Pupuk Sriwidjaja Berupaya Pailitkan Rekanan
Utama

Pupuk Sriwidjaja Berupaya Pailitkan Rekanan

Kasus Telkomsel dijadikan acuan terkait eksistensi utang yang tidak sederhana

HRS
Bacaan 2 Menit
Pupuk Sriwidjaja berupaya pailitkan rekanan ke Pengadilan Niaga Jakarta. Foto: ilustrasi (Sgp)
Pupuk Sriwidjaja berupaya pailitkan rekanan ke Pengadilan Niaga Jakarta. Foto: ilustrasi (Sgp)

PT Pupuk Indonesia Holding Company (Persero) yang dahulu adalah PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PT PSP) mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta pada 30 Oktober 2012 lalu. Permohonan dilayangkan kepada PT Sri Melamin Rejeki (PT SMR) karena perusahaan melamin ini gagal membayar utang-utangnya atas pembayaran penyediaan bahan baku.

Menurut Pupuk Indonesia, sebagai BUMN holding pupuk, SMR memiliki utang senilai Rp72.110.763.322 dan AS$6.466.876,75 per 13 Oktober 2010. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih sejak 14 November 2008 sebagaiman sesuai dengan Perjanjian Penyediaan Bahan Baku dan Utilitas serta Penyerahan Off Gas tertanggal 27 Desember 2007.

Atas hal ini, Pupuk Indonesia telah mengingatkan SMR agar membayar utang tersebut. Namun, SMR tidak menggubrisnya. Ditambah, SMR secara faktual memang berhenti beroperasi sejak 14 November 2008.

"Secara faktual, termohon memang telah pailit dan berada dalam keadaan insolven," ujar kuasa hukum Pupuk Indonesia Bahrul Ilmi Yakup usai persidangan, Rabu (12/12).

Selain memiliki utang dengan para pemohon, SMR juga memiliki kreditor lain, yaitu Bank Mandiri senilai Rp300 miliar. Karena telah memenuhi Pasal 2 ayat (1) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Kepailitan), Pupuk Indonesia memohon agar permohonan ini dikabulkan dan mengangkat Rynaldo P Batubara sebagai kurator.

"Pemohon meminta agar majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta menyatakan SMR pailit dengan segala akibat hukumnya," pungkasnya.

Atas permohonan ini, SMR tentu menolak tegas semua dalil tersebut. Menurut perusahaan melamin ini, PT SMR tidak memiliki hubungan hukum dengan para pemohon. Namun, SMR hanya terkoneksi dan terintegrasi dengan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri).

Penolakan terkait legal standing ini berdasarkan pada Perjanjian Usaha Patungan Nomor 011/SP/Dir/XI/J/1990 tertanggal 7 November 1990. Perjanjian ini adalah perjanjian antara PT Pupuk Sriwidjaja dengan PT Lumbung Sumber Rejeki dan PT Kairos Estu Niaga untuk mendirikan PT Sri Melamin Rejeki sebagai perusahaan yang memproduksi dan menjual melamin.

"Dengan demikian, PT SMR hanya mempunyai hubungan hukum dengan PT Pupuk Sriwidjaja dan bukan dengan para pemohon," tulis Kuasa Hukum PT SMR Otto Hasibuan dalam berkas jawabannya.

Dengan PT Pupuk Sriwidjaja ini, SMR mengaku sangat bergantung dengan perusahaan tersebut. Karena, bahan baku melamin adalah urea larutan yang hanya bisa didapatkan dari pabrik milik PT Pusri. Selain itu, sifat kimianya pasti menghasilkan off gas yang tidak dapat dibuang langsung ke lingkungan karena beracun. Jadi, harus diserap dulu oleh Pusri agar jumlah pupuk tidak berkurang dan maksimal.

Namun, praktik di lapangan, Pusri tidak melakukan penyerapan off gas. Akibatnya, produksi SMR berkurang dan hal ini merugikan SMR. Kerugian SMR semakin ditambah dengan sikap sewenang-wenang Pusri yang menaikkan harga tanpa adanya persetujuan SMR pada 5 Januari 2009. Kenaikan harga ini pun berlaku surut terhitung Juli 2008 hingga Desember 2008. Alhasil, SMR mengajukan gugatan wanprestasi ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia pada 31 Oktober 2012.

Menurut Otto, karena SMR telah mengajukan gugatan ke BANI, para pemohon langsung mengajukan permohonan pailit untuk menghindari kewajibannya dalam pemenuhan pembayaran ganti kerugian tersebut.

Selain menolak tidak memiliki hubungan hukum, SMR juga menolak dikatakan memiliki utang. Pasalnya, bukti utang yang tercantum dalam Berita Acara Rekonsiliasi tertanggal 13 Oktober 2010 tidak sah. Karena, tidak ditandatangani oleh direksi. Berita Acara Rekonsiliasi tersebut hanya ditandatangani staf SMR. Padahal, Anggaran Dasar Perseroan menyebutkan yang berhak mewakili perseroan adalah Direktur Utama, Direktur Produksi, atau Direktur Keuangan.

Kalaupun pada akhirnya diputuskan terbukti memiliki utang, utang tersebut belum jatuh tempo dan dapat ditagih. Karena, belum ada kesepakatan mengenai harga sebagaimana disyaratkan dalam Perjanjian Penyediaan Bahan Baku. Untuk itu, harus dinyatakan tidak sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Otto kembali menyerang Pupuk Indonesia dengan dalil pamungkas, yaitu utang tidak dapat dibuktikan secara sederhana dan sedang diproses di BANI. Dalil ini diperkuat dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan agar Pengadilan Niaga harus menolak menjatuhkan putusan pailit apabila eksistensi utang tidak sederhana. Sebut saja Putusan Kasasi No 023K/N/1999 antara PT Waskita Karya (Persero) melawan PT Mustika Princess Hotel dan perkara pailit Telkomsel Nomor 704K/Pdt.Sus/2012.

Tags: