Sebagai sampel, PSHK menyoroti 40 produk legislasi yang dihasilkan DPR dan pemerintah selama tahun 2007, dimana 15 diantaranya terkait pemekaran wilayah, lima ratifikasi perjanjian internasional, dan dua penetapan PERPU menjadi undang-undang. Direktur Eksekutif PSHK Aria Suyudi mengatakan pembuatan ketiga kategori RUU tersebut relatif mudah karena tidak melewati proses perdebatan yang rumit di tingkat pembahasan.
UU Pemekaran Wilayah
Dihasilkan Selama Tahun 2007
NO | NOMOR UU | JUDUL | |
1. | PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMBERAMO RAYA DI PROVINSI PAPUA |
| |
2. | PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU |
| |
3. | PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN |
| |
4. | PEMBENTUKAN KABUPATEN PESAWARAN DI PROVINSI LAMPUNG |
| |
5. | PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR |
| |
6. | PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT |
| |
7. | PEMBENTUKAN KABUPATEN MANGGARAI TIMUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR |
| |
8. | PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA |
| |
9. | PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA |
| |
10. |
| RUU pembentukan Kabupaten Lani Jaya di Propinsi Papua |
|
11. |
| RUU pembentukan Kabupaten Dogiyai di Propinsi Papua |
|
12. |
| RUU pembentukan Kabupaten Puncak di Propinsi Papua |
|
13. |
| RUU pembentukan Kabupaten Yalimo di Propinsi Papua |
|
14. |
| RUU pembentukan Kabupaten Memberano di Propinsi Papua |
|
15. |
| RUU pembentukan Kabupaten Nduga di Propinsi Papua |
|
Sumber: PSHK (No. 10-15 belum mendapat penomoran)
RUU pemekaran wilayah, menurut Aria, lebih kental nuansa politisnya dan cenderung memunculkan banyak masalah. Sementara, RUU ratifikasi perjanjian internasional praktis hanya mengesahkan dan mengadopsi instrumen internasional ke hukum nasional. Dengan perhitungan di atas, terlihat bahwa lebih dari 50% beban legislasi tahun ini tidak terlalu memberatkan sehingga seharusnya DPR bisa lebih fokus memaksimalkan jumlah dan kualitas RUU yang akan disahkan, tambahnya.
Prioritas dan proses
Tidak hanya dari segi output, PSHK juga menyoroti keberadaan daftar program legislasi yang selalu ditetapkan setiap tahunnya. Daftar ini dinilai tidak jelas implementasinya karena walaupun telah ditetapkan tetapi setiap tahunnya selalu ada RUU yang tidak selesai diluncurkan untuk periode berikutnya. Untuk itu, PSHK memandang sudah saatnya DPR mengevaluasi kebijakan program legislasi mereka.
Prioritas legislasi seharusnya realistis, jangan terlalu ambisius sehingga tidak menimbulkan kekecewaan publik. Untuk itu, PSHK mengusulkan agar DPR membuat daftar prioritas yang didasarkan pada tiga isu. Pertama, RUU untuk melanjutkan upaya pemberantasan korupsi dan memulai reformasi birokrasi seperti RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Keterbukaan Informasi Publik, dan RUU Tindak Pidana Korupsi. Kedua, RUU untuk persiapan Pemilu 2009 seperti RUU Pemilu, RUU Pilpres dan RUU Susduk. Ketiga, RUU untuk perbaikan kesejahteraan rakyat serta perbaikan pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Dari segi proses, PSHK melihat masih banyak pembahasan RUU yang dilaksanakan secara tertutup dan belum partisipatif, khususnya RUU yang kental muatan politisnya. Tidak hanya itu, DPR bahkan ditenggarai sengaja menunda pembahasan agar dapat dibawa ke proses Panitia Kerja (Panja) yang selalu dinyatakan tertutup. DPR selalu menggunakan Pasal 95 ayat (2) Tata Tertib DPR sebagai tameng, padahal masih ada kemungkinan diselenggarakan terbuka.
Pembahasan RUU Susduk merupakan pintu masuk yang penting, pembahasan RUU mesti keluar dari pakem yang ada selama ini dengan mengedepankan representasi serta aspek transparansi, akuntabilitas dan efektivitas kerja DPR, kata Aria.