Dia mengapresiasi positif sikap MK melalui putusan MK No. 35 Tahun 2018 ini, karena tetap konsisten mengutip pertimbangan Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014 dan Putusan MK No. 36/PUU-XIII/2015 bertanggal 29 September 2015 yang menyatakan:
“Berkaitan keinginan sebagian anggota Advokat yang menghendaki bentuk organisasi Advokat tetap bersifat organisasi tunggal (single bar) atau akan dilakukan perubahan menjadi bentuk organisasi multi organ (multibar), hal tersebut juga telah ditegaskan dalam putusan Mahkamah, dimana Mahkamah telah berpendirian bahwa hal ini merupakan bagian dari kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang untuk menentukan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi advokat di Indonesia.”
Dia mengklaim Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014 dan Putusan MK No. 36/PUU-XIII/2015 secara eksplisit menyebutkan eksistensi KAI sebagai organisasi advokat. Dengan demikian, KAI berhak menjalankan wewenangnya menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian advokat, mengangkat advokat dan mengusulkan anggotanya untuk mengucapkan sumpah atau janji pada sidang terbuka di Pengadilan Tinggi. “KAI mengucapkan selamat kepada seluruh Advokat Indonesia atas putusan Mahkamah yang tetap memberi kebebasan dan kemadirian kepada organisasi advokat.”
Menurutnya, putusan ini semakin meneguhkan agar jangan menutup mata terhadap masa depan dunia advokat yang multibar. Terpenting diperhatikan, pendapat MA dan politik hukum pemerintah untuk mendorong pembentuk UU agar membahas kembali RUU Advokat yang secara history juga telah diperjuangkannya. “Ini kesempatan baik, karena itu saya mengajak kepada DPN PERADI untuk duduk bersama-sama dengan DPP KAI merumuskan RUU Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia yang disesuaikan perkembangan zaman,” harapnya.