Putusan Syarat Capres-Cawapres Dinilai Langgar Asas Erga Omnes
Utama

Putusan Syarat Capres-Cawapres Dinilai Langgar Asas Erga Omnes

Karena masuk ranah/wilayah politik dan bersifat individual. Putusan MK ini juga dinilai mempermainkan perasaan publik karena mengubah substansi putusan dengan materi pengujian pasal yang sama secara drastis.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

"Tapi, justru yang dikabulkan dalam perspektif yang sangat individual. Yang mengajukan terinspirasi oleh tokoh dan langsung disebutkan namanya. Artinya apa, ini sudah sangat jelas sekali, bahwa MK itu sudah mengarah kepada kepentingan politik praktis," tegasnya.

Menurutnya, putusan yang mengubah syarat usia capres-cawapres menjadi minimal berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, memberi ruang kepada seseorang secara individu. "Padahal, putusan MK itu tidak boleh bersifat menguntungkan kepentingan individu tertentu, itu melanggar asas erga omnes (berlaku final dan mengikat seluruh Warga Negara Indonesia, red). Ini memberikan ruang kepada seseorang secara individual. Ini politis dan individual," bebernya.

Ia menegaskan putusan MK ini sudah bersifat final dan mengikat, dalam beberapa hari ke depan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan membuka pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden mulai Kamis 19 Oktober 2023. "Ini final dan mengikat. (untuk mengubah putusan itu) yang paling mungkin mengajukan permohonan lagi, namun itu tidak bisa berlaku surut."

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan MK tersebut mengandung sejumlah masalah terutama lantaran diputuskan menjelang masa pendaftaran capres-cawapres di KPU, sehingga komitmen syarat pencapresan yang dibuat UU Pemilu menjadi berantakan.

Ia melihat putusan ini mengandung drama yang sangat menonjol dengan mempermainkan perasaan publik. Sebab, 3 pengujian UU Pemilu awalnya ditolak dengan berbagai argumentasi yang dibangun, tetapi di salah satu pengujian UU Pemilu yang lain dengan pasal yang sama justru dikabulkan.

“Seluruh putusan yang dibacakan pagi hari dengan berbagai argumentasi yang dianggap menegakkan nilai-nilai konstitusional. Tapi, tiba-tiba putusan di sore harinya berbalik arah 180 derajat, mengabulkan. Ini mempermainkan perasaan publik,” kata Feri.     

Untuk diketahui, dalam pertimbangan putusan MK ini, Mahkamah menjelaskan ada 2 ‘pintu masuk’ dari segi syarat usia pada norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 yaitu berusia 40 tahun atau pernah/sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui pemilu. Pemenuhan terhadap salah satu dari dua syarat tersebut adalah valid dan konstitusional.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait