Putusan MK Syarat Usia Capres-Cawapres Dinilai Menciderai Proses Pemilu
Terbaru

Putusan MK Syarat Usia Capres-Cawapres Dinilai Menciderai Proses Pemilu

Koalisi masyarakat sipil pesimis dapat meraih proses dan hasil pemilu yang demokratis pasca putusan MK90/ PUU-XXI/2023. Praktik nepotisme antara penguasa dan MK merupakan bentuk perusakan demokrasi dan hukum di Indonesia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Julius Ibrani dalam satu persidangan di MK. Foto: Humas MK
Julius Ibrani dalam satu persidangan di MK. Foto: Humas MK

Putusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU-XXI/2023 atas uji materil Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu kian menjadi polemik. Kendati putusan MK bersifat final dan mengikat, dan putusan yang membuka peluang calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) di bawah usia 40 tahun sepanjang pernah atau sedang menjabat kepala daerah. Putusan tersebut bagi banyak kalangan, antara lain koalisi masyarakat sipil dianggap menciderai proses penyelengggaraan pemilu.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Julius Ibrani berpandangan putusan MK 90/PU-XXI/2023 merupakan bentuk kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang terang benderang. Setidaknya ditengarai ada pertalian antara penguasa untuk kepentingan keluarga, bukan kepentingan bangsa.

Dia menilai, kondisi tersebut bertentangan dengan semangat reformasi yang memandatkan pentingnya menolak segala bentuk nepotisme sebagaimana Ketetapan (TAP) MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Begitupula UU No. 28 Tahun 1999 tentang tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Praktik nepotisme antara penguasa dan MK ini merupakan bentuk perusakan pada  demokrasi dan hukum di Indonesia yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (4/11/2023).

Baca juga:

Pria yang menjabat Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) itu menilai, proses awal pesta demokrasi yang diwarnai putusan MK  No.90/PUU-XXI/2023 tentu menciderai proses pemilu yang masih berjalan. Sedari awal kekuasaan sudah menggunakan kekuatannya untuk mengintervensi hukum dalam rangka melanggengkan dinasti politiknya.

Koalisi, kata pria biasa disapa Ijul itu, pesimis dapat meraih proses dan hasil pemilu yang demokratis pasca putusan MK. Soalnya tangan kekuasaan ditengarai bekerja mengintervensi lembaga konstitusi. Karenanya proses pemilu sedari awal dinilai cacat secara politik pasca putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023

Tags:

Berita Terkait