Ragam Fakta Temuan Komnas HAM dalam Kasus Penembakan 6 Laskar FPI
Berita

Ragam Fakta Temuan Komnas HAM dalam Kasus Penembakan 6 Laskar FPI

​​​​​​​Terdapat fakta-fakta yang menyatakan terjadinya pembuntutan, saling kejar hingga saling serang hingga berujung tewasnya 6 laskar FPI.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 8 Menit
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) menunjukan barang bukti berupa bagian CCTV disaksikan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kanan). Foto: RES
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) menunjukan barang bukti berupa bagian CCTV disaksikan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kanan). Foto: RES

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengumumkan temuan hasil investigasi kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Jumat (8/1). Komnas HAM menemukan berbagai fakta pada hasil investigasi yang dilakukan Tim Penyelidikan sejak 7 Desember 2020.

Dalam konferensi pers yang disampaikan Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, bahwa Tim Penyelidik Komnas HAM merumuskan terdapat enam subtansi fakta temuan. Pertama, bahwa benar pihak Polda Metro Jaya melakukan pengerahan petugas untuk melakukan pembuntutan terhadap Muhammad Rizieq Shihab (MRS) sebagai bagian dari proses penyelidikan terkait kasus pelanggaran Protokol Kesehatan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya surat tugas terhadap sejumlah anggota Direskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 05 Desember 2020 untuk melakukan pembuntutan terkait keberadaan MRS.

Kedua, didapatkan fakta juga telah terjadi upaya pengintaian dan pembuntutan terhadap MRS yang dilakukan oleh petugas yang dinyatakan bukan dari kepolisian oleh polisi sejak dari Kawasan Markaz Syariah Mega Mendung hingga ke Kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 Desember 2020.

Ketiga, didapatkan fakta adanya konsentrasi petugas keamanan berseragam lengkap pada tanggal 6-7 Desember 2020 di sejumlah titik gerbang tol, rest area dan jembatan penyeberangan di sejumlah titik sepanjang Tol Jakarta-Cikampek. Namun berdasarkan hasil penyelidikan, dipastikan bahwa konsentrasi petugas bersenjata lengkap tersebut dalam rangka proses pengawalan terhadap iringan rombongan pembawa Vaksin Covid-19 dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bio Farma Bandung.

Keempat, terkait dengan sejumlah CCTV Jasa Marga yang tidak berfungsi dengan baik pada tanggal kejadian, Tim Penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan melakukan 6 pemeriksaan langsung ke titik lokasi dan menemukan fakta bahwa telah terjadi kegagalan pengiriman rekaman gambar CCTV melalui saluran server akibat putusnya fiber optik di dalam sebuah Joint Closure CCTV. Sehingga menyebabkan tidak berfungsinya CCTV mulai dari KM 49- KM 72 ruas Tol Jakarta-Cikampek sebagaimana mestinya.

Kelima, didapatkan fakta berdasarkan keterangan saksi-saksi dan hasil analisa rekaman CCTV dan analisis rekaman percakapan (voicenote), teridentifikasi sejumlah kendaraan roda empat yang diduga melakukan pembuntutan terhadap MRS dan rombongan sejak dari Kawasan Sentul, Bogor, hingga tanggal 7 Desember 2020 (dinihari). Kendaraan roda empat tersebut antara lain, Avanza warna hitam dengan Nomor Polisi B 1739 PWQ; Avanza warna Silver dengan Nomor Polisi B 1278 KJD; mobil petugas dengan Nomor Polisi B 1542 POI; Avanza warna Silver dengan Nomor Polisi K 9143 EL; Xenia warna silver dengan Nomor Polisi B 1519 UTI; Land Cruiser dengan nomor polisi (belum teridentifikasi).

Selanjutnya, Komnas HAM menemukan fakta bahwa kendaraan jenis Avanza Silver K 9143 EL, Xenia B 1519 UTI dan B 1542 POI serta Land Cruiser diakui sebagai kendaraan petugas polisi yang pada tanggal kejadian sedang melakukan pembuntutan terhadap MRS. Sedangkan untuk kendaraan jenis Avanza B 1739 PWQ dan B 1278 KJD yang menurut keterangan saksi dan hasil identifikasi rekaman CCTV serta analisis rekaman percakapan terlibat aktif dalam pembuntutan terhadap rombongan MRS, tidak diakui sebagai mobil milik petugas Polda Metro Jaya yang sedang melaksanakan tugas pembuntutan tersebut. Kemudian, terdapat beberapa kendaraan lainnya yang setelah diidentifikasi oleh Tim Penyelidik dan tertangkap kamera CCTV melaju di bagian belakang rombongan MRS, namun belum dapat dipastikan apakah dalam rangka melakukan pembuntutan ataupun tidak.

Baca:

Keenam, kronologis singkat peristiwa meninggalnya enam orang Laskar FPI yang dilatarbelakangi adanya kegiatan pembuntutan terhadap MRS yang secara aktif dimulai sejak tanggal 6-7 Desember 2020 di saat rombongan MRS bersama sejumlah pengawal berjumlah 9 unit kendaraan roda empat bergerak dari Perumahan The Nature Mutiara Sentul ke sebuah tempat di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Kronologis tersebut bermula dari dibuntutinya mobil rombongan MRS sejak keluar gerbang komplek perumahan, masuk ke Gerbang Tol Sentul Utara 2 hingga Tol Cikampek dan keluar pintu Tol Karawang Timur. Pergerakan iringan mobil masih normal. Meskipun saksi FPI mengatakan adanya manuver masuk ke rombongan, versi polisi mengaku hanya sesekali maju mendekat dari jalur kiri tol untuk memastikan bahwa target pembuntutan berada dalam iring-iringan mobil rombongan.

Berikutnya, rombongan keluar di Pintu Tol Karawang Timur dan tetap diikuti oleh beberapa kendaraan yang melakukan pembuntutan. Sebanyak 6 mobil rombongan MRS melaju lebih dulu dan meninggalkan 2 mobil pengawal lainnya, yaitu mobil Den Madar (Avanza silver) dan Laskar Khusus (Chevrolet Spin) untuk tetap menjaga agar mobil yang membuntuti tidak bisa mendekati mobil HRS dan rombongan.

Kedua mobil FPI tersebut berhasil membuat jarak dan memiliki kesempatan untuk kabur dan menjauh, namun mengambil tindakan untuk menunggu. Akhirnya, mereka bertemu kembali dengan mobil petugas K 9143 EL serta dua mobil lainnya, yaitu B 1278 KJD dan B 1739 PWQ. Kedua mobil pengawal MRS Den Madar dan Laskar Khusus yang masing-masing berisi 6 orang melewati sejumlah ruas jalan dalam kota Karawang dan turut diikuti oleh tiga mobil pembuntut. Mereka antara lain melewati Jalan Raya Klari, melewati Jalan Raya Pantura (Surotokunto) Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Tarumanegara, Jalan Internasional Karawang Barat, hingga kembali masuk melalui gerbang Tol Karawang Barat.

Dari kejadian tersebut, didapatkan fakta telah terjadi kejar mengejar, saling serempet dan seruduk, serta berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI dengan mobil Petugas, terutama sepanjang jalan Internasional Karawang Barat, diduga hingga sampai KM 49 dan berakhir di KM 50 Tol Jakarta Cikampek.

Selanjutnya, di KM 50 Tol Cikampek, dua orang anggota Laksus ditemukan dalam kondisi meninggal, sedangkan empat lainnya masih hidup dan dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian. Terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan bahwa ini kasus narkoba dan terorisme, pengambilan CCTV di salah satu warung dan perintah penghapusan dan pemeriksaan handphone masyarakat di sana.

Petugas mengaku mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua buah senjata rakitan jenis Revolver gagang coklat dan putih, sebilah samurai, sebilah pedang, celurit, dan sebuah tongkat kayu runcing. Keempat anggota Laksus yang dibawa petugas kepolisian tersebut kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari KM 50 ke atas (menuju Polda Metro Jaya) dengan informasi hanya dari petugas kepolisian semata bahwa terlebih dahulu telah terjadi upaya melawan petugas yang mengancam keselamatan diri sehingga diambil tindakan tegas dan terukur.

Atas serangkaian termuan Komnas HAM tersebut, bahwa Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi pembuntutan terhadap MRS oleh Polda Metro Jaya merupakan bagian dari penyelidikan kasus pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang diduga dilakukan oleh MRS. Terjadinya pengintaian dan pembuntutan di luar petugas kepolisian. Serta, terdapat 6 orang yang meninggal dunia dalam dua konteks peristiwa yang berbeda.

Konteks pertama, adalah insiden sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai diduga mencapai KM 49 Tol Cikampek yang menewaskan 2 orang Laskar FPI subtansi konteksnya merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antara petugas dan laskar FPI bahkan dengan menggunakan senjata api.

Sedangkan, konteks kedua terkait peristiwa Km 50 ke atas terhadap empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa pelanggaran HAM. Komnas HAM menilai, penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap ke 4 anggota Laskar FPI.

Baca:

Respons Kepolisian

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menuturkan bahwa Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dari Komnas HAM terkait kasus kematian enam orang laskar Front Pembela Islam (FPI). "Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dari Komnas HAM," kata Irjen Argo di Kantor Bareskrim Polri seperti dikutip dari Antara, Jumat (8/1).

Menurut dia, saat ini Polri masih menunggu surat resmi dari Komnas HAM yang masuk ke Polri untuk dipelajari. Argo menegaskan bahwa Polri dalam melakukan penyidikan suatu perkara dilakukan berdasarkan keterangan saksi, tersangka, barang bukti dan petunjuk. "Penyidikan yang dilakukan Polri terkait suatu tindak pidana berdasarkan keterangan saksi, tersangka, barang bukti dan petunjuk yang nantinya hal tersebut harus dapat dibuktikan pada saat di pengadilan," kata Argo.

Menanggapi temuan tersebut, Tim Penyelidik Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan. Kemudian, Komnas HAM juga perlu mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil avanza hitam B 1739 PWQ dan avanza silver B 1278 KJD.

Lalu, Perlu juga mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI. Tim Penyelidik Komnas HAM juga, meminta proses penegakan hukum, akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar hak asasi manusia.

Nantinya, laporan Penyelidikan ini akan di sampaikan kepada Presiden dan Menkopolhukam. Komnas HAM RI berharap pengungkapan peristiwa kematian 6 (enam) Laskar FPI secara transparan, proses keadilan yang profesional dan kredibel.

Hasil Temuan Komnas HAM Penting Ditindaklanjuti

Sementara itu, Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil memandang proses investigasi Komnas HAM sudah sejalan dengan tugas dan kewenangan Komnas HAM dan investigasi juga berjalan dengan terbuka dan informatif, sehingga hasil investigasi Komnas HAM atas peristiwa Jakarta-Cikampek dapat dipertanggungjawabkan independensinya dan memenuhi unsur tanggung gugat serta sesuai standar dalam kerangka UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Atas hasil investigasi Komnas HAM, Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil mendukung hasil investigasi Komnas HAM sepenuhnya. Hasil investigasi Komnas HAM, diharapkan dapat membuka tabir kebenaran materil dan formil atas insiden meninggalnya 6 anggota FPI yang menjadi tanda tanya besar di mata publik,” jelas Direktur IMPARSIAL, Gufron Mabruri.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menyampaikan dari laporan hasil investigasi yang dipaparkan Komnas HAM diketahui, bahwa keenam anggota FPI meninggal dunia dalam dua peristiwa yang berbeda, meski masih dalam satu rangkaian. Dua di antaranya meninggal tertembak ketika masih berada di dalam mobil Chevrolet Spin milik mereka, pada saat terjadi baku tembak antara anggota FPI dengan aparat kepolisian. Sedangkan empat lainnya meninggal tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik polisi, setelah Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek.

Selain itu, pada lokasi terjadinya rangkaian insiden tersebut, juga ditemukan sejumlah proyektil dan selongsong peluru, yang berdasarkan hasil uji balistik Komnas HAM, beberapa di antaranya ada yang identik dengan senjata api organik milik aparat Kepolisian, dan sebagian lain identik dengan senjata api rakitan yang diduga milik anggota FPI, yang telah disita Kepolisian.

Deputi Direktur ELSAM, Andi Muttaqien mengatakanproses pengungkapan dan akuntabilitas harus segera dilakukan, baik yang terkait dengan penembakan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap keenam anggota FPI, dugaan kepemilikan senjata oleh anggota FPI, serta rangkaian peristiwa yang mengawalinya. Setiap tindakan yang diambil dan dilakukan oleh aparat kepolisian, meski dalam proses penegakan hukum sekalipun, harus sepenuhnya sesuai dengan standar hak asasi manusia. Hal itu berarti tindakannya musti sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, prosedur tetap internal kepolisian, serta harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dalam penggunaan senjata api.

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group, Hafiz Muhammad menyampaikanlebih jauh, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, kepolisian maupun masyarakat pada umumnya, untuk menghargai proses investigasi Komnas HAM, dan selanjutnya menjadikan hasil investigasi tersebut sebagai pijakan bersama, dalam proses akuntabilitas selanjutnya. Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani mengatakanmekanisme pengawasan internal Kepolisian juga perlu diperkuat, terutama pengawasan dari dalam institusi Kepolisian, maupun pelibatan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), guna memastikan ketepatan prosedur dari semua kerja-kerja Kepolisian. (ANT)

Tags:

Berita Terkait