Putusan PTUN Jakarta Batalkan Pengangkatan Suhartoyo, Berbahaya bagi Putusan Etik Hakim
Terbaru

Putusan PTUN Jakarta Batalkan Pengangkatan Suhartoyo, Berbahaya bagi Putusan Etik Hakim

Logika putusan PTUN Jakarta berbahaya karena mengklaim punya kewenangan menguji putusan lembaga etik hakim. Posisi MKMK sama seperti Komisi Yudisial dan Bawas MA yang berlandaskan independensi kekuasaan kehakiman.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Foto: RES
Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Foto: RES

Langkah  Mahkamah Konstitusi (MK) mengajukan banding terhadap putusan PTUN Jakarta bernomor 604/G/2023/PTUN.JKT yang membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK dinilai tepat. Sebab putusan PTUN Jakarta bernomor 604/G/2023/PTUN.JKT perlu dilakukan ‘perlawanan’.

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengamini langkah hukum MK mengajukan banding. Dalam perkara di PTUN Jakarta itu, Bivitri sebagai ahli untuk memberikan keterangan yang menguatkan argumentasi MK.

“Saya salah satu saksi ahli untuk MK dalam perkara ini. Dalam putusan juga ada keterangan itu. Jadi dengan posisi itu pendapat saya adalah ini putusan tidak tepat,” kata Bivitri dikonfirmasi, Senin (18/08/2024).

Bivitri menyoroti sedikitnya 2 hal dalam putusan tersebut. Pertama, membatalkan Keputusan MK No.17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028. MK diperintahkan untuk mencabut SK tersebut. Walau tak sependapat dengan amar putusan ini, tapi boleh dibilang yang dipersoalkan tentang administratif yakni SK pengangkatan Suhartoyo.

Baca juga:

Logika putusan PTUN Jakarta yakni MK harusnya membuat SK pemberhentian Anwar Usman, lalu menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk mengangkat Suhartoyo sebagai Ketua MK.  Bagi Bivitri, logika tersebut keliru. Menurutnya, SK pemberhentian untuk Anwar Usman tak lagi diperlukan karena ini merupakan konsekuensi logis dari putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Kedua, lebih bermasalah amar putusan yang menyatakan mengabulkan permohonan penggugat untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai hakim konstitusi.  Sebab melalui amar ini PTUN Jakarta telah menilai putusan MKMK. Padahal wilayah kedua lembaga itu berbeda, termasuk penalaran hukum yang digunakan yakni MKMK menggunakan dasar etik dan PTUN soal administrasi pemerintahan.

Tags:

Berita Terkait