Rancangan Peraturan KPU Atur Sanksi Soal Dana Kampanye
Terbaru

Rancangan Peraturan KPU Atur Sanksi Soal Dana Kampanye

Mulai dari larangan berkampanye, tidak diberikan rekomendasi untuk dilantik, sampai tidak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Suasana rapat pembahasan rancangan Peraturan KPU dengan Komisi II DPR di Gedung DPR, Senin (26/8/2024).Foto: RES
Suasana rapat pembahasan rancangan Peraturan KPU dengan Komisi II DPR di Gedung DPR, Senin (26/8/2024).Foto: RES

Ada banyak cara yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu untuk meningkatkan kepatuhan pasangan calon kepala daerah terhadap pelaporan dana kampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berupaya langkah tersebut dengan mengatur dalam rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (Pilkada).

Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengatakan ada sejumlah isu strategis terkait dana kampanye Pilkada 2024 antara lain mengenai sanksi. Rencananya rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye itu akan mengatur peringatan bagi pasangan calon kepala daerah yang tidak atau terlambat menyampaikan laporan dana kampanye.

Yakni Laporan Dana Awal Kampanye (LADK), Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Peringatan itu akan dilakukan melalui surat yang dilayangkan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dan kandidat diberi kesempatan untuk menyampaikan laporan dana kampanye itu sesuai waktu yang ditentukan.

Jika pasangan calon tetap tidak menyampaikan laporan dana kampanye setelah diberi peringatan dan kesempatan, Idham mengatakan sanksi akan dijatuhkan sesuai dengan masing-masing laporan yang dimaksud. Sanksi tidak melaporkan LADK berupa larangan untuk berkampanye. LPSDK, sanksinya KPU tidak menerbitkan rekomendasi untuk dilakukan pelantikan oleh pejabat yang berwenang. Sanksi tidak lapor LPPDK, yakni tidak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih sampai pasangan tersebut menyampaikan LPPDK.

Baca juga:

LPSDK tidak dikeluarkannya rekomendasi untuk dilakukan pelantikan oleh pejabat yang berwenang. LPPDK, tidak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih sampai dengan pasangan calon tersebut menyampaikan LPPDK. Sebelum sanksi dijatuhkan, KPU tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota lebih dulu melakukan klarifikasi sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan yang diputuskan dalam rapat pleno.

“Pasangan calon yang tidak atau terlambat menyampaikan laporan dana kampanye (LADK, LPSDK, dan LPPDK) akan diumumkan kepada publik,” kata Idham dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu RI dan DKPP di Gedung Parlemen, Senin (26/8/2024).

Idham menjelaskan, UU Pilkada tidak mengatur sanksi bagi kandidat yang tidak menyampaikan LADK, LPSDK, dan LPPDK. Pasal 76 UU Pilkada pembatalan terjadi jika pasangan calon menerima sumbangan yang dilarang. Selaras itu ketentuan Pasal 54 Peraturan KPU No.5 Tahun 2017 tentang sanksi pembatalan sebagai pasangan calon bila tidak menyampaikan LPPDK diusulkan dihapus.

Kemudian ketentuan tentang penyumbang pihak lain, Idham menyebut rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye akan membagi sumbangan dari perorangan menjadi 4 kategori. Yakni anggota partai politik pengusung, individu perorangan, anggota partai politik bukan pengusung dan relawan. Pasal 74 ayat (1) huruf c UU Pilkada mengatur sumbangan pihak lain yang tidak mengikat meliputi sumbangan perorangan dan/atau badan hukum swasta. Pasal 5 Peraturan KPU 5/2017 mengatur sumber sumbangan yang berasal dari pihak lain meliputi sumbangan perorangan, kelompok, dan badan hukum swasta.

“Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian pada ketentuan tersebut dan menghilangkan sumber yang berasal dari kelompok,” usulnya.

Pembatasan pengeluaran dana kampanye oleh pasangan calon kepala daerah juga menjadi isu yang disorot KPU. Rencananya, bakal diatur mekanisme penghitungan batas pengeluaran dana kampanye secara proporsional. Mempertimbangkan setiap pengeluaran untuk alat peraga kampanye dan belanja bahan kampanye. Ketentuan ini dalam praktik harus sinkron dengan pengaturan kampanye.

Perkembangan teknologi digital khususnya uang elektronik perlu direspon KPU. Idham memaparkan rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye memuat aturan tentang sumbangan dalam bentuk uang elektronik. Ketentuan ini belum diatur dalam perhelatan Pilkada serentak terakhir di tahun 2020.

Soal transparansi, KPU akan mempublikasi secara berkala penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta Pilkada 2024 melalui laman infopemilu.kpu.go.id. Tanggapan, masukan, dan informasi yang disampaikan masyarakat menjadi catatan dalam proses audit. Akses terhadap aplikasi Sikadeka KPU diberikan kepada Bawaslu di seluruh tingkatan, lembaga  negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Serta lembaga negara yang berwenang dalam pemberantasan pidana korupsi.

Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menekankan pentingnya asas akuntabilitas dan transparansi dalam mengatur penggunaan dana kampanye. Jangan sampai perhelatan pemilu khususnya Pilkada menjadi ajang perputaran uang haram misalnya hasil tindak pidana pencucian uang dan lainnya.

“Akuntabilitas dan transparansi itu prinsip dana yang dimanfaatkan oleh para kandidat untuk kampanye,” imbuh politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Mardani Ali Sera, mengapresiasi ketentuan dana kampanye yang diatur rancangan Peraturan KPU tersebut. Salah satunya mengatur audit terhadap dana kampanye relawan. Sebelumnya tidak dana kampanye relawan tidak pernah didaftarkan sehingga sangat bebas dan berpotensi menjadi ruang gelap untuk melakukan berbagai hal.

“Karena ini ketentuan baru, diperlukan sosialisasi yang masif,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait