PTUN Jakarta Batalkan Keppres Pemberhentian Evi Novida Ginting
Berita

PTUN Jakarta Batalkan Keppres Pemberhentian Evi Novida Ginting

Mengabulkan gugatan Evi Novida Ginting kepada Presiden Republik Indonesia yang telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 34/P.Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Evi Novida sebagai anggota KPU masa jabatan 2017-2022.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

(2) Memerintahkan atau mewajibkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 34/P.Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022 tanggal 2 Maret 2020 selama proses pemeriksaan sampai dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kuasa Hukum Evi Novida Heru Widodo mengungkapkan, dengan adanya putusan PTUN ini berarti secara hukum Evi Novida yang sebelumnya diberhentikan secara tidak hormat, kembali memperoleh kehormatannya serta berhak duduk kembali sebagai anggota KPU di sisa masa jabatan.

“Hari ini bersyukur gugatan dikabulkan seluruhnya di mana kita meminta Keputusan Presiden tentang pemberhentian tidak hormat dibatalkan,” ujar Heru saat dihubungi hukumonline, Kamis (23/7).

Heru berharap terhadap putusan PTUN ini, Presiden tidak menggunakan upaya hukum banding sehingga segera berkekuatan hukum tetap. Menurut Heru, dalam putusan penundaan, PTUN mengabulkan permohonan untuk menunda pemberlakuan Keppres Nomor 34/P.Tahun 2020.

“Kami berharap Presiden tidak perlu banding sehingga kursi kosong 1 anggota KPU bisa segera di isi oleh bu Evi untuk membantu penyelenggaraan Pilkada serentak 2020,” terang Heru.

Hal senada disampaikan Evi Novida saat dihubungi. “Berharap amar putusan dijalankan, dan salinan putusan bisa diterima secepatnya,” ujar Evi.

Sementara itu, terkait putusana DKPP, Heru Widodo mengungkapkan, Putusan DKPP Nomor 317/PKE-DKPP/x/2019 turut dipertimbangkan dalam putusan hakim PTUN kali ini. Menurut Heru, dalam pertimbangan Majelis Hakim PTUN menyatakan putusan DKPP tidak mempunya kekuatan hukum.  

“Putusan Presiden lahir dari putusan DKPP, kemudian yang dinilai dalam sidang PTUN adalah sah tidaknya DKPP dalam mengambil keputusan,” ungkap Heru.

Atas dasar argumentasi Penggugat bahwa pengaduan sudah dicabut sebelum dibacakan, kemudian pengadu tidak mengajukan bukti, kemudian kepada Evi selaku Tergugat dalam sidang kode etik DKPP tidak pernah diberi hak untuk membela diri, kemudian saat putusan DKPP diambil, musyawarahnya hanya 4 orang anggota dari minimal 5 orang menurut hukum acaranya. “Jadi itu beberapa hal yang menjadikan putusan itu batal,” tutup Heru. 

Tags:

Berita Terkait