Ramai Aksi Saling Dukung Kontestan Pemilu, Begini Imbauan 3 Kubu Peradi
Utama

Ramai Aksi Saling Dukung Kontestan Pemilu, Begini Imbauan 3 Kubu Peradi

Profesi advokat itu officium nobile dan tidak partisan.

Normand Edwin Elnizar/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Kolase (ki0ka): Fauzie Yusuf Hasibuan, Luhut MP Pangaribuan dan Juniver Girsang
Kolase (ki0ka): Fauzie Yusuf Hasibuan, Luhut MP Pangaribuan dan Juniver Girsang

Sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang berhak memilih dan dipilih, seorang advokat diperkenankan untuk memiliki preferensi politik. Ia boleh memilih siapa anggota legislatif yang akan mewakilinya di daerah pemilihan, atau siapa yang dia pilih untuk menjadi presiden Indonesia pada masa mendatang. Bahkan seorang advokat boleh mencalonkan diri menjadi anggota DPR atau DPRD mewakili partai politik tertentu.

 

Tetapi advokat tetap perlu menjaga independensi dan etika pada saat mewujudkan preferensi politik tersebut. Profesi advokat adalah profesi terhormat yang harus dijaga termasuk pada saat tahun politik. Meskipun seseorang mencalonkan diri melalui partai tertentu selaku warga negara, marwah profesi selayaknya tetap dijaga seorang advokat.

 

Demikian benang merah yang bisa ditarik dari wawancara Hukumonline dengan tiga orang advokat senior yang juga pimpinan dari tiga organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia: Fauzie Yusuf Hasibuan, Luhut MP Pangaribuan, dan Juniver Girsang. Mereka ditanya tentang bagaimana seharusnya advokat bersikap dalam tahun politik, terutama menjelang Pemilu 2019.

 

Penelusuran Hukumonline membuktikan banyak kandidat anggota legislatif yang berlatar belakang sarjana hukum, dan sebagian di antaranya berprofesi sebagai advokat. Mereka yang belatar belakang advokat diperkenankan mencalonkan diri melalui partai politik pilihan masing-masing. “Silakan,’’ kata Fauzie.

 

(Baca juga: 993 Bacaleg Bergelar SH Siap Bertarung dari 16 Partai Politik)

 

Luhut MP Pangaribuan mengatakan hak politik advokat merupakan bagian dari masyarakat sipil. Cuma, ia mengingatkan agar setiap langkah berpolitik harus tidak mengesankan advokat menjadi partisan. “Profesi advokat itu tidak partisan,” katanya.

 

Oleh karena itu, Luhut mengusulkan agar advokat yang memutuskan bergabung dalam partai politik seharusnya cuti dari profesi advokat. Apalagi jika ikut menjadi peserta pemilu sebagai calon anggota legislatif. “Bukan berarti tidak boleh punya aspirasi, tapi harus tanggalkan profesi advokat untuk bergabung dengan partai politik, dalam arti cuti,” Luhut menjelaskan.

 

Senada, Juniver Girsang mengemukakan bahwa profesi advokat tidak boleh berpihak dalam kontestasi politik. Tetapi sebagai warga negara, seorang warga yang kebetulan berprofesi sebagai advokat dapat memiliki aspirasi yang berbeda dari advokat lain. Perbedaan aspirasi itu sesuatu yang lumrah. “Boleh berbeda aspirasi, itu hak pribadi, tetapi tidak boleh membawa lambang organisasi advokat masuk ke kepentingan aspirasi tersebut,” ujarnya.

 

Ia juga mewanti-wanti agar organisasi advokat tidak ikut-ikutan dalam agenda saling dukung kontestan pemilu manapun. “Organisasi advokat harus independen, khususnya Peradi,” kata Juniver.

 

(Baca juga: Ini Anggota DPR 2014-2019 yang Berlatar Belakang Hukum)

 

Dalam konteks itu pula, Juniver meminta untuk tidak membawa status sebagai advokat. Termasuk ketika memutuskan bergabung menjadi tim sukses kontestan pemilu. “Terpanggil menjadi tim sukses sebagai pribadi, bukan sebagai advokat. Membawa profesinya tidak boleh, harus dibedakan,” ia menambahkan.

 

Dalam kontestasi politik seperti sekarang, pernyataan ke ruang publik, terutama di media sosial, acapkali menuai polemik. Para advokat sebaiknya menjaga marwah advokat dalam berkomunikasi di media sosial terkait pemilu. Fauzie berpandangan bahwa seorang advokat harus menjaga etika menyampaikan pilihan politiknya, misalnya tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyakiti advokat lain atau anggota masyarakat. Justru, warga negara –yang berlatar belakang advokat—seharusnya menjadikan latar bekakang advokat itu untuk menumbuhkan kesadaran hukum bagi masyarakat, khususnya pemilih. “Menyampaikan kritik boleh, tanpa menyakiti orang lain,” ujarnya.

 

Mengenai advokat yang mengemukakan pandangan politik di muka umum, Luhut menghimbau untuk berhati-hati. “Dengan dia memperlihatkan partisan, artinya menyulitkan dirinya sebagai advokat dan merugikan profesi advokat keseluruhan,” Luhut menambahkan.

 

Luhut justru mengimbau agar kalangan advokat tidak mengumbar aspirasi politiknya kepada publik. Apalagi jika sampai membawa nama profesi advokat. Hal ini agar tidak mengesankan profesi advokat berpihak pada kelompok politik tertentu. Meskipun tiap individu advokat memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya dalam aspirasi politik, menjaga hakikat profesi advokat yang tidak partisan menjadi jauh lebih penting. “Hakikat dari profesi itu tidak partisan,” tegasnya.

 

Larangan diskriminatif

Preferensi politik juga tak boleh membuat seorang advokat memberikan perlakuan diskriminatif kepada kliennya. Larangan diskriminatif karena alasan politik itu tegas disebutkan dalam Pasal 18 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 18 ayat (1) UU Advokay menyebutkan “Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarag membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.

 

Kode Etik Advokat pun tampak memberikan rambu-rambu yang sama. Tentu partisipasi aktif advokat dalam berbagai dinamika saling dukung kontestan pemilu di muka umum bisa menjadi persoalan dalam menjalankan ketentuan tersebut. Pasal 3 Kode Etik Advokat Indonesia menyebutkan “Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya”.

 

Menurut Fauzie, advokat adalah profesi yang sangat menjaga independensi. Sikap independensi itu sangat dibutuhkan menjelang pesta demokrasi, dan berperan menjaga pemilu berjalan dengan baik.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, hingga kini tidak ada imbauan resmi yang secara khusus dikeluarkan organisasi advokat kepada masing-masing anggotanya. Sebagai orang yang berlatar belakang hukum, seorang advokat sudah semestinya memahami rambu-rambu dalam tahun politik seperti sekarang. “Kami tidak perlu imbau, semua sudah tahu apa hak dan kewajibannya. Kalau diimbau seolah tidak ada aturannya,” kata Juniver.

Tags:

Berita Terkait