PSHK Sebut Penerbitan Perppu Dampak Covid-19 Belum Perlu
Berita

PSHK Sebut Penerbitan Perppu Dampak Covid-19 Belum Perlu

Karena secara hukum belum ada penetapan negara dalam keadaan darurat oleh pemerintah. DPR semestinya mengambil peran lebih dalam penanganan Covid-19 ini, tidak hanya menyerahkan kepada presiden atau pemerintah.

Rofiq HIdayat
Bacaan 2 Menit

 

“Sekarang Presiden mau bikin Perppu yang bersifat genting dan kuasa penuh Presiden, tapi nunggu dukungan DPR, ya untuk apa Perppu apabila komunikasi masih bisa dibangun antara Presiden dan DPR,” katanya.

 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan APBN Tahun 2020 dipastikan mengalami perubahan drastis. Seluruh perhitungan baik makro maupun mikro mengalami pergeseran sangat signifikan, seperti nilai tukar rupiah, target penerimaan pajak, target pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya, yang dipastikan tidak akan berjalan sesuai prediksi. Bahkan pemerintah “dipaksa” melakukan perubahan dalam pos-pos anggaran demi pencegahan penyebaran virus Corona di Indonesia.

 

Atas dasar itu, pemerintah akan segera melakukan perubahan APBN dengan landasan hukum baru baik dalam bentuk Perppu atau mungkin revisi undang-undang. Salah satunya adalah rencana relaksasi defisit APBN menjadi 5 persen karena negara dinilai dalam kondisi kegentingan yang memaksa. Hal ini sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

 

“Sekarang dibahas bersama DPR bagaimana mekanisme (pelebaran defisit) dalam kondisi mendesak. Ini situasi kegentingan memaksa, makanya Bapak Presiden menyampaikan pemerintah bisa memberikan perppu menyangkut perubahan APBN sendiri. Perppu atau UU nanti Presiden yang menentukan,” kata Sri.

 

Meski demikian, relaksasi defisit yang melewati 3 persen tetap harus dilakukan secara bertanggung jawab dan prudent. Selain pelebaran defisit APBN, untuk menjalankan stimulus ekonomi jilid 3 yang saat ini tengah dibahas, Sri Mulyani mengaku pemerintah juga akan mengeluarkan beberapa landasan hukum baru. Hal ini bertujuan agar seluruh kebijakan yang diterbitkan masih sesuai koridor APBN dan keuangan negara. Kebijakan yang diambil bersifat jangka pendek yakni 3-6 bulan.

 

“Waktu melakukan perubahan realokasi anggaran antar kementerian, itu semuanya mendapatkan landasan hukum yang baik walaupun situasi genting. Kalau lebih dari ini seperti paket ketiga, kemungkinan kita akan membutuhkan landasan hukum berbeda. Kalau pajak, bea masuk dan penundaan, itu cuma penerimaan, tapi kalau sampai memberikan jaminan kepada lembaga keuangan agar tetap bisa menyalurkan kredit dan relaksasi, ini bentuknya akan berbeda,” lanjutnya.

 

Saat ini, Sri Mulyani mengaku pemerintah tengah melakukan beberapa hal dalam pencegahan virus Corona. Pertama, melakukan identifikasi kebutuhan yang diperlukan masyarakat dalam situasi pandemi Covid-19 pasca penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Kedua, mengakomodasikan kebutuhan yang sifatnya emergency baik sektor kesehatan dan social safety net.

Tags:

Berita Terkait