Ramai-ramai Dorong Penyelesaian RUU PPRT
Utama

Ramai-ramai Dorong Penyelesaian RUU PPRT

Dengan adanya UU PPRT ke depannya bakal memberikan kepastian hukum bagi profesi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja. Kemudian mengatur hubungan kerja yang harmonis, hingga meningkatkan kesejahteraan pekerja rumah tangga.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Lebih dari dua dekade nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tak juga masuk tahap pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah. Seolah RUU PPRT melewati jalan terjal. Pergantian anggota dewan saban periode ternyata tak juga berhasil  menuntaskan RUU PPRT agar segera menjadi UU. Padahal data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menunjukan banyaknya kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia , Anis Hidayah menegaskan lembaganya memberi perhatian khusus terhadap kelompok rentan dan marginal yang memiliki potensi kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Seperti profesi pekerja rumah tangga. Komnas HAM memang kerap menerima aduan kasus pekerja rumah tangga yang mengalami pelanggaran hak asasi manusia.

Seperti gaji tidak dibayar, hilang kontak, kekerasan, perdagangan orang, dan kekerasan seksual. Komnas HAM pada 2021 telah melakukan pengkajian dan penelitian tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga dan urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai undang-undang.

“Berdasarkan hasil kajian tersebut, Komnas HAM berkesimpulan bahwa untuk dapat mendorong kondisi HAM yang kondusif bagi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak PRT dibutuhkan regulasi yang melindungi dalam bentuk UU,” ujarnya melalui keterangannya, Jumat (19/7/2024).

Baca juga:

Menurutnya,  kehadiran sebuah UU PPRT bakal memberikan kepastian hukum kepada profesi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja. Kemudian mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT, mengatur hubungan kerja yang harmonis dengan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan dan keadilan. Begitu pula meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan PRT; dan meningkatkan kesejahteraan PRT.

“Atas dasar hal tersebut, Komnas HAM mendukung percepatan pengesahan RUU PPRT yang berlandaskan pada penghormatan hak asasi manusia dan mendorong proses pembahasan yang partisipatif,” ujarnya.

Sementara komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang mengatakan berbagai kasus kekerasan dan penyiksaan lainnya yang dialami pekerja rumah tangga sebagai fenomena gunung es. Menurutnya hanya sedikit yang tergambar di permukaan, namun kasus yang sesungguhnya jauh lebih besar. Ironisnya tidak dilaporkan dan didokumentasikan karena berbagai hambatan.

Veryanto menilai tak saja profesi pekerja rumah tangga yang membutuhkan aturan pelindungan, tapi juga pemberi kerja memerlukan payung hukum yang memberikan jaminan hubungan yang setara dan mengakomodir hak-hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga.

“Sehingga pemberi kerja dan pekerja rumah tangga sama-sama terlindungi,” katanya.

Kondisi tersebut mestinya menjadi pertimbangan DPR agar segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Apalagi DPR telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Maret 2023 lalu. Presiden juga telah mengirimkan Daftar Inventaris Masalah ( DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR.

“Ironisnya lebih dari 20 tahun, RUU PPRT belum ada tanda-tanda untuk disahkan,” ujarnya.

Dia mengatakan, bila tak ada satupun DIM yang disepakati pada sisa waktu periode legislatif, maka RUU PPRT dikategorikan sebagai RUU non-carry over. Dengan kata lain, RUU PPRT harus dimulai kembali pada tahap perencanaan di periode DPR 2024-2029.

“Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Disabilitas mendorong DPR dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT,” katanya.

Oase di tengah kekosongan hukum

Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND), Fatimah Asri Mutmainnah menambahkan kehadiran RUU PPRT sejatinya menjadi oase di tengah kekosongan hukum mengenai pelindungan pekerja rumah tangga yang selama ini berada dalam ruang hampa. Profesi pekerja rumah tangga rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi yang berujung pada kedisabilitasan baik fisik maupun mental.

Atas dasar itulah KND berharap betul kehadiran RUU PPRT menjadi momentum bagi negara untuk menciptakan pelindungan yang optimal dan komprehensif terhadap seluruh pekerja rumah tangga. Termasuk, para pekerja migran yang rentan menjadi korban akibat praktik yang ilegal.

“Tidak hanya itu, RUU PPRT ini dapat lebih progresif dengan memberikan kepastian dan keadilan bagi Penyandang Disabilitas yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga,” katanya.

Ketua KPAI, Ai Maryati menambahkan pentingnya implementasi Konvensi ILO 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Anak Diperbolehkan Bekerja dan Konvensi ILO No 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak menjadi acuan untuk memastikan penghapusan pekerja anak terutama PBTA di Indonesia.

“Untuk itu RUU PPRT menjadi salah satu harapan yang perlu segera disahkan dalam upaya berkelanjutan memberikan perlindungan terhadap situasi dan kondisi anak yang kerap dilibatkan dalam PRT,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait