Putusan Komwas untuk BW Dinilai Cacat, Timbang Sebut Otto Main Politik
Berita

Putusan Komwas untuk BW Dinilai Cacat, Timbang Sebut Otto Main Politik

“Apa kami harus membuat dia bersalah? Itu berdosa. BW itu nggak bersalah,” ujar Timbang.

RIA
Bacaan 2 Menit
Direktur Komisi Pengawas Advokat Indonesia Timbang Pangaribuan. Foto: RES.
Direktur Komisi Pengawas Advokat Indonesia Timbang Pangaribuan. Foto: RES.

Direktur Komisi Pengawas (Komwas) Advokat Indonesia Timbang Pangaribuan tak terima dengan pernyataan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Otto Hasibuan yang menyebut putusan Komisi Pengawas yang memeriksa dugaan pelanggaran Bambang Widjajanto (BW) cacat.

Dalam rilisnya, Otto memaparkan terdapat enam butir masalah yang menyebabkan putusan Komwas cacat dan tidak sah, serta tidak dapat mengikat pihak ketiga termasuk Polri. Butir pertama permasalahan yang disebutkan dalam rilis yang hukumonline terima adalah soal ketidaktahuan DPN PERADI atas adanya keputusan tersebut.

Tidak tahunya DPN PERADI soal putusan ini justru berbalik menjadi satu bumerang bagi Otto. “Loh kenapa ngga tau? Emang dia ngga baca? Pertama dia buat rilis itu. Dia ngga pernah baca. Kalau dia baca, dia ngga akan keluarkan statement itu,” ujar Timbang, Selasa (27/5).

Padahal, sebut Timbang, ia telah mengirimkan salinan putusan dengan nomer register perkara No. 025/Komwas/PERADI/2015 tersebut kepada Otto.

Selain karena alasan ketidaktahuan, DPN PERADI juga mengemukakan lima alasan lainnya yaitu Komwas tidak berwenang menyatakan bersalah atau tidaknya seorang terperiksa sebab yang berwenang adalah Dewan Kehormatan PERADI. Komwas hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi yang nantinya ditentukan oleh DPN PERADI akan diteruskan ke Dewan Kehormatan atau tidak.

Otto juga memaparkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Komwas tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi penyidikan oleh penegak hukum. Berikutnya rekomendasi Komwas seharusnya bersifat rahasia dan tidak boleh dipublikasikan, dan surat rekomendasi Komwas seharusnya ditandatangani oleh ketua dan sekretaris, sedangkan surat rekomendasi terkait BW tidak ada tanda tangan sekretaris.

Dari apa yang dipaparkan Otto, Timbang tak segan-segan menuduh tindakan Otto karena dilatarbelakangi oleh satu tujuan tertentu. “Kenapa otto mengatakan sedemikian rupa? Nah itu ada politiknya. Dia yang berpolitik. Kita tidak berpolitik. Otto itu berpolitik, saya tahu. Tapi kita (Komwas) tidak terlibat di situ,” tukasnya.

Pasalnya, sebut Timbang, mempertanyakan mengapa hanya dalam kasus BW yang diperlakukan seperi ini. Apalagi, mempersoalkan kerahasiaan putusan. Padahal, Timbang menyampaikan sudah banyak statement hasil putusan sidang pleno Komwas yang diberikan ke media sebelumnya. Apalagi, sebagai satu lembaga negara, sudah sepatutnya Komwas bersifat transparan atas hasil putusannya.

“Kecuali kita menjalankan tugas kita sebagai advokat. apa yang menjadi kepentingan klien kita itu baru lah rahasia,” tukasnya.

“Politiknya si Otto ini sudah kebaca. Dia ngga dapat izin keramaian melaksanakan Munas di Pekanbaru. Dibuatlah politik ini. Itu juga permintaan dari pejabat negara. Saya ngga perlu sebut-lah namanya,” ujar Timbang yang terdengar agak emosional dari ujung telepon.

Urusan Dewan Kehormatan

Otto menyebutkan yang berhak memutus bersalah atau tidak bersalahnya seorang terperiksa adalah Dewan Kehormatan. Timbang pun tak menyangkalnya. Ia membenarkan hal tersebut.

Namun, yang terjadi dalam pemeriksaan BW, disampaikan oleh Timbang, tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa BW telah melakukan satu pelanggaran kode etik.

Putusan Komwas secara lengkap berbunyi:

Bahwa setelah mendengar penjelasan panel, komisi pengawas advokat dan pendapat-pendapat dalam pleno disimpulkan bahwa sampai sekarang berdasrakna fakta dan bukti dari keterangan pengadu dan dua orang saksi belum ditemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka sidang pleno Komisi Pengawas Advokat Indonesia pada hari Senin tanggal 27 April memutuskan:

1.    Menyatakan pengaduan H. Sugianto Sabran dan Eko tidak dapat diterima;

2.    Menyatakan tidak cukup fakta dan bukti untuk dilimpahkan ke Dewan Kehormatan.

“Dari amar putusan tersebut, logikanya memang garis besarnya, dalam kurungnya, ‘BW tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik’. Jadi ya bisa kita sebut tidak bersalah. Apa kami harus membuat dia bersalah? Itu maunya ketua umum? Itu sudah salah. Itu berdosa. Berarti kami tuh sudah melanggar sumpah. BW itu ngga bersalah,” tutur pria yang tercatat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPN PERADI versi Juniver Girsang ini.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan menilai tuduhan Timbang bahwa dirinya “bermain politik” menagda-ada. “Apa ada kaitannya? Kita izin munas sudah dapat. Kita udah ada izin dari Polda sana udah dapat. Lagipula apa kaitannya dengan ini? Nggak ada kaitan,” ujarnya, Kamis (28/5).

Ini kan Komwas kan. Apa kaitannya dengan ini? Nggak nyambung, menurut saya,” tambahnya.

Otto menegaskan bahwa DPN PERADI hanya ingin menegakan hukum tanpa pernah berpikir untuk siapa-siapa. Jadi, tuduhan adanya “permainan politik” agar mendapat izin untuk menggelar munas jauh panggang dari apa. “Jauh banget. Nggak ada kaitannya,” tegas Otto lagi.

Lebih lanjut, Otto tetap mempersoalkan putusan Komwas itu karena dihasilkan tanpa rapat pleno. Apalagi, lanjutnya, Timbang mengakui bahwa memang tidak ada rapat pleno atas putusan itu. “Jadi, yang paling berbahaya di sini adalah di dalam surat yang ditandatangani oleh Denny Kailimang disebutkan di situ ‘setelah mendengarkan pendapat dari pleno’, padahal pleno itu nggak ada,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait