus
Utama

Rapor Penanganan Perkara Beberapa Hakim Agung Minus

Para hakim di MA diberi target menyelesaikan 60 perkara dalam sebulan. Ada sekitar empat hakim yang performanya di bawah itu. MA hanya bisa menegur.

Ali
Bacaan 2 Menit
Keberhasilan MA mengikis tumpukan perkara rapor penanganan perkara beberapa hakim agung.
Foto: Sgp" title="Keberhasilan MA mengikis tumpukan perkara "ternoda" oleh
rapor penanganan perkara beberapa hakim agung.
Foto: Sgp" src="https://images.hukumonline.com/frontend/lt4cc8479678633/lt4cc84f1f5d449.jpg" data-fallback="https://static.hukumonline.com/frontend/default/images/kaze/default.jpg" onerror="this.onerror=null;this.src=this.dataset.fallback;" class="img-fluid w-100 h-100 rounded" />
Keberhasilan MA mengikis tumpukan perkara "ternoda" oleh<br>rapor penanganan perkara beberapa hakim agung.<br>Foto: Sgp

Upaya Mahkamah Agung (MA) mengikis tunggakan perkara di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) memang patut diacungi jempol. Tunggakan perkara berjumlah sekitar 20 ribu pada 2005 lalu perlahan-lahan mulai menyusut. Saat ini, Ketua MA Harifin A Tumpa mengatakan MA hanya memiliki sisa 300 perkara dari perkara yang masuk dan diputus pada tahun ini.

 

Namun, prestasi gemilang ini sedikit “ternoda dengan kinerja sebagian hakim agung yang dinilai masih di bawah standar. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Ketua MA. Harifin mengatakan ada beberapa hakim yang belum mencapai target menyelesaikan 60 perkara dalam sebulan. “Ya, tak lebih dari lima hakim,” ujarnya di Gedung MA, Rabu (27/10).

 

Menurut sumber hukumonline, pada saat Rapat Kerja Nasional MA 2010 di Balikpapan memang sempat dibahas mengenai hal ini. Salah satu komisi pembahasan dijadikan ajang “curhat” para hakim agung dan pimpinan MA. Ketika itu, dibeberkan juga satu per satu hakim yang berprestasi dan kurang berprestasi. Sayangnya, pertemuan ini berlangsung tertutup.

 

Harifin mengungkapkan rapor masing-masing hakim agung memang berbeda. “Ada yang tinggi (penyelesaian perkaranya,-red), ada yang sedang dan ada yang rendah,” tuturnya. Hakim yang masuk kategori rajin bahkan bisa menyelesaikan 100 sampai 200 perkara dalam sebulan.

 

Para hakim agung yang kinerjanya di bawah standar itu, kata Harifin, sebenarnya sudah berulangkali diingatkan dalam berbagai kesempatan. “Kita sudah sampaikan secara terbuka dalam rapat pleno penyelesaian perkara setiap hakim di MA,” ujarnya. Tujuannya adalah agar hakim agung yang ditegur dapat melakukan intropeksi diri.

 

Harifin menambahkan pihaknya memang hanya bisa sebatas menghimbau agar para hakim agung ini meningkatkan kinerjanya. MA tak memiliki kewenangan untuk memberi sanksi kepada para hakim ini karena memang bukan tindakan yang melanggar kode etik. “Harusnya bagaimana? Ya memang nggak ada (sanksi yang bisa diberikan,-red). Ini hanya sebagai peringatan. Kewajiban moral,” tukasnya.

 

Sebagai informasi, usai rapat konsultasi MA dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, Ketua Komisi III Benny K Harman sempat mengutarakan ada hakim yang hanya menyelesaikan satu perkara atau nol perkara. “Ini yang menyebabkan terjadinya penumpukan perkara,” ujarnya sebagaimana dilansir oleh sejumlah media massa.

 

Namun, pendapat Benny ini dibantah oleh Harifin. “Itu ngomong saja tidak ada bukti. Mana ada hakim yang tidak memutus perkara,” ujarnya. Ia menegaskan tugas pokok hakim adalah memeriksa dan memutus perkara sehingga tak mungkin ada hakim yang tak memeriksa satu perkara pun.

 

Lamban tapi berkualitas

Sempat beredar informasi di kalangan wartawan bahwa salah satu hakim agung kinerjanya di bawah standar itu adalah Abbas Said. Namun, ketika dikonfirmasi, Abbas buru-buru membantah. “Informasi itu tidak benar,” tegasnya. Sepanjang tujuh tahun sebagai seorang hakim agung, ia mengaku telah memutus ribuan perkara.

 

Terlepas dari itu, Abbas berpendapat sebenarnya tak masalah bila ada hakim yang tak memenuhi target. “Itu bukan pelanggaran kode etik,” ujar pria yang sedang mencalonkan diri sebagai Anggota Komisi Yudisial ini. Salah satu tugas KY adalah menjaga kode etik dan pedoman perilaku hakim.

 

Abbas mengatakan ada beberapa hakim yang memang terkesan lamban tetapi menghasilkan putusan yang berkualitas. “Mungkin saja hakim tersebut lebih tekun membaca berkas perkara di banding hakim-hakim yang lain,” ujarnya. Menurutnya, memutus perkara sedikit asal putusan lebih berkualitas itu merupakan prestasi yang bagus.

 

Pengamat Peradilan Rifqi S Assegaf menilai langkah Ketua MA menegur dan mengumumkan para hakim agung yang kurang produktif tersebut sudah tepat. Namun, ia menilai langkah yang bisa dilakukan tak berhenti sampai di situ. Bila setelah ditegur para hakim itu tak memperbaiki kinerjanya, maka perlu ada sanksi moral berikutnya. “Bila memang performanya di luar batas kewajaran, ya harus diumumkan ke publik,” ujarnya.

 

Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokat untuk Independensi Peradilan (LeIP) ini mengatakan bila sanksi ini belum mempan juga, sanksi pemberhentian patut dipertimbangkan. “Bila memang informasi dari Bung Benny K Harman benar, maka sudah selayaknya diberikan sanksi pemberhentian,” ujarnya.

 

Rifqi mengutip Pasal 11A ayat (1) butif d UU No 3 Tahun 2009 tentang MA sebagai rujukan. Ketentuan itu berbunyi Hakim Agung diberhentikan tidak hormat dari jabatannya bila melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus menerus selama tiga bulan. Menurutnya, tidak memenuhi target yang ditentukan bisa masuk kategori pelanggaran pasal ini.

 

Rifqi menambahkan perilaku yang buruk ini memang dapat merugikan masyarakat pencari keadilan secara cepat dan citra institusi MA. Selain itu, ia mendengar adanya ketidaksukaan para hakim agung yang produktif dengan rekan-rekannya yang kurang produktif ini. “Ini akan menimbulkan kecemburuan karena hak yang mereka dapatkan sama dengan rekan-rekannya yang kurang produktif,” pungkasnya. 

Tags: