​​​​​​​Ragam Inovasi Law Firm Hadapi Tantangan Bisnis Jasa Hukum
Corporate Law Firms Ranking 2020

​​​​​​​Ragam Inovasi Law Firm Hadapi Tantangan Bisnis Jasa Hukum

​​​​​​​Mulai dari memanfaatkan teknologi informatika hingga melakukan pro bono.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat lesunya geliat dunia bisnis ikut berdampak kepada bisnis corporate law firm. Pasar jasa hukum yang mereka sasar jelas berfokus pada klien perusahaan. Hal itu terlihat dari 20 kategori practice area dalam survei Hukumonline. Sejumlah 19 kategori ditujukan untuk melayani kepentingan hukum perusahaan. Hanya seperlima dari 99 law firm yang melayani kategori private client untuk perkara tertentu.

 

Ketika ditanya mengenai tantangan bisnis jasa hukum, ada beragam jawaban yang diberikan dalam survei. Misalnya situasi politik yang kurang stabil disebut juga sebagai tantangan bisnis jasa hukum.

 

Semakin banyaknya law firm yang mempengaruhi persaingan harga layanan jasa hukum termasuk tantangan yang disebutkan. Bahkan tren perusahaan yang membentuk tim in house counsel  dengan banyak personel pun menjadi tantangan.

 

Corporate law firm dipacu untuk menyajikan sesuatu yang berbeda. Penawaran jasanya harus tetap relevan bagi klien dan tentunya menghasilkan keuntungan bagi firma hukum. Berikut ini Hukumonline rangkum beberapa kategori inovasi yang banyak dilakukan law firm sepanjang tahun 2019. Tentu saja dalam rangka menghadapi tantangan bisnis jasa hukum.

 

Baca:

  1. Efisiensi Kerja Berbasis Teknologi

Banyak law firm responden dalam Corporate Law Firms Ranking 2020 sudah memanfatkan kemajuan teknologi informatika. Sebut saja pengelolaan dokumen berbasis digital seperti cloud system, pengerjaan dokumen dalam sistem online terintegrasi, penggunaan artificial intelligence dalam berbagai paket aplikasi komputer, dan lain-lain telah digunakan.

 

Semua perangkat teknologi itu dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi kerja. Pekerjaan semakin leluasa dilakukan tanpa sekat ruang dan waktu. Pekerjaan tetap bisa dilakukan oleh tim bersama-sama dari luar kantor.

 

Managing Partner ABC Law, M.Wiman Wibisana berbagi pengalamannya. “Memudahkan kami berkolaborasi dengan akses dokumen digital secara real time,” kata Wiman. Law firm di Bali ini bahkan memberi akses online kepada klien dalam satu akun khusus bersama para lawyer ABC Law.

 

Klien bisa memantau pengerjaan dokumen perkaranya secara berkala. “Klien bisa memeriksa apa yang sedang kami kerjakan. Ini terintegrasi juga dengan sistem elektronik penagihan biaya,” katanya. Sistem elektronik yang digunakan dilindungi dengen enkripsi untuk mencegah kebocoran rahasia.

 

Wiman mengaku ada pencapaian kerja yang lebih baik dan komunikasi lebih transparan dengan klien.  “Kebanyakan klien di luar negeri karena segmen kami di investasi asing dan bisnis pariwisata Bali, Lombok, dan NTT,” ujarnya.

 

Hukumonline.com

  1. Integrasi Pelayanan Penunjang Bisnis

Partner HWMA Law Firm, Kukuh Komandoko Hadiwidjojo menjelaskan soal pelayanan tambahan selain jasa hukum. Semua berawal dari permintaan klien untuk menunjang keperluan bisnisnya.  “Kami bekerja sama dengan rekan-rekan penyedia jasa lainnya. Kadang klien yang sudah percaya enggan repot cari sendiri lalu minta bantuan kami,” ujarnya.

 

Pelayanan tambahan yang ia sediakan meliputi perpajakan dan audit keuangan. Termasuk pula pelayanan kenotariatan. Kukuh mengaku tidak membentuk semua unit itu di dalam HWMA Law Firm. Hanya saja ia sudah memiliki jaringan kerja sama sesuai kebutuhan bisnis kliennya.

 

Ivan F. Baely, Managing Partner Ivan Almaida Baely & Firmansyah (IABF) Law Firm menceritakan inovasi serupa. Bedanya IABF Law Firm menawarkan paket pelayanan bekerja sama dengan firma penasihat keuangan, akuntan publik, dan sekuritas. “Kami bekerja dalam satu tim secara timbal balik. Kebutuhan klien mereka bisa menyertakan ke kami dan begitu juga sebaliknya. One stop services,” kata Ivan.

 

Hukumonline.com

  1. Adaptasi Budaya Kerja

“Kami tidak menggunakan lagi time sheet wajib. Bertahun-tahun pengalaman kami itu hanya hal administratif yang membebani lawyer,” kata Kirana Diah Sastrawijaya, Senior Partner UMBRA. Kirana dan pendiri UMBRA lainnya pernah berkarier lama di berbagai law firm besar sebelumnya.

 

Salah satu keputusan mereka di UMBRA adalah menggunakan time sheet hanya jika klien memintanya dalam pelayanan dengan biaya per jam. “Kalau klien merasa cukup dengan pekerjaannya beres, tidak perlu time sheet. Kami mencari cara lain untuk kontrol tanggung jawab,” kata Kirana. UMBRA juga lebih mengedepankan penggunaan fixed fee dari berbagai paket penawarannya.

 

Dewi Djalal & Partners (DDP) Law Office melakukan pendekatan berbeda. DDP menerapkan office hour serta menghindari bekerja hingga larut malam. Ada jam masuk dan jam pulang yang dijaga konsisten.

 

“DDP punya visi menjadi law firm yang menanamkan life balance bagi semua personel. Insidental sampai larut malam bisa terjadi tapi jarang,” kata Managing Partner DDP, Dewi Djalal. Pengalamannya bekerja dengan jam ekstra di berbagai law firm besar membuat Dewi punya cara pandang lain.

 

Merujuk pengalamannya yang juga sebagai Ibu dan istri, ia ingin kehidupan sosial para lawyer di DDP tetap seimbang dengan pekerjaan. “Saya juga punya anak, pasti ingin bangun pagi masih bisa urus anak sebelum kerja, lalu saya sempat tuntaskan lanjutkan studi doktor,” ujar Dewi.

 

Baik Kirana maupun Dewi memiliki keyakinan bahwa kenyamanan budaya kerja menghasilkan performa maksimal para lawyer. “Kami bekerja happy, malah pekerjaannya bagus dan maksimal,” Dewi menambahkan.

 

Hukumonline.com

  1. Adaptasi Segmen Pasar 

Dewi mengakui ada konsekuensi dari adaptasi budaya kerja yang dipilih DDP. Terutama soal segmen pasar. “Kami memilih menjadi boutique law firm yang sebagian besar kliennya BUMN. Selektif dengan kontrak kerja, agar bekerja tidak overtime,” Dewi menambahkan.

 

Pilihan ini diyakini Dewi cukup realistis di tengah pasar jasa hukum yang makin kompetitif. Memilih segmen pasar spesifik menjadi caranya. Apalagi target mereka ingin menjaga kualitas kerja sambil membangun budaya kerja ala DDP tadi.

 

Adaptasi segmen pasar dilakukan dengan cara berbeda oleh Azwar Hadisupani Rum & Partners (AHRP). Irawady Azwar, Managing Partner bercerita soal penyajian kajian hukum mendalam untuk legal opinion dari AHRP.

 

“Yang kami tawarkan solusi hukum dengan kajian mendalam. Bukan commodity work  yang sudah banyak template seperti transaksi atau due dilligence,” kata Azwar. Ia mengaku berhasil memikat segmen pasar premium dengan cara ini. Misalnya beberapa lembaga keuangan negara dan perusahaan besar. Padahal AHRP baru berdiri di tahun 2018.

 

“Saat firma hukum besar memberikan hanya belasan lembar legal opinion, kami analisis mendalam sampai 45 lembar dan klien sangat puas. Produk hukum yang harganya sangat menjanjikan,” Azwar menambahkan. Secara terbuka pekerjaan komoditas dan urusan transaksi disebutnya tidak menjadi segmen pasar mereka.

 

Firma hukum besar seperti HHP Law Firm juga tampak melakukan adaptasi segmen pasar. Indri Pramitaswari Guritno, Partner HHP Law Firm menjelaskan soal pengembangan industry group selain practice group. “Untuk memungkinkan layanan lintas praktik yang lebih mulus, memberikan pelayanan dan jasa hukum yang terbaik dan efisien kepada klien kami,” katanya yang akrab disapa Mita.

 

Practice group adalah tim kerja dengan basis pekerjaan teknis yang ditangani. Sementara industry group berbasis sektor industri klien. Pekerjaan lintas practice group dikelola dalam paket proses bisnis industri yang dilayani. “Contoh salah satu yang kami miliki yaitu Industrial, Manufacturing & Transportation (IMT). Industry group ini dapat dilayani oleh berbagai practice group yang berbeda seperti Finance & Projects, Tax & Trade, Dispute Resolution, dan lain-lain,” Mita menjelaskan.

 

Hukumonline.com

(Kolase foto dari kiri) Irawady Azwar (Managing Partners Azwar Hadisupani Rum & Partners), Ivan F. Baely (Managing Partner IABF Law Firm), Indri Pramitaswari Guritno (Partner HHP Law Firm), Kirana Diah Sastrawijaya (Senior Partner UMBRA), Dewi Djalal (Managing Partners DDP Law Office), M.Wiman Wibisana (Managing Partner ABC Law) dan Kukuh Komandoko Hadiwidjojo (Partner HWMA Law Firm).

 

  1. Melakukan Pro Bono

Tercatat ada 21 law firm melakukan kegiatan pro bono. Inovasi ini dirasakan berdampak citra positif bagi pelayanan profesi mereka terhadap masyarakat luas. Beberapa law firm bahkan telah berpartisipasi dalam Pro Bono Awards yang juga diselenggarakan oleh Hukumonline.

 

Sejumlah 21 law firm tersebut ialah Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Ginting & Reksodiputro, SSEK Indonesia Legal Consultants, Budidjaja International Lawyers, Nurjadin Sumono Mulyadi & Partners, Bagus Enrico & Partners (BE Partners), Hendra Soenardi, Armand Yapsunto Muharamsyah & Partners (AYMP), Riki & Fernandes, LHBM Counsel, William Hendrik Esther, SHM Partnership, Oentoeng Suria & Partners (OSP), Adams & Co., Situmorang & Partners, Kantor Advokat Andrian Febrianto, WIEM Law Firm, ADCO Law, FAMS&P Lawyers, KarimSyah Law Firm, Harvardy, Marieta & Mauren (HMM). 

 

Tentu saja masih banyak inovasi lainnya dari law firm yang belum tercakup di sini. Nah, kira-kira inovasi apa yang akan law firm Anda lakukan?

Tags:

Berita Terkait