PSHK Kritik Kemarahan Presiden Saat Sidang Kabinet
Berita

PSHK Kritik Kemarahan Presiden Saat Sidang Kabinet

PSHK mendesak Presiden Jokowi bertindak cepat dan fokus dalam pengambilan kebijakan terkait penanganan Covid-19 dengan berbasis pada data, pendapat, dan pertimbangan para ahli terutama ahli di bidang Kesehatan.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

“Ungkapan itu menegaskan kembali sesungguhnya menteri hanya membantu melaksanakan kebijakan presiden,” tegasnya.

Kedua, meskipun Presiden Jokowi menyampaikan kekecewaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan yang menurutnya tidak ada kemajuan signifikan, tetapi ia hanya merujuk pada rendahnya penyerapan anggaran sebagai satu-satunya penanda tidak maksimalnya kinerja kementerian. Presiden, misalnya, menyebutkan anggaran bidang kesehatan yang baru digunakan (diserap) 1,53 persen dari total Rp75 triliun yang tersedia.

“Meskipun mengesankan ada transparansi karena membuka data itu kepada publik, tetapi sesungguhnya tanpa data itu, fakta yang dilihat publik selama 4 bulan terakhir juga sudah menunjukkan Menteri Kesehatan telah gagal melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode penanganan Covid-19 ini,” bebernya.  

Dalam kaitan ini, ia mengingatkan Pasal 24 ayat (2) UU Kementerian Negara menentukan bahwa presiden dapat memberhentikan menteri karena alasan yang ditetapkan sendiri oleh presiden. Dengan demikian, seharusnya Presiden Jokowi dapat bertindak lebih awal untuk memberhentikan para pembantunya yang tidak dapat bekerja dengan baik dalam menangani situasi darurat.

“Membuka data penyerapan anggaran kementerian kepada publik ketika pandemi sudah memasuki bulan keempat dan memakan lebih dari 2.700 korban jiwa merupakan tindakan yang amat terlambat dan cenderung sia-sia,” kritiknya.

Ketiga, pernyataan Presiden Jokowi yang terkesan menawarkan penerbitan Perppu dan Perpres apabila diminta, diperlukan, atau dibutuhkan, amat janggal dari perspektif hukum tata negara. Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menyatakan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan Perppu. Dengan demikian, penerbitan Perppu sesungguhnya merupakan hak subjektif presiden dalam hal terjadi situasi genting dalam pemerintahan.

“Perppu tidak diterbitkan karena diminta, tidak pula untuk ditawarkan kepada menteri yang merupakan pembantu presiden untuk dibentuk sesuai kebutuhan,” ujarnya mengingatkan.  

Tags:

Berita Terkait