Rancangan Seorang Adhyaksa untuk Cegah Kejahatan Korporasi
Resensi

Rancangan Seorang Adhyaksa untuk Cegah Kejahatan Korporasi

Buku ini kaya informasi. Berusaha memantik diskusi guna menyatukan persepsi antar sesama penegak hukum.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Buku Rancang Bangun Kebijakan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Korporasi. Foto: MYS
Buku Rancang Bangun Kebijakan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Korporasi. Foto: MYS

Kejahatan korporasi adalah dua kata yang dalam lima tahun terakhir menjadi pusat perhatian akademisi dan aparat penegak hukum di Indonesia. Beberapa kegiatan dilakukan dan regulasi diterbitkan untuk mencegah dan menangani kejahatan korporasi. Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung masing-masing menerbitkan kebijakan untuk penanganan perkara pidana kejahatan korporasi.

 

Di kalangan akademisi, perhatian terhadap kejahatan korporasi juga semakin besar. Beberapa karya yang dihasilkan dari lingkungan kampus mengkaji kejahatan korporasi dengan segala aspeknya. Bahkan pernah ada kampus di Jakarta yang meluncurkan Pusat Kajian Kejahatan Korporasi, meskipun kelanjutan pusat kajian itu tak jelas. Semua itu mengindikasikan bahwa kejahatan korporasi telah mendapat perhatian dari banyak kalangan.

 

Jauh sebelum riuh rendah kejahatan korporasi di Indonesia, sebenarnya topik ini sudah lama dibahas. Profesor Muladi malah menyebutkan topik ini menjadi bahan perdebatan hangat di abad ke-20. Forum nasional dan internasional digelar untuk membahasnya. Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa berkali-kali menyinggungnya. Tetapi, faktanya, aparat penegak hukum masih berbeda pendapat dalam sejumlah hal mengenai kejahatan korporasi.

 

Buku ‘Rancang Bangun Kebijakan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Korporasi’ karya Asep N Mulyana adalah salah satu literatur terbaru yang hadir di tengah pembaca. Disebut terbaru bukan saja lantaran diterbitkan pada Juni 2018, tetapi juga memuat beberapa kebijakan terbaru Pemerintah dan kasus-kasus yang relevan. Sebut misalnya Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Penulis juga memberikan contoh, antara lain kasus 1MDB (One Malaysia Development Malaysia) yang menghebohkan.

 

(Baca juga: Kejaksaan Ingatkan Bahaya Kejahatan Korporasi)

 

Buku ini makin menarik karena ditulis oleh seorang aparat penegak hukum, yang berhadapan langsung dengan kasus-kasus riil di lapangan. Asep N Mulyana adalah seorang jaksa yang berhasil dari sisi akademis. Ia menyelesaikan pendidikan S1 dari Universitas Mataram, S2 dari Universitas Diponegoro, dan S3 dari Universitas Padjadjaran Bandung dengan predikat cum laude. Sebelum diangkat menjadi Asisten Khusus Jaksa Agung, pria kelahiran 14 Agustus 1969 ini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Semarang. Di tengah-tengah kesibukannya menjalankan tugas sebagai jaksa, Asep masih bisa menyelesaikan beberapa karya tulis, antara lain Fungsionalisasi Hukum Pidana dalam Aktivitas Pasar Modal di Indonesia (2010), Sanksi Pajak Berbasis Penerimaan Negara (2014); dan Dimensi Koruptif (Pejabat) Publik: Pergeseran Paradigma Penegakan Hukum Pasca Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (2016).

 

Rancang Bangun Kebijakan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Korporasi

Penulis

Asep N. Mulyana

Penerbit

Multi Media Mandiri

Cetakan pertama

Juni 2018

Halaman

304 +xvi (termasuk lampiran)

 

Kehadiran buku ‘Rancang Bangun Kebijakan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Korporasi’ ini dirasakan tepat karena diterbitkan pada saat akademisi dan praktisi hukum Indonesia sedang menaruh perhatian besar terhadap kejahatan korporasi. Menariknya, buku ini mengupas beberapa kasus yang terjadi, termasuk yang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Dari luar negeri, ada kasus Erin Brokovich yang terkenal dan menjadi sebuah film yang dibintangi Julia Robert.

 

Pertanyaan dasar yang dikemukakan adalah apakah korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika operasional atau kebijakan perseroan merugikan pihak ketiga? Atau, jika korporasi dijadikan sebagai tempat menyimpan, mengalihkan, mengalirkan hasil kejahatan, dapatkan korporasi dihukum? Buku ini menyajikan perdebatan akademik di kalangan ahli mengenai criminal corporation dan crime for corporation. Bahkan tipologi kejahatan ketiga yang belum tentu masuk kejahatan korporasi: crime against corporation, yaitu kejahatan yang dilakukan pekerja atau karyawan perseroan seperti mencuri uang atau aset perusahaan (hal. 30).

 

(Baca juga: Strict Liability, Jurus Ampuh Hukum Lingkungan Menjerat Korporasi Tanpa Buktikan Unsur Kesalahan)

 

Buku ini juga menyajikan perdebatan akademik di Indonesia mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi, terutama perkembangan doktrin yang melahirkan teori strict liability, teori vicarious liability, dan teori identifikasi. Doktrin-doktrin itu pada dasarnya memberikan jawaban pada siapa yang paling bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan korporasi. Undang-Undang Perseroan Terbatas menempatkan direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pandangan normatif ini tak selalu benar di lapangan karena, dari kasus-kasus yang terjadi, hakim melihat dan mengidentifikasi siapa yang paling bertanggung jawab langsung atas kejahatan korporasi. Teori identifikasi mengemukakan bahwa agar suatu korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana, orang yang melakukan tindak pidana terlebih dahulu harus dapat diidentifikasi (hal. 43).

 

Bagi Jaksa Agung HM Prasetyo, seperti tertuang dalam sambutan, mengatakan buku karya Asep ini akan mampu membuka wacana pemikiran dan pemantik diskursus terhadap penanganan kasus-kasus hukum yang melobatkan korporasi. Salah satu kasus yang memantik perdebatan hukum adalah tindak pidana perpajakan atas nama 14 perusahaan yang tergabung dalam PT Asian Agri Group. Jaksa mendakwa Suwir Laut melanggar UU Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam putusan pengadilan, korporasi disuruh membayar denda pajak terhitung.

 

Sebagai seorang jaksa, Asep N. Mulyana mengemukakan pandangan-pandangan seorang aparat penegak hukum terhadap kasus yang dijadikan contoh. Isi buku memang tak lepas dari latar belakang penulisnya. Tetapi Asep menjelaskan di awal, buku ini tak bermaksud menjustifikasi apalagi merepresentasikan sikap dan kebijakan institusi Kejaksaan. Isi buku ini sekadar uraian opini dan analisis pribadi penulis.

 

Isi buku ini sangat kaya informasi yang dibutuhkan kalangan akademisi dan praktisi. Kekayaan isi buku ini mampu menutupi kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin luput dari pantauan editor. Bagaimanapun, buku ini sangat layak untuk dibaca. Bagaimana perkembangan teknologi mempengaruhi kualitas kejahatan, dan kebijakan yang dihasilkan Pemerintah untuk mencegah kejahatan, terjawab pada buku ini.

 

Selamat membaca…

Tags:

Berita Terkait