Rangkaian Kebijakan Pemulihan Ekonomi Tak Akan Berdampak Instan
Berita

Rangkaian Kebijakan Pemulihan Ekonomi Tak Akan Berdampak Instan

Pemerintah membuat rencana agar kehidupan berangsur-angsur berjalan ke arah normal, sambil memperhatikan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Meski angka penyebaran virus Corona atau Covid-19 di Indonesia masih cukup tinggi, pemerintah memutuskan untuk mengambil kebijakan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan pelonggaran ini biasa disebut sebagai ‘normal baru’ atau ‘new normal’.

Menteri Koordinator Perekonomian (Menko) Airlangga Hartanto menjelaskan bahwa ada dua program yang dirancang secara bersamaan, yaitu Exit-Strategy Covid-19 yang dimulai secara bertahap pada setiap fase pembukaan ekonomi dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.

“Pemerintah membuat rencana agar kehidupan berangsur-angsur berjalan ke arah normal, sambil memperhatikan data dan fakta yang terjadi di lapangan. Data tersebut tentu akan dikoordinasikan dan bermuara di BNPB,” kata Airlangga beberapa waktu lalu.

Terkait PEN, Tim Asistensi Menko Perekonomian, Raden Pardede mengatakan bahwa pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp676,5 triliun untuk memulihkan ekonomi Indonesia. Anggaran tersebut, lanjutnya, akan disalurkan kepada tiga sektor yakni Jaminan Pengaman Kesehatan (JPK) sebesar Rp87,5 triliun, Jaminan Pengaman Sosial (JPS) sebesar Rp204 triliun, dan Jaminan Pengaman Sektor Riil sennilai Rp 385 triliun.

Ke depannya, anggaran ini diharapkan dapat menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk mencapai masa depan, termasuk mencapai keadaan post-covid-19. Melalui anggaran ini pula, pemerintah melakukan reboot perekonomian dengan melakukan recovery menuju new direction. (Baca: Ini Dia 2 Jenis Program Pemulihan Ekonomi Nasional)

Namun meski demikan, Raden menegaskan bahwa rangkaian kebijakan pemulihan ekonomi tidak akan berdampak secara instan. Pemerintah memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan benar-benar pulih setidaknya pada 2023 mendatang. Tentunya harus diiringi dengan penemuan vaksin Covid-19 pada tahun 2021.

“Seluruh kebijakan apakah makro, fiskal, dan moneter, keseluruhan strukturnya diarahkan untuk mencapai pemulihan pada tahun 2023 paling lambat. Bisa kembali ke new normal sampai vaksin ditemukan pada 2022 atau 2021,” kata Raden dalam sebuah diskusi secara daring, Selasa (9/6).

Bersamaan dengan program PEN, pemerintah juga menilai beberapa industri di Indonesia akan menjadi andalan dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Misalnya saja industri pertanian dan pertambangan. Dua industri ini disebut tak berpengaruh dalam hal physical distancing yang diterapkan pemerintah, namun problemnya terdapat pada sektor permintaan yang memang menurun di masa Covid-29.

Selain itu, sektor manufaktur khususnya manufaktur besaryang berada di kawasan industri bisa bekerja dengan cepat dan normal Kembali. Sehingga sektor ini bisa menjadi andalan.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. HK.01.07/MENKES/328/2020 No.HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Regulasi ini merupakan panduan bagi pelaku usaha yang mulai membuka usaha atau kantor di tengah pandemi.

Menanggapi ketentuan tersebut, pelaku usaha mendukung kebijakan tersebut karena panduan tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan pencegahan sebelumnya. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri menyatakan sebelumnya pelaku usaha sudah menerapkan protokol pencegahan yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian.

“Kan masih ada pysical distancing rasanya masih sama dengan protokol izin operasional (IOMKI) waktu PSBB kemarin yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian. Rasanya sudah bukan hal baru lagi. Mungkin ada beberapa penambahan saja,” jelas Firman saat kepada hukumonline.

Namun, dia mengingatkan agar Keputusan Menkes tersebut tidak birokratis sehingga menyulitkan pelaku usaha. Selain itu, dia mengimbau agar tiap kementrian berkoordinasi mengenai protokol kesehatan tersebut sehingga tidak tumpang tindih. “Asal jangan jadi birokratis dan obesitas pengaturan lagi. Nanti tiap-tiap kementerian terbitkan protokol kesehatan, jangan sampai akan ada tumpang tindih peraturan lagi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait