PSHK Sarankan DPR Tunda Bahas RUU Penanggulangan Bencana
Berita

PSHK Sarankan DPR Tunda Bahas RUU Penanggulangan Bencana

Kecuali pembahasan Perppu No.1 tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dan RUU tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). DPR bisa mengawasi efektivitas penanganan Covid-19 oleh pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Penyebaran Pandemi Covid-19 tak hanya membuat pemerintah yang bergerak cepat mengambil langkah penanggulangan, namun DPR pun punya kewajiban yang sama. Di bidang legislasi, di tengah darurat kesehatan masyarakat, DPR bisa mempercepat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) terkait percepatan penanganan wabah Covid-19 ini.  

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR TB Ace Hasan Syadzily mengatakan Komisi VIII bakal membahas Revisi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Apalagi RUU  Penanggulangan Bencana masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

 

Bahkan, bakal mempercepat pembahasan di tengah situasi darurat kesehatan wabah Covid-19. Pembahasan pun boleh menggunakan virtual bagi anggota dewan yang tidak bisa bertandang ke DPR. “Komisi VIII akan mempercepat pembahasan Revisi UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana,” ujar Ace Hasan melalui keterangannyasdi Jakarta, Senin (3/4/2020). Baca Juga: Menkes Terbitkan Aturan Pedoman PSBB Penanganan Covid-19

 

Ace menegaskan penanggulangan bencana menjadi prioritas saat bangsa ini tengah menghadapi pandemi Covid-19 yang menyebar luas ke berbagai daerah. RUU ini membutuhkan penguatan manajemen kelembagaan; koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah; kemudahan memobilisasi sumber daya manusia; dan pembentukan pusat penanggulangan bencana di daerah rawan.

 

Anggota Komisi VIII Muhammad Husni mengatakan keberadaan aturan komprehensif dalam penanggulangan bencana sangat mendesak dibutuhkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Khususnya dalam memperkuat kewenangan BNPB yang saat ini sedang dihadapi tugas berat menangani wabah virus corona atau Covid-19. 

 

Dia berjanji bakal mengusahakan agar pembahasan dapat dipercepat agar memberi ruang gerak yang lebih leluasa bagi BNPB termasuk dalam hal anggaran dan lainnya. “Karena ini (Covid-19-red) sudah menjadi bencana nasional dan global, maka harus cepat diatasi,” kata dia.

 

Politisi Partai Gerindra itu melanjutkan jumlah pasien positif corona sudah menembus angka 2000-an orang yang mengharuskan pemerintah dan DPR bergerak cepat mengambil langkah kebijakan hukum yang tepat dan relevan. “Dalam rapat paripurna pekan lalu, DPR mendorong pemerintah segera menanggulangi Covid-19 karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya.

 

Sudah cukup

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia Fajri Nursyamsi mengatakan sikap lembaganya tetap mendesak DPR agar menunda seluruh agenda legislasi selain pembahasan Perppu No.1 tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dan RUU tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Termasuk pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana.

 

Menurut Fajri, dalam menangani pandemi Covid-19, pemerintah sudah cukup menggunakan UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau UU Penanggulangan Bencana sebagai payung hukum. Sebaliknya, DPR di masa sidang kali ini harus membagi prioritas kerjanya dengan mengawasi kerja-kerja pemerintah dalam penanganan Covid-19. “Untuk peraturan perundang-undangan dalam menangani COVID 19 sudah cukup dengan UU Kekarantinaan Kesehatan,” ujarnya.

 

Soal kelanjutan pembahasan sejumlah RUU Prolegnas Prioritas 2020, kata Fajri, dapat dilakukan setelah situasi dan kondisi normal. Namun khusus RUU Penanggulangan Bencana menjadi RUU yang nantinya dievaluasi lagi dalam Prolegnas 2020. “Bisa saja nanti ada urgensi baru untuk mendorong RUU Penanggulangan Bencana. Untuk saat ini, urgensi bukan pada pembentukan UU baru, tetapi melaksanakan UU yang sudah ada dan berdampak pada percepatan penanganan Covid-19,” katanya.

 

Dia melanjutkan banyak kalangan menilai pemerintah lamban dan tidak sistematis dalam penanganan Covid-19. Salah satunya menurut Fajri, prosedur penanganan Covid-19 terlampau birokratis dan tidak terkoordinasi dengan baik. Ironisnya, terlampau banyak kebijakan yang berubah-ubah. “Ini tak hanya membingungkan masyarakat. rentang waktu birokrasinya sampai pemerintah daerah,” ujarnya.

 

Fajri menilai Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dibentuk sebagai aturan turunan UU 6/2018. Namun dengan, berbagai keterbatasannya, PP 21/2020 tersebut mesti berjalan sesuai tujuannya. Karena itu, di tengah situasi darurat kesehatan, RUU Penanggulangan Bencana ada baiknya ditunda terlebih dahulu pembahasannya.

 

“Menurut saya belum saatnya (bahas RUU Penangulangan Bencana, red) biarkan nanti saja setelah situasi Covid-19 ini bisa mereda baru bisa dilakukan evaluasi terhadap Prolegnas 2020, mana yang masih bisa diprioritaskan, mana yang tidak di tahun 2020 ini?”

Tags:

Berita Terkait