PTUN Putuskan Pernyataan Jaksa Agung Soal Tragedi Semanggi Perbuatan Melawan Hukum
Utama

PTUN Putuskan Pernyataan Jaksa Agung Soal Tragedi Semanggi Perbuatan Melawan Hukum

Kejaksaan ajukan banding.

Aji Prasetyo
Bacaan 6 Menit
Foto: Dok HOL
Foto: Dok HOL

Putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II pada rapat paripurna DPR bukan lah pelanggaran HAM berat adalah perbuatan melawan hukum. Majelis meminta agar Jaksa Agung memberikan pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat sesuai keadaan yang sebenarnya.

Putusan ini memang cukup ramai dibicarakan, hingga Kejaksaan Agung sendiri menggelar konferensi pers untuk menanggapi putusan tersebut. Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun) Fery Wibisono menganggap majelis tidak melakukan penelitian bukti sebagaimana seharusnya sebelum memutuskan perkara atau tidak melakukan tindakan pemeriksaan seharusnya. Oleh karena itu pihaknya akan mengajukan banding.

“Melihat pada banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh PTUN Jakarta dalam memeriksa dan mengadili perkara ini, banyaknya kewajiban pemeriksaan alat bukti yang tidak dilakukan oleh pengadilan PTUN, dan banyaknya kesimpulan yang dibuat tidak berdasarkan kepada alat bukti yang ada, maka kami mempersiapkan diri bahwa putusan ini adalah putusan yang tidak benar. dan kami harus melakukan banding atas satu putusan yang tidak berdasarkan kepada hukum acara yang seharusnya dilakukan,” ujar Fery dalam konferensi pers di kantornya.

Sebenarnya, apa pertimbangan majelis sehingga memutuskan pernyataan itu merupakan perbuatan melawan hukum? (Baca Juga: PSHK: Setengah Hati Reformasi Regulasi, Lemah Penegakan Hukum)

Dalam putusan Nomor 99/G/ 2020/PTUN-JKT yang diperoleh hukumonline, dari asepk kewenangan, majelis menganggap Jaksa Agung selaku tergugat adalah pejabat yang secara atribusi diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan perkara pelanggaran HAM berat, termasuk kasus Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Selanjutnya Jaksa Agung selaku pejabat pemerintahan dilekatkan tanggung jawab atas pelaksanaan penuntutan yang telah dilakukannya, pertanggungjawaban tersebut disampaikan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan dan DPR selaku representasi dari rakyat.

Mekanisme pertanggungjawaban kepada DPR adalah melalui Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI. Rapat Kerja merupakan bagian dari pengawasan terhadap Kejaksaan Agung guna untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Pengadilan Tergugat berwenang untuk menyampaikan perkembangan penyidikan atau penuntutan.

Perkembangan yang dimaksud baik yang sedang dan/atau akan dilaksanakan oleh instansinya baik secara tertulis, memberikan jawaban atas pernyataan DPR, memberi pernyataan maupun tindakan resmi lainnya, dan berarti pula Jaksa Agung berwenang untuk melakukan tindakan berupa "pernyataan" sebagaimana dimaksud objek sengketa.

Tags:

Berita Terkait