Putusan MK Momentum Reformasi Penyusunan APBN
Berita

Putusan MK Momentum Reformasi Penyusunan APBN

Perlu meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan keuangan negara untuk membiayai pembangunan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Putusan MK Momentum Reformasi Penyusunan APBN
Hukumonline
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memangkas wewenang Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Pengamat Ekonomi Hendri Saparini menilai, putusan MK ini bisa dijadikan momentum untuk melakukan reformasi penyusunan APBN menuju ke arah yang lebih baik. Tidak hanya sekadar menutup celah-celah korupsi, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

“Putusan MK ini tidak hanya untuk menutup celah korupsi saja, tetapi juga dijadikan momentum untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran,” kata Hendri di Jakarta, Rabu (28/5).

Untuk itu, Hendri mengatakan yang dibutuhkan tidak hanya reformasi penganggaran, tetapi juga diperlukan model perencanaan pembangunan yang komprehensif dan terintegrasi antarsektor dan antara pusat dan daerah. Penguatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas sangatlah penting dalam mengintegrasikan kebijakan dan program pembangunan.

Tanpa adanya terobosan kebijakan dan pembenahan dalam proses perencanaan dan penganggaran secara fundamental, maka program-program pemerintah yang akan dating pada akhirnya akan menjadi janji-janji sulit untuk diimplementasikan.

Hendri memberi catatan, selama sepuluh tahun terakhir APBN telah mengalami peningkatan dari Rp472,2 triliun pada 2004 menjadi Rp1726,2 triliun pada 2013. Bila muara permasalahan APBN tidak segera dibenahi, maka kenaikan itu tidak akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan dana pembangunan.

Selain belanja terikat, lanjutnya, APBN masih memiliki segudang masalah, seperti beban subsidi BBM yang semakin besar akibat tidak adanya strategi kebijakan yang bersifat komprehensif dan dilakukan secara konsisten. “Seperti bagaimana menciptakan mekanisme yang dapat mempercepat dan memaksimalkan penyerapan anggaran khususnya pada belanja modal sehingga pembangunan infrastruktur dapat dipacu, serta sejumlah permasalahan lainnya,” jelas Hendri.
Peningkatan porsi anggaran yang terikat (mandatory spending) menyedot lebih dari 50 persen belanja negara dan mengurangi porsi anggaaran tidak terikat (discretionary spending) yang semakin kecil. Masalah-masalah ini, katanya, perlu mendapat pemecahan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan keuangan negara untuk membiayai pembangunan.

“Pelaksanaan Undang-Undang terkait kewajiban pemerintah dalam pemenuhan dasar juga perlu terobosan. Misalnya, UU Kesehatan yang harus segera mendapatkan prioritas karena merupakan salah satu kebutuhan dasar yang masih terabaikan dan sangat vital dalam peningkatan daya saing SDM,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait