PSHK: Pembatalan Pelantikan Budi Gunawan Belum Cukup
Berita

PSHK: Pembatalan Pelantikan Budi Gunawan Belum Cukup

Keputusan Jokowi dapat menjadi persoalan baru, yakni antara presiden dan DPR.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting. Foto: pshk.or.id
Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting. Foto: pshk.or.id
Resmi sudah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri definitif. Sikap ini memang sudah dinanti banyak kalangan, namun Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai dibatalkannya pelantikan Budi Gunawan belumlah cukup.

“Langkah Presiden Joko Widodo untuk membatalkan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tidak cukup dan tidak menyelesaikan masalah,” ujar Peneliti PSHK, Miko Ginting dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Rabu (18/2).

Menurut Miko, jika sekadar membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Jokowi harusnya sudah mengambil keputusan itu jauh-jauh hari sebelum kekisruhan antara KPK dan Polri. Ia berpendapat Jokowi semestinya dapat bersikap tegas menghentikan semua tindakan kriminalisasi terhadap KPK.

Dikatakan Miko, langkah Jokowi bakal menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pelaksana Tugas Pimpinan KPK merupakan langkah melegitimasi dan membiarkan tindakan kriminalisasi terhadap lembaga anti rasuah itu.  

“Dengan menerbitkan Perppu, Presiden Joko Widodo sama saja menyatakan bahwa rangkaian penetapan tersangka terhadap Komisioner dan penyidik KPK adalah penegakan hukum biasa, bukan tindakan kriminalisasi yang sistematis,” ujarnya.

Lebih jauh, Miko berpandangan memilih dan memberhentikan sementara dua pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dan tak menghentikan kriminalisasi, menunjukan betapa ketidakberpihakan presiden pada pemberantasan korupsi.

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Said Salahudin berpandangan keputusan membatalkan pelantikan Budi Gunawan terbilang telatdan justru dapat menimbulkan persoalan baru.Kendati demikian, Said memberikan apresiasi kepada presiden, lantaran keputusan tersebut berseberangan dengan partai pengusungnya, PDIP dan koalisinya.

“Tetapi untuk satu hal saya kira ada yang bisa diapresiasi dari sikap Presiden tersebut, yaitu terkait dengan keberanian Jokowi untuk berseberangan dengan sikap partai-partai pengusungnya, terutama dari PDI-P yang tetap ngotot meminta Presiden untuk melantik Budi Gunawan,” ujarnya.

Said mengatakan pembatalan Budi Gunawan dan pengajuan Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri dapat menjadi masalah jika Jokowi tidak mendapat ‘restu’ dari DPR. Menurut dia, DPR mungkin saja menolak usulan Jokowi dengan membangun argumentasi bahwa Budi Gunawan telah mendapat persetujuan DPR setelah diusulkan Jokowi, beberapa waktu lalu

“Dan DPR harus mendapat kejelasan terlebih dahulu secara politik dan hukum. Presiden bisa dianggap melecehkan lembaga perwakilan rakyat,” ujar Said.

Persoalan pun bakal menjadi runyam. Menurutnya tak mustahil Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) akan bersatu di parlemen menyoal sikap presiden atas keputusan pembatalan pelantikan Budi Gunawan. Misalnya, parlemen menggunakan hak interplasi dan menyatakan pendapat bahkan hak angket terhadap presiden.

“Di sinilah posisi Presiden dapat dikatakan terancam. Kalau itu sampai terjadi, maka persoalan KPK dan Polri akan bergeser menjadi persoalan baru antara Presiden dan DPR,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait