Raih Gelar Doktor, Qurrota Ayuni Beberkan Kemajuan HTN Darurat di Indonesia
Terbaru

Raih Gelar Doktor, Qurrota Ayuni Beberkan Kemajuan HTN Darurat di Indonesia

Konsep hukum tata negara darurat di Indonesia menggunakan model legislatif, sehingga ada proses check and balances. Hanya saja, pelaksanaan model legislatif dalam konsep HTN darurat di Indonesia belum konsisten.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Suasana sidang promosi doktor, Qurrata Ayuni yang digelar secara terbuka di gedung FHUI, Depok, Rabu (27/7/2022). Foto: ADY
Suasana sidang promosi doktor, Qurrata Ayuni yang digelar secara terbuka di gedung FHUI, Depok, Rabu (27/7/2022). Foto: ADY

Pasal 12 Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 mengatur bagaimana pelaksanaan tata negara dalam situasi/kondisi darurat. Persoalan ini yang coba diangkat dalam sidang promosi doktor di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).    

Adalah Qurrata Ayuni sebagai Promovendus, menyampaikan disertasi berjudul “Konsep Hukum Tata Negara Darurat Menurut UUD NKRI Tahun 1945 (Kajian Terhadap Pengaturan dan Penerapan Hukum Tata Negara Daurat di Indonesia dalam Kurun Waktu 1945-2022).  

Baca juga artikel terkait seputar mahasiswa hukum, silakan klik artikel Klinik berikut ini: Catat! Ini 10 Asas Hukum Acara Perdata

Ayuni berhasil mempertahankan disertasinya itu dihadapan para penguji yang terdiri dari Edmon Makarim (Ketua Sidang); Prof Satya Arinanto (Promotor/Penguji); Prof Maria Farida Indrati (Ko-Promotor 1/Penguji); Fitra Arsil (Ko-Promotor 2/Penguji); Prof Bagir Manan (Penguji); Prof Bintan R Saragih (Penguji); Jufriana Rizal (Penguji); Fatmawati (Penguji); dan Heru Susetyo (Penguji). Alhasil, para penguji sepakat memberikan nilai Cum Laude dan menyematkan gelar sebagai Doktor Ilmu Hukum kepada Qurrata Ayuni.

Baca Juga:

Dalam penyampaian materi disertasinya itu, Qurrata Ayuni menilai konsep hukum tata negara (HTN) darurat di Indonesia tergolong maju. Dia menjelaskan beberapa indikasi antara lain Presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif tidak bisa subjektif dalam menentukan keadaan darurat. Presiden harus mematuhi berbagai syarat sebelum mendeklarasikan keadaan darurat sebagaimana diatur dalam UU. Hal tersebut sesuai mandat Pasal 12 UUD NKRI Tahun 1945 yang menyebut Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

“Konsep kedaruratan dalam Konstitusi (UUD NKRI 1945) di Indonesia dianggap maju karena mendistribusikan kediktatoran yang biasanya ada pada eksekutif, tapi ada syarat untuk menyatakan keadaan darurat harus sesuai UU,” kata Ayuni dalam sidang promosi doktoral yang digelar secara terbuka di gedung Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (27/7/2022).

Ayuni menyebut hukum tata negara darurat di Indonesia menggunakan model legislatif yakni ada fungsi parlemen (DPR) untuk melakukan check and balances terhadap Presiden. Sehingga ada ketentuan dalam UU yang harus dipatuhi Presiden sebelum mendeklarasikan keadaan bahaya. UU yang dibentuk parlemen dan pemerintah itu memuat ketentuan seperti syarat dan keadaan (aturan) yang dapat dikesampingkan dalam keadaan darurat.

Bahkan, sebelum terbit UUD NKRI Tahun 1945, Ayuni mencatat konsep HTN darurat dengan model legislatif itu juga diatur dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD Sementara (UUDS) 1950. Pengaturan dalam UU memberikan syarat kepada eksekutif untuk mematuhi ketentuan yang ada sebelum mendeklarasikan keadaan darurat.

“Indonesia cukup maju (dalam HTN darurat, red) karena melibatkan (diatur dalam, red) produk perundang-undangan sehingga eksekutif tidak bebas menetapkan status darurat. Sebab, keadaan darurat sering digunakan eksekutif yang bisa berujung pada abuse of power,” papar Ayuni.

Ia menyebut beberapa contoh UU, seperti UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No.7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, yang memberikan kewenangan bagi Presiden RI untuk mendeklarasikan status darurat. Misalnya ketika terjadi konflik secara nasional dan pembatasan sosial skala besar.

Tapi pelaksanaan model legislatif dalam konsep HTN darurat di Indonesia menurut Ayuni belum konsisten. Misalnya, UU No.7 Tahun 2012 mengatur ada evaluasi dan persetujuan dari DPR atau DPRD bagi Presiden RI atau Kepala Daerah yang mau memperpanjang status keadaan konflik. Sayangnya, peran lembaga legislatif itu tidak diterapkan dalam UU lainnya yang mengatur keadaan darurat.

Selain itu, hanya UU No.23 Tahun 1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya yang secara langsung merujuk Pasal 12 UUD NKRI Tahun 1945. Sementara sejumlah UU lainnya yang mengatur tentang keadaan darurat tidak merujuk Pasal 12 UUD NKRI Tahun 1945.  

Tags:

Berita Terkait