PTUN Kabulkan Gugatan Sri Bintang terhadap Mendiknas
Berita

PTUN Kabulkan Gugatan Sri Bintang terhadap Mendiknas

'Salah satu landasan keputusan ini ialah hakim tidak anti-reformasi karena hakim sendiri berada di dalamnya'. Ucapan hakim Darlan Nasution itu membekas di hati Sri Bintang Pamungkas saat duduk sebagai pesakitan di PN Jakarta Selatan. Sehingga, kalimat itu dia masukkan dalam bukunya Di Balik Jeruji Besi: Menggugat Dakwaan Subversi (2000).

Mys
Bacaan 2 Menit
PTUN Kabulkan Gugatan Sri Bintang terhadap Mendiknas
Hukumonline

Ucapan hakim Nasution memberikan "angin segar" bagi Sri Bintang di saat tuduhan subversi pada dirinya memuncak. Dan kini, angin segar semacam itu kembali dirasakan Bintang. Selasa lalu (15/4), gugatannya terhadap Menteri Pendidikan Nasional dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tata Usah Negara (PTUN) Jakarta.

 

Dalam amarnya, majelis hakim dipimpin Disiplin F. Manao menolak eksepsi Mendiknas yang dibacakan kuasa hukumnya Irianto Nainggolan. Sebaliknya, majelis mengabulkan sebagian gugatan penggugat. Majelis menyatakan batal SK Mendiknas No. 80644/As.II.3/KP/1998 tentang pengaktifan kembali DR Ir Sri Bintang Pamungkas sebagai pegawai negeri sipil terhitung 1 Juni 1998.

 

Bintang melayangkan gugatan ke PTUN Desember 2002 karena menganggap Mendiknas telah salah dalam menerbitkan SK 80644. Terutama, mengenai pengaktifan kembali dirinya sebagai PNS di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. SK tersebut dinilai cacat hukum karena telah mengabaikan hak-hak Bintang sebelum 1998 padahal sejak 1992 ia belum pernah menerima kenaikan pangkat. 

 

Lagi pula pengaktifan kembali sejak Juni 1998 tak pernah diberitahukan kepada Bintang secara langsung baik oleh Mendiknas, Rektor UI maupun Dekan Fakultas Teknik. SK tersebut diduga terkait dengan pengaduan Bintang ke Inter Parliamentary Union (IPU) Oktober 2000. IPU memang sempat berdialog dengan Mendiknas, selain dengan Jaksa Agung, Menteri Kehakiman dan tentu saja DPR. 

 

SK Mendiknas juga dinilai telah bertentangan dengan substansi Keputusan Presiden No. 80 Tahun 1998 tentang pemberian amnesti dan/atau abolisi (antara lain kepada Sri Bintang Pamungkas). Disamping itu, bertentangan dengan keputusan PT TUN Jakarta Agustus 1998 yang menyatakan batal SK pemecatan Sri Bintang sebagai PNS. "Putusan PT-TUN itu sudah mempunyai kekuatan hukum tetap," ujar Taufik Bastari, kuasa hukum Sri Bintang.

 

Meskipun Bintang mendapatkan amnesti, SK pemecatan Bintang yang dikeluarkan semasa Mendikbud Wardiman Djojonegoro itu sudah dinyatakan pengadilan tidak sah. Itu berarti hak-hak Sri Bintang selaku PNS sejak awal ia dijerat tindak pidana subversi harus dikembalikan, termasuk gaji dan kenaikan pangkat.

 

Atas keputusan tersebut, kuasa hukum Mendiknas Irianto Nainggolan menyatakan pikir-pikir.

 

Hak sejak 1992

 

Pada bagian lain putusannya, majelis memerintahkan agar tergugat menerbitkan SK baru terhitung sejak 1 Mei 1997 disertai segal hak-haknya selaku PNS. Menariknya, majelis memasukkan hak-hak Bintang berupa kenaikan pangkat sejak 1992. Sejak tahun itu, praktis Bintang memang belum pernah menerima kenaikan pangkat lantaran didakwa melakukan tindak pidana subversi.

 

Gajinya selaku pengajar di Fakultas Teknik UI pun kemudian distop. Bintang baru tahu belakangan bahwa rapel gajinya sejak Juni 1998 hingga September 2002 sudah dibayarkan setelah jumlah saldo rekeningnya di BNI bertambah. "Saya mendengar dari IPU bahwa gaji saya sudah dibayarkan terhitung 1 Juni 1998," tulis Bintang dalam pernyataan persnya.

 

Bintang dijerat perkara subversi karena diduga ikut mendemo Presiden Soeharto sewaktu berkunjung ke Jerman. Pada April 1997, putusan kasasi atas kasus ini turun, menyatakan Bintang bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun 10 bulan penjara. Ia masuk penjara LP Cipinang sejak 5 Mei 1997. Seminggu kemudian, turun SK mendikbud Wardiman Djojonegoro yang memberhentikan Bintang secara tidak hormat selaku PNS.

 

Tags: