Di Indonesia, pustakawan lebih dipandang sebagai jabatan fungsional. Berbeda dari negara-negara maju yang sudah menganggap pustakawan sebagai profesi.
Untuk bisa menjadi pustakawan hukum seseorang seyogianya memenuhi kualifikasi standar nasional perpustakaan. Pengelola perpustakaan di kampus fakultas hukum, misalnya, akan lebih udah jika pengelola dan petugas teknisnya berlatar belakang ilmu perpustakaan dan hukum. Blasius Sudarsono berpendapat, pendidikan pustakawan hukum bisa dibuat strata dua alias pascasarjana. Mereka yang lulus ilmu perpustakaan diberi kesempatan menempuh spesialisasi bidang hukum. Atau sebaliknya, sarjana hukum menempuh pendidikan lanjutan perpustakaan.
Pendidikan khusus penting bagi pustakawan hukum dimaksudkan untuk memenuhi standar pengelolaan perpustakaan. Maklum, di sejumlah tempat, pengelolaan perpustakaan masih asal-asalan. Ini berkaitan dengan profesi pustakawan sebagai sandaran hidup. Pustakawan hukum di instansi pemerintah, dinilai Sri Mamudji, tak terlalu menjanjikan karena berkaitan pula dengan kenaikan pangkat. Tunjangan jabatan tertinggi untuk pustakawan ahli ‘hanya’ Rp700 ribu.
Di lingkungan instansi Pemerintah, pustakawan adalah jabatan fungsional. Sehingga tunjangannya disesuaikan dengan jabatan fungsional tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2007, tunjangan jabatan fungsional adalah berkisar antara Rp240 ribu (pustakawan pelaksana) hingga Rp700 ribu (ahli pustakawan utama).
Tabel
Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan
Berdasarkan Perpres No. 47 Tahun 2007
Jabatan fungsional |
Jabatan |
Besaran tunjangan (Rp) |
Pustakawan | Ahli pustakawan utama | 700.000 |
| Pustakawan madya | 500.000 |
| Pustakawan muda | 375.000 |
| Pustakawan pertama | 275.000 |
Pustakawan terampil | Pustakawan penyelia | 350.000 |
| Pustakawan pelaksana lanjt. | 265.000 |
| Pustakawan pelaksana | 240.000 |
Wadah
Pada 27 Mei 2009, sejumlah pustakawan dari lembaga yang bergerak di bidang hukum, pada umumnya lembaga swadaya masyarakat, mengadakan diskusi bersama. Selain membahas implementasi Undang-Undang Perpustakaan, diskusi di Dan Lev Law Library menjadi arena untuk menyamakan persepsi para pustakawan. “Dalam pertemuan itu kami sering berbagi informasi, termasuk koleksi,” kata Farli Elnumeri, pustakawan Dan Lev Law Library.
Diskusi semacam itu bukan satu-satunya ajang prtemuan para pustakawan hukum. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sudah lama memperkenalkan Sistim Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH). Melalui SJDIH ini para pustakawan hukum sering berkomunikasi dan berbagi informasi. Minimal sekali setahun. “Ini forum semua pustakawan hukum, perguruan tinggi, kantor pengacara, Pemda, dan biro-biro hukum Pemerintah,” jelas Sri Mamudji.