Putusan DKPP ‘Copot’ Jabatan Ketua KPU Diwarnai Dissenting dan Abstain
Berita

Putusan DKPP ‘Copot’ Jabatan Ketua KPU Diwarnai Dissenting dan Abstain

Terhadap putusan DKPP Nomor: 123-PKE-DKPP/X/2020 majelis DKPP, Mochammad Afifuddin menyatakan tidak berpendapat (abstain) dan Pramono Ubaid Tanthowi memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Bagi Pramono, jika jabatan Ketua KPU RI diemban nama lain, maka orang tersebutlah yang akan menandatangani surat dimaksud. Artinya, Arief Budiman menandatangani surat dimaksud dalam kedudukannya sebagai Ketua KPU RI, bukan dalam kedudukannya sebagai pribadi.

Ketiga, Arief mengirimkan surat KPU RI No. 663/SDM.12 -SD/05/KPU/VIII/2020 tersebut setelah yang bersangkutan melakukan komunikasi intensif dengan Kementerian Sekretariat Negara. Pada awalnya menyatakan Evi Novida Ginting Manik dapat menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta No.82/G/2020/PTUN-JKT dengan secara langsung aktif sebagai anggota KPU RI tanpa menunggu keluarnya Keppres.

Melalui komunikasi tersebut KPU tidak bersedia dengan kesepakatan itu, dan memohon kepada Presiden (melalui Kementerian Sekretariat Negara) untuk mengeluarkan Keppres (baru, red). Sebab Keppres tersebut bukan hanya diperlukan untuk mengaktifkan Evi Novida Ginting Manik sesuai Putusan PTUN Jakarta No.82/G/2020/PTUN-JKT, tapi juga menjadi dasar untuk mengembalikan hak-hak lain Evi Novida Ginting.

Keempat, Pramono berpendapat sekalipun tindakan Arief membubuhkan tanda tangan dalam surat No. 663/SDM.12-SD/05/KPU/VIII/2020 dianggap sebagai pelanggaran, tindakan tersebut tidak termasuk pelanggaran berat yang menciderai integritas proses atau integritas hasil-hasil Pemilu/Pilkada, atau pelanggaran etika berupa tindak asusila yang selama ini sering mendapatkan sanksi yang paling berat baik berupa pemberhentian tetap atau pemberhentian dari jabatan tertentu.

“Dengan menandatangani surat dimaksud, Arief Budiman tidak memiliki niat jahat untuk memanipulasi proses atau hasil pemilu/pilkada,” tegasnya.

Dia menilai Arief tidak memiliki niat jahat untuk melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu/pilkada. Dia juga tidak melakukan tindakan asusila atau tindakan tercela lain seperti menerima suap atau gratifikasi. “Seandainya, sekali lagi saya tegaskan seandainya, tindakan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran, maka saya berpandangan Arief Budiman tidak selayaknya dijatuhi sanksi paling berat, baik berupa pemberhentian tetap sebagai anggota dan jabatan ketua atau pemberhentian dari jabatan ketua.”

Menanggapi putusan itu, selaku Teradu, Arief Budiman, mengatakan biasanya secara resmi akan mendapat salinan putusan berupa hard copy. Dia akan mempelajari terlebih dulu salinan putusan tersebut sebelum menentukan sikap. “Satu saja yang ingin saya tegaskan bahwa saya tidak pernah melakukan kejahatan pemilu,” kata Arief dalam pesan singkatnya kepada wartawan.

Tags:

Berita Terkait