PTUN Kuatkan Status Tanah Terlantar
Berita

PTUN Kuatkan Status Tanah Terlantar

Dibiarkan perusahaan tapi dikelola dengan baik oleh penduduk.

INU
Bacaan 2 Menit

Majelis juga menyatakan menerima tiga belas warga Tumbrep sebagai tergugat intervensi dalam sengketa ini. Sehingga penolakan penggugat terkait tergugat intervensi tidak diterima untuk menguatkan fakta benar tidaknya Tratak menelantarkan HGU yang didapatnya.

Terbitnya SK BPN menjadi pertimbangan awal majelis. Menurut mereka penerbitan SK itu harus dilandasai Pasal 27 dan Pasal 34 huruf e UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Lalu, PP No.11 Tahun 2010 tentang Tanah Terlantar.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, majelis berkesimpulan bahwa tanah terlantar itu harus ada pemilik atau pemegang hak. Kemudian, ada tanah hak yang tidak terpelihara dan tidak digunakan.

Berdasarkan bukti yang terungkap di pengadilan, majelis berpendapat proses penerbitan SK BPN itu sudah melalui tahapan seperti amanat peraturan perundang-undangan. Memang, HGU atas nama Tratak, tetapi tidak terpelihara dengan baik. Karena itu, petani menggarap sendiri lahan di atas HGU Tratak dan menjadi subur.

Beda perlakuan yang dilakukan Tratak saat mengelola lahan HGU, yaitu membabat hutan dan tidak ditanam lagi. Bahkan, HGU tak ditanami cengkeh dan kopi sesuai proposal. Bahkan, pengelolaan HGU disubkontrakan dengan pihak lain dan disamarkan.

“Pengadilan menyatakan, pendapat penggugat bahwa tanah terlantar karena diserobot masyarakat tidak terbukti,” tutur hakim Teguh Satya Bakti.

Mengenai objek sengketa, yaitu penerbitan SK pembatalan HGU oleh BPN, hakim Andry Asani menilai sudah mengacu pada PP 11 Tahun 2010. Menurutya, dalil penggugat bahwa penerbitan SK pembatalan itu bertentangan dengan kepastian hukum dinilai tidak tepat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: