PSHK Kritik Pernyataan Jubir MK Soal Presiden Dua Periode Maju Jadi Cawapres
Terbaru

PSHK Kritik Pernyataan Jubir MK Soal Presiden Dua Periode Maju Jadi Cawapres

PSHK mendesak Presiden Joko Widodo dan elit politik serta semua pihak mengendalikan diri untuk menghentikan wacana tiga periode bagi masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Suroso yang melontarkan pandangan tidak ada aturan larangan bahwa presiden yang sudah menjabat selama dua periode, maju kembali sebagai cawapres pada pemilihan berikutnya, mendapat sorotan sejumlah kalangan akademisi.

Sebagaimana dikutip sejumlah media, Fajar mengaku dirinya tidak dalam kapasitas menyatakan boleh atau tidak boleh. Hanya saja bila melihat Pasal 7 UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. 

Dengan kata lain, bunyi pasal tersebut memang tidak melarang bagi presiden yang sudah menjabat dua periode untuk maju kembali sebagai wakil presiden pada pemilu mendatang. “Mengenai hal itu, UUD 1945 tidak mengatur secara eksplisit. Saya tidak dalam konteks mengatakan boleh atau tidak boleh. Saya hanya menyampaikan yang diatur secara eksplisit dalam UUD 1945 itu soal presiden atau wakil presiden menjabat 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali selama 1 periode dalam jabatan yang sama,” kata Fajar Laksono dalam keterangan tertulis, Senin (12/9/2022) kemarin.     

Baca Juga:

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengkritik keras pandangan tersebut.  PSHK menilai publik perlu mengecam pernyataan Juru Bicara MK Fajar Laksono yang menyatakan presiden yang telah menjabat selama dua periode bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres) untuk periode berikutnya. Selain melampaui mandat jabatannya, pernyataan itu berpeluang membuka kran otoritarianisme dan menciderai nilai-nilai demokrasi.

“Wacana presiden dan wakil presiden tiga periode menghidupkan kembali otoritarianisme,” ujar Peneliti PSHK, M. Nur Ramadhan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/9/2022).

Pasal 7 UUD 1945 berbunyi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Ia mengakui secara normatif harus diakui materi muatan Pasal 7 UUD 1945 yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden bisa mengundang perdebatan. Namun sejarah dan semangat perumusan pasal ini untuk membatasi masa jabatan agar sirkulasi kepemimpinan nasional berjalan dengan baik. Sejarah Indonesia, pada masa Orde Lama dan Orde Baru, telah menunjukkan bermain-main dengan masa jabatan presiden telah melahirkan pemerintahan otoritarianisme yang menyangkal pemenuhan hak-hak dasar baik kesejahteraan maupun hak-hak sipil.

“Semua pihak harus stop berwacana soal presiden dan wakil presiden tiga periode,” pintanya.

Menurutnya, pernyataan yang dikeluarkan Juru Bicara MK tersebut seolah bertindak sebagai penafsir konstitusi. Padahal, penafsiran atas teks konstitusi merupakan kewenangan Mahkamah melalui persidangan yang terbuka untuk umum, bukan kewenangan Juru Bicara MK.

“Pernyataan tersebut sudah keluar dari koridor fungsi dan kewenangan MK yang seharusnya dapat menjaga marwahnya, menjunjung etika, melandaskan segala tindakannya pada prinsip dan nilai demokrasi serta menjunjung HAM,” ujarnya.

Ia mengingatkan MK dan pihak manapun seharusnya berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan terkait gagasan tiga periode pada jabatan presiden dan wakil presiden. Sepatutnya, semua elemen di MK bersifat pasif terhadap situasi politik yang terjadi dan bukan hanya berlaku bagi hakim konstitusi untuk tidak berkomentar di luar persidangan saja, namun juga untuk MK secara kelembagaan.

“Pernyataan bahwa wacana tiga periode merupakan bagian dari hak kebebasan berpendapat amat patut dikritisi oleh berbagai pihak. Begitu banyak hal lain yang merupakan bagian dari hak kebebasan berpendapat namun mendapat tindakan keras dari aparat,” kritiknya.

PSHK berharap semua pihak, apalagi pejabat negara termasuk presiden, harus tegas menolak wacana tiga periode. Hal ini perlu dilakukan agar isu ini tidak berlarut-larut menimbulkan riak yang tidak perlu apalagi dengan beratnya situasi perekonomian yang dialami publik. Dengan sudah terbentuknya tahapan pemilu oleh penyelenggara pemilu, seharusnya tertutup sudah ruang adanya presiden tiga periode.

Untuk itu, PSHK mendesak Presiden Joko Widodo dan elit politik serta semua pihak mengendalikan diri untuk menghentikan wacana tiga periode bagi masa jabatan presiden dan wakil presiden. Presiden sebaiknya fokus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dan janji yang belum ditunaikan sampai dengan habisnya masa jabatan di tahun 2024. “Seluruh elemen MK juga menahan diri tidak memberi pernyataan dan tafsir-tafsir di luar persidangan.”

Tags:

Berita Terkait