PT Megacity Development Menolak Dipailitkan
Berita

PT Megacity Development Menolak Dipailitkan

PT Megacity berpendapat perjanjian pengikatan jual beli tak dapat dibatalkan secara sepihak sehingga konsumen tak bisa menuntut pengembalian pembayaran.

Mon
Bacaan 2 Menit
PT Megacity Development Menolak Dipailitkan
Hukumonline

PT Megacity Development menolak dipailitkan konsumen pembeli apartemen Jakarta Golf. Pengembang apartemen yang berlokasi di Kemayoran itu kekeuh berpendapat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) belum berakhir kendati konsumen telah mengajukan surat pembatalan perjanjian. Hal itu disampaikan kuasa hukum PT Megacity, Maria Lewerissa dalam berkas jawaban yang diserahkan dalam persidangan lanjutan, Kamis (20/5) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

 

Permohonan pailit ini diajukan oleh tujuh konsumen yang telah membeli apartemen pada tahun 1994. Ketujuh pembeli itu juga telah melunasi pembayaran yang jumlahnya mencapai puluhan ribu dolar. Namun hingga kini pembangunan belum terealisir sama sekali. Melalui permohonan pailit ini, ketujuh pemohon menuntut pengembalian uang pembayaran.

 

Dalam berkas jawaban, PT Megacity mengaku mampu membangun apartemen dalam waktu dekat. Saat ini, perusahaan tersebut tengah menggandeng investor baru untuk melajutkan pembangunan. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan 900 orang pembeli yang sudah membayar pembelian apartemen. Alasan ini dituangkan dalam surat penolakan penghentian perjanjian tertanggal 28 Januari 2010. Surat ini dikirim menyusul somasi dari para konsumen pada 25 Januuari 2010.

 

Karena menolak pembatalan, PT Megacity berpendapat PPJB belum berakhir sehingga konsumen tak berhak meminta pengembalian. Lagipula, perjanjian tak bisa dihentikan secara sepihak, melainkan harus dimintakan pembatalan melalui pengadilan. Meski dalam PPJB diatur pengecualian Pasal 1266 KUHPerdata, namun praktiknya pembatalan perjanjian harus melalui pengadilan. Hal ini unuk menjaga keadilan dan kepastian hukum bagi para pihak.

 

Dengan tidak adanya putusan pengadilan maka pembuktian pailit ini menjadi tidak sederhana. Begitupula hubungan hukum PT Megacity dengan kreditur lain. Dalam permohonan pailit disebutkan ada tujuh kreditur lain yang juga pembeli apartemen.

 

Selain itu, jumlah utang pun belum pasti. Dalam permohonan pailit, konsumen menuntut pembayaran denda sebesar 3,9 persen. Padahal, dalam PPJB hanya mengatur soal denda 2 persen jika ada keterlambatan. Denda itu dihitung sejak hari pertama dan jangka waktu 120 hari.

 

Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum pemohon pailit juga mengajukan bukti-bukti ke persidangan. Pekan depan, majelis hakim yang diketuai Nani Indrawati memberikan kesempatan pada PT Megacity untuk mengajukan bukti.

 

Sebelumnya, dalam berkas permohonan dijelaskan, sesuai perjanjian, pembangunan apartemen akan diselesaikan pada Oktober 1998. Lantaran hingga kini pembangunan tak terealisasi, pemohon memutuskan mengakhiri Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan memberitahukan penghentian secara tertulis. Konsekuensinya, PT Megacity harus mengembalikan seluruh pembayaran apartemen. Hal itu memang dimungkinkan dalam PPJB tersebut.

 

Melalui pemberitahuan tertanggal 25 Januari 2010, pemohon menuntut pengembalian pembayaran yang jumlahnya berbeda-beda plus bunga dan denda. Yakni, Afifuddin Kolok Achmad sebesar AS$277.049, Taslim AS$194.610, Polindah Tjandra Rp157.110, Ng Oy Lin AS$112.823, Ichwan Susilo AS$157.188, Roh Hanni AS$250.682 dan Paransih Isbagio AS$161.804.

 

Sejak surat somasi pengembalian dilayangkan, PT Megacity dinilai tak menunjukan itikad baik untuk melaksanakan kewajiban. Akhirnya, kuasa hukum pemohon kembali mensomasi PT Megacity agar melaksanakan kewajiban selambat-lambatnya pada 3 Februari 2010. Namun hingga permohonan pailit diajukan, tetap tak terealisir.

Tags: