Puteh Di-Non Aktifkan, Kuasa Hukum Akan Gugat ke PTUN
Utama

Puteh Di-Non Aktifkan, Kuasa Hukum Akan Gugat ke PTUN

Kuasa Hukum Abdullah Puteh menyatakan akan menggugat ke PTUN bila presiden mengeluarkan Inpres tentang penonaktifan Puteh sebagai Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Nay
Bacaan 2 Menit

Harun menambahkan, presiden bukan merupakan atasan langsung gubernur, sebagaimana dimaksudkan dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK. Dalam pasal 12 ayat 1 butir e disebutkan KPK berwenang memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk meberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.

Namun, praktisi hukum Bambang Widjajanto tidak sepakat dengan pendapat Harun. Menurutnya, Inpres yang dikeluarkan oleh Presiden bukan memberhentikan Puteh sebagai Gubernur NAD, melainkan mencabut kewenangan Puteh selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD).   

Mekanisme pemberhentian kepala daerah sebagaimana disebutkan Harun, menurut Bambang hanya berlaku bila situasi normal. Sedangkan saat ini, yang berlaku di Aceh adalah darurat sipil.

Karena itu, presiden sebagai Penguasa Darurat Sipil dapat  mencabut kewenangan Puteh selaku Pejabat Darurat Sipil Daerah. "Presiden bisa mengalihkan itu, ia tunjuk Menko Polkam, nggak ada soal," cetus Bambang. Dasar yang digunakan presiden, menurutnya, adalah UU No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, bukan UU Otonomi Daerah.

Seperti dikemukakan oleh Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet, Bambang Kesowo, Senin (19/7), Presiden akan mengeluarkan tiga Inpres dalam pekan ini. Inpres pertama akan berisi perintah kepada Puteh untuk menaati dan memenuhi jadwal pemeriksaan KPK. Inpres kedua berisi perintah pada Wakil Gubernur NAD untuk melaksanakan tugas gubernur selama Puteh menjalani pemeriksan KPK. Instruksi ketiga, tugas penguasa darurat sipil daerah sehari-hari langsung dilaksanakan oleh Menko Polkam ad interim selaku Ketua Badan Pelaksana Harian Darurat Sipil Pusat.

Segera Terbitkan Keppres

Dalam diskusi Bambang menyatakan, presiden seharusnya segera menerbitkan Keppres tentang pengangkatan hakim korupsi sehingga pengadilan korupsi dapat segera terbentuk. "Dalam situasi seperti sekarang, agak bodoh presiden bila tidak segera mengesahkan hakim pengadilan korupsi. Karena hal itu akan menjadi credit point baginya dalam pemilihan presiden," ujar Bambang.

Namun, jika presiden tidak juga mengesahkan hakim pengadilan korupsi, sementara penyidikan oleh KPK telah selesai, menurut Bambang, KPK tetap dapat menyerahkan kasus yang telah disidiknya ke Pengadilan Negeri. Pasalnya, Pengadilan Korupsi, sebagai sebuah pengadilan ad hoc, tetap berada dibawah Peradilan Umum. Ini sesuai dengan konstitusi yang menyatakan bahwa dibawah peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus atau pengadilan tertentu. 

Tags: