Putusan MK Tidak Berdampak Pada Peraturan Lain Soal PKI
Berita

Putusan MK Tidak Berdampak Pada Peraturan Lain Soal PKI

Keputusan Mahkamah Konstistusi (MK) yang membatalkan pasal 60 (g) UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum hanya berdampak pada perubahan pasal tersebut. Keputusan MK itu tidak berdampak pada peraturan-peraturan lain yang menyangkut Partai Komunis Indonesia.

Nay
Bacaan 2 Menit
Putusan MK Tidak Berdampak Pada Peraturan Lain Soal PKI
Hukumonline
Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam diskusi "Implikasi Sosio-Politis dan Yuridis terhadap putusan MK tentang eksistensi eks anggota PKI sebagai Caleg", yang diselenggarakan oleh Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (9/03). 

"Akibat hukum yang ditimbulkan oleh putusan itu, hanya pasal 60 huruf g itu tidak berlaku lagi, yang berarti eks anggota PKI boleh dipilih sebagai caleg," ujar Abdul Hakim.

Mengenai masih banyaknya peraturan perundang-undangan lain yang juga diskriminatif terhadap eks anggota PKI, menurut Abdul Hakim, putusan MK itu tidak berdampak apapun pada peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut.

"Soal Partai Komunis Indonesia, putusan MK tidak berbicara apa-apa tentang PKI, putusan MK hanya berbicara tentang orang yang mengalami diskriminasi dalam hak politiknya, karena ia terkait PKI," cetusnya.

Karena itu, Hakim menegaskan, putusan MK tersebut tidak berpengaruh apapun terhadap Ketetapan MPRS No XXV Tahun 1966 yang berisi pembubaran PKI dan larangan penyebaran ajaran komunis. Apalagi,  Hakim menilai Tap MPRS tersebut sudah tidak ada rohnya dan sudah tidak relevan lagi.

Hal yang sama disampaikan oleh anggota Komisi II DPR, Hamdan Zoelva. Hamdan mencontohkan masih adanya pasal yang melarang mereka yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI untuk menjadi calon presiden dalam UU Pemilihan Presiden. Pasal 6 huruf s UU Pemilihan Presiden melarang mereka yang terlibat langsung G.30.S/PKI untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Namun, berbeda dengan UU Pemilu yang melarang mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam G.30 S/PKI, UU Pemilihan Presiden hanya melarang mereka yang terlibat secara langsung.

Mengenai Tap MPRS, Hamdan menyatakan bahwa saat itu status TaP MPR memang masih kabur. Dalam Sidang Tahunan MPR 2003 lalu, beberapa Tap MPR, termasuk Tap MPRS No XXV/1966 dinyatakan tetap berlaku sampai adanya Undang-undang yang mengatur lebih jauh.

"Tapi masih berlaku sebagai apa. Kalau masih berlaku sebagai Tap MPR, menjadi rancu karena tidak jelas dimana posisinya. Jika berlaku sebagai UU,Tap itu juga bukan UU," tukas politisi dari Partai Bulan Bintang ini.

Meski secara hukum putusan MK tidak memiliki dampak terhadap peraturan perundangan lain, Hakim berpendapat putusan MK tersebut dapat membuka pintu bagi kelompok-kelompok masyarakat yang hak dan kepentingannya dirugikan oleh adanya suatu undang-undang untuk mengajukan permohonan judicial review ke MK.

Komnas HAM sendiri, menurut Hakim, sedang mengkaji kemungkinan untuk mengajukan judicial review ke MK. Dasarnya, dalam UU MK dinyatakan bahwa  lembaga negara dapat menjadi pemohon judicial review. Dalam penjelasan UU itu  disebutkan bahwa permohonan itu harus berkenaan dengan hak-hak konstitusional.

"Persoalannya, apakah Komnas HAM sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak konstitusional atau tidak," ujarnya. "Tapi yang jauh lebih penting, Komnas HAM sebagai lembaga negara, walaupun tidak sebagai pemohon tetap bisa memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat  yang hak-haknya dirugikan oleh UU tertentu untuk mengajukan permohonan ke MK baik dalam bentuk bantuan pemikiran, teknis maupun apa saja," demikian Hakim.

Tags: