Rapat Gabungan Apgakum Kasus Djoko Tjandra Terkendala Tatib DPR
Berita

Rapat Gabungan Apgakum Kasus Djoko Tjandra Terkendala Tatib DPR

Para pelaku yang terlibat harus diproses hukum hingga ke pengadilan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kompleks parlemen di Senayan. Foto: RES
Kompleks parlemen di Senayan. Foto: RES

Saling tuding seputar surat izin menggelar rapat gabungan antara institusi penegak hukum dalam rangka menyusur kasus  Djoko Tjandra oleh Komisi III dengan pimpinan DPR menguak. Alasannya, pimpinan DPR belum meneken surat yang diajukan Komisi III, lantaran terkendala tata tertib yang mengharuskan di masa reses, DPR berkegiatan di luar masa sidang untuk melakukan kunjungan kerja.

“Saya tidak ingin melanggar tata- tertib, dan hanya ingin menjalankan tata-tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses,” ujar Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin melalui keterangan tertulis, Sabtu (18/7).

Pandangan Aziz merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 13 Peraturan  DPR  No.1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib yang menyebutkan, “Masa Sidang adalah masa DPR melakukan kegiatan terutama di dalam gedung DPR”. Sedangkan Pasal 1 angka 14 menyebutkan, “Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja”. Khususnya melakukan kunjungan kerja ke konstituen di daerah pemilihan masing-masing.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, prinsipnya mendukung kinerja Komisi III DPR. Namun begitu, harus sesuai dengan aturan dan mekanisme serta Tatib dan Badan Musyawarah (Bamus). Sebab aturan yang berlaku itulah menjadi pijakan dalam menjalankan berbagai tugas dan kewenangan sebagai bagian dari pimpinan DPR.

(Baca juga: Melihat Lagi Kronologi Perkara Hak Tagih Bank Bali Djoko Tjandra).

“Hal lebih penting adalah menanggapi perkembangan kasus Djoko Tjandra. Kasus ini harus diusut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Oknum-oknum yang terlibat dalam hal tersebut harus ditindak tegas,” katanya.

Mantan Ketua Komisi  III DPR periode 2014-2019 itu  mendorong agar lankah cepat dan tegas terus dilakukan institusi penegak hukum lainnya dalam menelusuri keberadaan Djoko Tjandra, setelah Polri mencopot beberapa perwira tinggi yang diduga diduga terlibat penebitan surat jalan buron tersebut. DPR pun, kata Aziz, bakal melaksanakan fungsi pengawasan terhadap aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya.

Ketua Komisi III DPR, Herman Herry, mengatakan belum mengantongi izin rencana rapat gabungan dengan aparat penegak hukum seperti Kabareskrim, Jampidum, dan Dirjen Imigrasi terkait kasus buronan Joko Tjandra. Dia justru menuding surat izin tersebut tertahan di meja kerja Aziz Syamsuddin.

Rencananya, rapat gabungan berupa rapat dengar pendapat dengan Apgakum bakal digelar   Selasa (21/7) pekan depan. Surat izin sudah diajukan sejak Rabu (15/7). Mulanya, rencana rapat gabungan dengan Apgakum setelah menerima dokumen berupa surat jalan buronan Joko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Selasa (14/7). Lantaran kasus DjokoTjandra dianggap  super darurat, maka rencana rapat gabungan perlu mendapat izin  dari pimpinan DPR, karena  sudah masuk di masa reses.

“Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam (Aziz Syamsuddin,red),” ujarnya.

"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut tidak ditandatangai oleh Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada putusan bamus yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses. Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan putusan bamus tersebut," kata Herman.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berpendapat, komisi yang dipimpinnya berkomitmen mengawasi kinerja institusi penegak hukum dalam penuntasan kasus Djoko Tjandra. Ia pun memastikan  tak  bakal menunda pelaksanaan rapat gabungan dengan Apgakum sepanjang mengantongi izin.

Tindak oknum

Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto mendukung langkah Kapolri Jenderal Idham Aziz  yang membongkar anggotanya diduga terlibat memberi kemudahan terhadap Djoko Tjandra. Setidaknya Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo resmi dicopot dari jabatannya. Keduanya diduga melanggar kode etik terkait pencabutan red notice buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra.

Pencopotan dua perwira tinggi itu tertuang dalam surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asistem Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri tertanggal 17 Juli 2020. Dalam surat telegram itu, Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Posisi Napoleon digantikan Wakil Kapolda NTT Brigjen Johanis Asadoma.

(Baca juga: Ketika Kejaksaan dan Kemenkumham Beda Informasi Keberadaan Djoko Tjandra).

Nugroho dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Posisi Nugroho digantikan oleh Brigjen Amur Chandra Juli Buana yang sebelumnya menjabat Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri. Selain dua jenderal itu, Kapolri pun sebelumnya mencopot Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari jabatannya  Kepala Biro (Karo) Korwas PPNS Bareskrim Polri. Hal itu menyusul kontroversi yang bersangkutan menerbitkan surat jalan kepada buronan korupsi Djoko Tjandra.

Pencopotan itu termaktub dalam Surat Telegram (TR) Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal Rabu 15 Juli 2020. Kini, Brigjen Prasetijo Utomo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Yanma Mabes Polri. “Langkah cepat dari Kapolri ini menunjukan serius membongkar masalah Djoko Tjandra yang mempunyai hubungan dengan polisi,” ujarnya.

Namun, kata Wihadi, berbeda dengan Menkumham Yasonna H. Laoly yang tidak menunjukan keseriusannya. Sebab tak ada satupun aparat keimigrasian yang dikenaikan sanksi. Dia mempertanyakan masuknya Djoko Tjandra ke wilayah yuridiksi Indonesia pun akibat ketidakseriusan pihak keimigrasian. “Saya kira ini harus ada suatu kesepakatan dari semua pihak yang terlibat dalam ini. Semuanya harus diberikan sanksi,” katanya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch  (IPW) Neta S Pane berpandangan instutusi penegak hukum lainnya perlu meniru langkah Kapolri Idhan  Azis yang membongkar jajarannya yang terlibat persekongkolan jahat melindungi buron Djoko Tjandra. Menurutnya, membongkar sejumlah jenderal yang diduga terlibat tak berhenti pada pencopotan dari jabatan semata. Namun harus berujung pada penegak etika dan hukum. “Tentunya tidak cukup hanya sampai disitu agar kasus ini tuntas dan bisa membawa efek jera bagi para jenderal untuk bermain main melindungi orang orang bermasalah,” ujarnya.

Langkah Kapolri

Neta melanjutkan, setidaknya terdapat lima hal yang patut dilakukan Kapolri dalam membongkar jajarannya yang boleh jadi masih terdapat anggotanya terlibat lainnya. Pertama, segera membuka CCTV Bareskrim. Setidanya untuk mengetahui siapa gerangan yang mendampingi dan menjemput saat Joko Candra datang mengurus surat jalan tersebut.

Kedua, menggali motivasi para jenderal dalam memberi keistimewaan kepada Joko Candra. Ketiga, diduga adanya gratifikassi dalam pemberian  kemudahan terhadap Djoko Tjandra. Oleh sebab itu perlu digali dan ditelusuri kemana  saja aliran dana tersebut. Keempat, semua pihak di Polri yang terlibat kasus DjokoTjandra, khususnya tiga jenderal yang dicopot harus segera diproses pidana. Supaya kasusnya dapat diproses di meja hijau. “Sebab kasus persekongkolan jahat dalam melindungi buronan Djoko Tjandra adalah kejahatan luar biasa,” ujarnya.

Kelima, semua pihak di luar institusi Polri yang terlibat memberi keistimewaan kepada Djoko Tjandra, mulai dari lurah hingga Keimigrasi harus menjalani pemeriksaan secara hukum. Tujuannya agar persekongkolan jahat dalam melindungi Djoko Tjandra dapat terungkap secara terang benderang dan selesai dengan tuntas di pengadilan.

“Setelah itu, polri perlu mencermati proses peninjauan kembali Djoko Tjandra agar promoter dan jika ada indikasi negatif penyidik Bareskrim jangan segan-segan menciduk oknum yang terlibat,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait