Ragam Aspek Hukum yang Perlu Diperhatikan dalam Merger dan Akuisisi Lintas Batas
Utama

Ragam Aspek Hukum yang Perlu Diperhatikan dalam Merger dan Akuisisi Lintas Batas

Ada pula tantangan yang harus dimitigasi dalam merger dan akuisisi lintas batas. Seperti persoalan yurisdiksi, risiko ekonomi dan politik, kompleksitas regulasi, perbedaan budaya, perbedaan sistem hukum dan perpajakan, dan hambatan bahasa.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Partner HHR Lawyers, Bunga F Wijayanti, Pardamean Kurniawan dan Yuris A. Hakim saat menjadi pembicara dalam Workshop bertajuk Kupas Tuntas Cross Border Merger and Acqusition dalam Praktik Hukum Indonesia, Selasa (30/7/2024). Foto: HFW
Partner HHR Lawyers, Bunga F Wijayanti, Pardamean Kurniawan dan Yuris A. Hakim saat menjadi pembicara dalam Workshop bertajuk Kupas Tuntas Cross Border Merger and Acqusition dalam Praktik Hukum Indonesia, Selasa (30/7/2024). Foto: HFW

Transaksi merger dan akuisisi lintas batas atau cross border transaction semakin lumrah terjadi seiring terbukanya bisnis global. Tentunya transaksi tersebut berkaitan erat dengan berbagai isu hukum karena melibatkan yurisdiksi hukum lebih dari satu negara.

Partner Hutabarat Halim & Rekan (HHR) Lawyers, Bunga F Wijayanti berpandangan transaksi merger dan akuisisi lintas batas melibatkan para pihak yang berlokasi dan tunduk pada hukum negara lain. Transaksi tersebut tak saja sebatas investasi asing yang masuk ke Indonesia (inbound), tapi juga investasi nasional yang berinvestasi di luar negeri (outbound).

Dia mengatakan, terdapat tiga jenis dalam transaksi merger dan akuisisi lintas batas. Yakni  horizontal, vertikal dan industri berkaitan (related industry). Marger dan akuisisi horizontal berarti transaksi dilakukan para pihak dalam industri yang sama.

Kemudian, vertikal yaitu transaksi dilakukan oleh para pihak yang berasal dari bisnis berbeda. Sedangkan, industri berkaitan yakni transaksi merger dan akuisisi oleh para pihak yang mempunya hubungan erat sektor bisnis.

Baca juga:

Hukumonline.com

Bunga saat mengulas jenis dalam transaksi merger dan akuisisi lintas batas. Foto HFW

Merger dan akuisisi lintas batas ini dilakukan dengan berbagai alasan. Seperti aspek finansial sehubungan sinergi biaya dan pendapatan, arus kas dan perpajakan. Kemudian, merger dan akusisi lintas batas juga dilakukan sehubungan operasional. Seperti rantai pasok dan geografi seperti ekspansi pasar.

Berbagai tantangan yang perlu diperhatikan pada merger dan akuisisi lintas batas. Seperti  permasalahan yurisdiksi, risiko ekonomi dan politik, kompleksitas regulasi, perbedaan budaya, perbedaan sistem hukum dan perpajakan, dan hambatan bahasa.

“Tantangan ini kami kelompokan menjadi enam,” ujarnya dalam seminar bertajuk ‘Kupas Tuntas Cross Border Merger and Acqusition dalam Praktik Hukum Indonesia’, Selasa (30/7/2024).

Selanjutnya, merger dan akuisisi lintas batas juga memerlukan uji tuntas hukum atau legal due dilligence (LDD). Dia menilai, LDD  diperlukan untuk melindungi kepentingan investor. Aspek legal yang diperhatikan antara lain hukum suatu negara, batasan investasi asing, perasingan usaha.

Kemudian perlindungan kekayaan intelektual, ketenagakerjaan dan hubungan industri, penentuan penyelesaian sengketa, perlindungan data pribadi, kepatuhan terhadap hukum asing serta penegakan hukumnya.

Partner HHR Lawyers, Pardamean Kurniawan menambahkan, LDD adalah suatu pemeriksaan hukum, berupa kajian terhadap fakta, informasi dan dokumen-dokumen yang dilakukan oleh konsultan hukum atas obyek hukum tertentu guna memfasilitasi pelaksanaan transaksi komersial tertentu.

Hukumonline.com

Pardamean Kurniawan saat menjelaskan pentingnya legal due dilligence. Foto: HFW

Hasil uji tuntas atau pemeriksaan hukum kemudian dituangkan dalam suatu laporan resmi yang dikenal dalam praktik dengan istilah ‘Legal Due Diligence Report’ atau ‘Laporan Hasil Pemeriksaan Hukum (LHPH)’ atau ‘Laporan Uji Tuntas dari Segi Hukum’. Selanjutnya, aspek penyelesaian sengketa transaksi merger dan akuisisi lintas batas ini juga harus diperhatikan.

Partner HHR Lawyers, Yuris A Hakim menyampaikan sengketa internasional terdapat dua jenis yaitu kontraktual dan non-kontraktual. Sengketa kontraktual yaitu timbul antara para pihak yang terikat dalam perjanjian atau perikatan, yang mana sengketa tersebut terikat dengan hubungan kontraktual.

“Sedangkan non-kontraktual yaitu sengketa antara para pihak yang tidak terikat dalam suatu hubungan kontraktual atau sengketa yang tidak mengenal atau tidak terikat dengan hubungan kontraktual yang ada,” paparnya.

Hukumonline.com

Yuris A Hakim memaparkan soal jenis sengketa internasional. Foto: HFW

Para pihak yang bersengketa dapat menentukan badan penyelesaian yang sesuai. Seperti arbitrase asing, arbitrase lokal, pengadilan negeri dan pengadilan asing. Kemudian, dia juga memaparkan pentingnya memperhatikan penentuan hukum (choice of law) dan forum (choice of forum) yang ditentukan dalam penyelesaian sengketanya.

Tags:

Berita Terkait