Rangkaian Kongres UINL ke-29, Notaris Lintas Negara Bahas Beragam Isu
Berita

Rangkaian Kongres UINL ke-29, Notaris Lintas Negara Bahas Beragam Isu

Memberikan dukungan terhadap pemerintah dalam menguatkan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Pertanyaan yang sering terungkap adalah apakah notaris harus berubah untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Ia mencontohkan, salah satu isu yang menjadi pembahasan terkait land security, diskusi yang berkembang adalah terkait keamanan dalam proses pendaftaran tanah jika itu menggunakan teknologi. Tidak hanya sampai disitu, dalam proses pengalihan tanah melalu jual beli, hidah, dan sebagainya, isu terkait land security juga menjadi perhatian. “Harus dipastikan keamannnya dan dicarikan ke depan apakah ada cara-cara yang lebih aman untuk mengalihkan kepemilikan tanah,” ujar Wolfgang.

Menurut Wolfgang, isu terkait perkembangan teknologi ini menjadi perhatian di dunia. Negara-negara yang menganut sistem hukum Civil Law atau Common Law sama-sama menghadapi tantangan yang serupa. Namun jika dilihat lebih jauh melalui sejumlah contoh praktis, akan ditemukan beberapa perbedaan yang bisa menjadi komparasi antara kedua sistem hukum tersebut. Wolfgang mencontohkan pengalihan properti di negara penganut sistem Common Law.

“Di Amerika tidak menggunakan notaris untuk pengalihan properti, tapi untuk memastikan keamanannya mereka membeli asuransi untuk perlindungan. Bahwa pengalihan kepemilikan itu dilakukan secara aman dan membeli asuransi untuk memastikan jual beli tanah itu tinggi harganya justru di negara Civil Law seperti Indonesia tidak diperlukan asuransi tapi hanya PPAT dan notaris,” contoh Wolfgang.

Perwakilan dari Japan National Notaries Association, Shini Takai menyebutkan, perkembangan teknologi menjadi salahs atu hal yang juga dicita-citakan di Jepang. Publik di Jepang berharap dengana adanya digitalisasi, dalam pengurusan akta, orang tidak perlu lagi mesti melakukan tatap muka dengan datang ke kantor notaris karena adanya teknologi video conference. Tapi, sama halnya dengan Indonesia, terdapat aturan untuk melakukan pertemuan secara langsung dalam pengurusan akta notaris.

(Baca juga: Kongres Notaris akan Bahas Revolusi Industri dan Tantangannya).

Ia menyebutkan, sebagai bagian dari verifikasi dan pembuktian, di Jepang tidak cukup hanya menggunakan teknologi VC tapi juga harus melakukan pertemuan secara langsung. “Untuk memastikan kredibilitasnya kalau pakai digitalisasi. Kita perlu digitalisasi tapi tetap harus bertemu secara fisik meskipun lewat video conference untuk mengecek orang, data diri, ktp dan sebagainya,” ungkap Shinji.

Selain itu, di Jepang ada juga  isu perlindungan notaris terhadap harta orang tua yang telah jompo. Harta dan aset para jompo ini di sana dikelola oleh sebuah lembaga. Namun dalam praktiknya rentan terjadi penyalahgunaan oleh lembaga tersebut terhadap aset-aset yang ada. Untuk itu, notaris hadir sebagai orang yang melindungi kepentingan orang tua ini. “Di Jepang itu ada hartanya orang-orang tua ini. Itu dikontrol oleh lembaga. Nah harta ini kadang disalahgunakan. Nah notaris harus melindungi,” ujar Shinji.

Tags:

Berita Terkait