Ramai-Ramai Melawan UU Ormas
Berita

Ramai-Ramai Melawan UU Ormas

Mulai dari rencana boikot, uji materi sampai mogok kerja nasional.

ADY
Bacaan 2 Menit

Terkait pernyataan anggota Pansus DPR yang menyebut UU Ormas ditujukan sebagai regulasi payung, Iko mengatakan hal tersebut tidak tepat. Pasalnya, sudah terdapat peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pengaturan ormas. Misalnya, pemerintah dan DPR selama ini mencurigai dana asing yang digunakan ormas, bagi Iko hal itu sudah diatur dalam peraturan keuangan yang ada. Seperti peraturan yang diterbitkan Kemenkeu soal dana hibah dari luar negeri. “Walau UU Ormas sudah disahkan, tapi terlihat jelas dipaksakan karena sejak awal ketentuan yang termaktub di dalamnya tidak jelas,” urainya.

Sedangkan anggota koalisi dari Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan UU Ormas menemani peraturan lain yang sifatnya mengendalikan dan mencurigai organisasi masyarakat sipil yaitu UU Intelijen dan UU Penanganan Konflik Sosial (PKS). Misalnya, dalam UU Ormas, organisasi masyarakat sipil yang berasal dari dalam atau luar negeri harus melewati mekanisme clearing house untuk mendapatkan izin operasional.

Kemudian, akan diberlakukan proses indoktrinasi ala orde baru lewat sistem informasi yang nanti dikelola Kemendagri. Tak ketinggalan Poengky menjelaskan soal sanksi, RUU Ormas bersifat represif. Misalnya, ada penghentian aktivitas dan pembubaran ormas yang dilakukan di luar mekanisme pengadilan. “Itu proses yang bakal dilakukan pemerintah lewat UU Ormas untuk membungkam gerakan masyarakat sipil,” tukasnya.

Tak ketinggalan anggota koalisi dari Elsam, Zainal Abidin, mengatakan UU Ormas memberi ancaman serius terhadap hak-hak konstitusional masyarakat karena hak berserikat diberangus. Pasalnya, pembatasan hak berserikat yang termaktub dalam UU Ormas dirasa tidak sejalan dengan prinsip HAM. Harusnya, pemerintah menjamin masyarakat untuk menggunakan hak berserikat dan bebas dari gangguan pihak ketiga. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan dan yang terjadi malah sebaliknya. “Pemerintah dan DPR gagal memaknai HAM secara benar,” ujarnya.

Melihat adanya sejumlah UU yang punya semangat sama dengan UU Ormas, yaitu membatasi hak masyarakat, Zainal memperkirakan ke depan arah pemerintahan Indonesia akan kembali seperti masa orde baru yaitu otoritarian. Ujungnya, instrumen hukum, seperti UU, akan digunakan untuk mengebiri hak-hak masyarakat. Ketimbang UU Ormas dan peraturan sejenis, Zainal melihat ada peraturan penting yang lebih layak diperhatikan pemerintah, misalnya konvensi anti penghilangan paksa yang sudah diratifikasi. “Kenapa itu tidak diurus, padahal penting untuk menjamin hak masyarakat. Ini menunjukan watak pemerintah dan DPR otoriter,” ucapnya.

Menanggapi UU Ormas, anggota koalisi dari Walhi, Khalisah Khalid, melihat ada ketimpangan luar biasa yang dilakukan pemerintah dan DPR. Pada satu sisi investasi asing dibiarkan leluasa untuk masuk, tapi di sisi lain pemerintah mengekang hak berserikat masyarakat. Ia menengarai pembatasan hak berserikat itu didorong oleh investor yang menginginkan stabilitas keamanan. “Ini menunjukan ketimpangan karena kebebasan berserikat masyarakat tidak diakomodir. Kami akan JR UU Ormas ke Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Anggota koalisi dari KontraS, Haris Azhar, melihat ada “kecemburuan” partai politik (Parpol) terhadap organisasi masyarakat sipil, mulai dari LSM sampai serikat pekerja. Pasalnya, di mata rakyat organisasi masyarakat sipil lebih populer ketimbang Parpol karena memperjuangkan kepentingan rakyat.

Sementara koalisi dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Ikbal, mengatakan serikat pekerja sedang mempersiapkan untuk melakukan mogok kerja nasional sebagai upaya melawan UU Ormas dan kebijakan pemerintah lain yang menindas rakyat. Menurutnya, definisi yang luas dalam RUU Ormas membuat serikat pekerja terikat dengan ketentuan yang ada dalam regulasi tersebut. Padahal, serikat pekerja sudah diatur dalam peraturan khusus yaitu UU Serikat Pekerja.

Tapi, dengan UU Ormas, posisi serikat pekerja akan kembali seperti masa orde baru, dimana pencatatan dilakukan bukan di dinas ketenagakerjaan, tapi Kesbangpol, Kemendagri. Menurutnya, pemerintah dan DPR dengan dukungan pengusaha menginginkan agar serikat pekerja mengendurkan gerakannya. Terutama ingin mengintervensi hak mogok kerja yang secara konstitusional dimiliki serikat pekerja. “Dengan diterbitkannya UU Ormas, ada potensi besar ke depan mogok kerja akan dilarang,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait