Putusan MA Dinilai Keliru Terkait Fungsi Paralegal
Utama

Putusan MA Dinilai Keliru Terkait Fungsi Paralegal

Kemenkumham akan membuat kembali aturan mengenai peran dan fungsi paralegal dengan melibatkan paralegal di Indonesia termasuk advokat.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS

Meski dikabulkan, putusan uji materi atas Permenkumham No.1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum yang menyatakan paralegal tidak dapat memberikan bantuan hukum di pengadilan dikritik kalangan pegiat bantuan hukum. Sebab, putusan uji materi bernomor 22 P/HUM/2018 ini mengakibatkan inkonsisten (kekeliruan) mengenai definisi dan fungsi paralegal, sehingga menjadi kabur.  

 

“Putusan ini menjadi sejarah yang salah karena perspektif hakim sudah cenderung menetapkan paralegal sebagai pembantu advokat dan terjadi inkonsistensi dalam pengertian paralegal,” kata Sekretaris Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani saat dihubungi Hukumonline, Senin (9/7/2018). (Baca Juga: MA Tegaskan Paralegal Tak Boleh Tangani Perkara di Pengadilan)

 

Julius mengungkapkan pertimbangan putusan MA menyebut tidak ada satu UU pun yang mendefinisikan paralegal termasuk UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan hukum. Sebab, UU Bantuan Hukum tidak tegas mendefinisikan paralegal itu seperti apa. Namun, putusan MA ini justru menggunakan definisi paralegal dari sisi pemohon.

 

“Nah, terjadi inkonsistensi disini, seharusnya jika definisi paralegal belum ada. Maka, jangan (mengambil) mendefinisikan dengan yang lain,” kata dia.

 

Menurut Julius, para pemohon yang berprofesi sebagai advokat dalam permohonan uji materi Permenkumhan ini menggunakan definisi yang sebenarnya tidak (lazim) berkembang di Indonesia. Padahal, perkembangan paralegal di Indonesia untuk menjalankan fungsi-fungsi bantuan hukum tak lepas dari tugas dan tanggung jawab negara, tetapi negara lalai dalam melaksanakannya.

 

Dalam sejarahnya, Julius menilai tugas dan fungsi antara advokat dan paralegal memamg berbeda. Karenanya, UU No. 18 Tahun tentang Advokat tidak bisa menjadi pijakan/pedoman terbitnya Permenkumhan Paralegal tersebut. Sebab, advokat menjalankan fungsi profesinya secara individu. Sementara paralegal menjalankan fungsi bantuan hukum yang juga menjadi tanggung jawab negara.

 

“Kita ketahui kerja advokat yang juga melaksanakan tugas probono (bantuan hukum gratis) ini sangat minim sekali. Makanya, diperlukan paralegal untuk melakukan tugas dan fungsi bantuan hukum secara gratis,” tegasnya.

 

Dia mengingatkan tugas paralegal yang dapat bersidang di pengadilan secara litigasi dan non litigasi tidak hanya ada di Permenkumham No. 1 Tahun 2018, tetapi juga diatur dalam UU Bantuan Hukum dan Pasal 13, 14, 15 dan Pasal 16 PP No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

 

“MA membatalkan Pasal 11 dan Pasal 12 merupakan ‘jantung’ dari Permenkumhan No. 1 Tahun 2018, sehingga secara otomatis pasal-pasal lain serta merta tidak berlaku lagi,” katanya.

 

Bahkan, menurutnya secara tidak langsung pasal yang terdapat dalam UU Bantuan Hukum dan PP No. 42 Tahun 2013 itu tidak bisa dilaksanakan akibat adanya putusan MA ini. Mulai dari Pasal 9 dan seterusnya UU Bantuan Hukum serta Pasal 13, 14, 15, dan Pasal 16 PP No. 42 Tahun 2013.

 

Memperjelas fungsi paralegal

Karena itu, dia meminta agar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memperjelas definisi, fungsi dan instrumen mengenai paralegal agar tidak menimbulkan multitafsir dalam implementasinya. “Tidak hanya merevisi Permenkumham tersebut, tetapi juga merevisi UU Bantuan Hukum untuk memperjelas mengenai definisi dan fungsi paralegal,” harapnya.

 

Kasubdid Bantuan Hukum BPHN, Masan Nurpian menghormati putusan MA yang membatalkan fungsi paralegal dalam Permenkumham. Dia mengakui memang definisi dan fungsi dari paragelal belum secara jelas diatur. Karena itu, pihaknya akan membahas dan membentuk kembali aturan mengenai paralegal ini dengan melibatkan LBH, LSM dan paralegal yang ada di Indonesia termasuk advokat yang menjadi pemohon perkara ini.

 

“Ini agar dapat menghasilkan aturan yang jelas mengenai definisi, tugas, dan fungsi paralegal,” kata Masan saat dihubungi Hukumonline.

 

Dia pun tak menampik bahwa selama ini bantuan hukum secara gratis dilakukan oleh paralegal. “Sangat sedikit advokat yang dapat memberi bantuan hukum secara cuma-cuma. Untuk itu, diperlukan aturan yang lebih jelas,” kata dia.

 

Menurutnya, paralegal sebenarnya tidak mengambil peran dan fungsi dari advokat. Paralegal pun bisa melakukan bantuan hukum di pengadilan secara litigasi dan nonlitigasi tanpa mengambil alih fungsi advokat. Ia mencontohkan seperti paralegal yang melakukan advokasi atau bantuan hukum di tingkat penyidikan dan penyelidikan. “Itu sangat diperlukan, makanya ini perlu aturan definisi fungsi paralegal yang jelas,” katanya.

Tags:

Berita Terkait