Proses Negosiasi Inalum Bisa Bermuara di Pengadilan Arbitrase
Berita

Proses Negosiasi Inalum Bisa Bermuara di Pengadilan Arbitrase

Melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS bisa mempengaruhi besaran nilai buku aset yang harus dibayar pemerintah.

FAT
Bacaan 2 Menit
Proses Negosiasi Inalum Bisa Bermuara di Pengadilan Arbitrase
Hukumonline

Kontrak proyek Asahan atau PT Inalum antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang akan berakhir pada Oktober mendatang. Hingga kini, proses negosiasi akuisisi saham PT Inalum masih terus berlangsung.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, negosiasi dilakukan agar terjadi kesepakatan di antara kedua belah pihak. “Dengan dukungan rakyat Indonesia, mudah-mudahan Inalum prosesnya lancar. Kita terus bernegosiasi dengan pihak Jepang,” kata Hadiyanto di Kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (10/9).

Ia berharap awal November 2013, pemerintah Indonesia sudah sepenuhnya memegang seluruh saham PT Inalum. Namun, dengan kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Hadiyanto memperkirakan akan mempengaruhi besaran nilai buku aset yang akan dibayarkan nanti.

“Kalau itu, kewajibannya dalam US dolar dihitung rupiah, ya terpengaruh (nilai aset buku akan bertambah, red),” kata Hadiyanto.

Ia menuturkan, dalam Master Agreement kedua negara tertulis bahwa kesepakatan akuisisi diambil secara adil. Namun, jika tak terjadi kesepakatan maka proses ini bisa berakhir ke Pengadilan Arbitrase. Indonesia sendiri berharap kesepakatan akuisisi tak bergulir ke proses arbitrase.

Menurut Hadiyanto, proses arbitrase hanya akan menyinggung besaran nilai buku aset yang akan dilimpahkan ke Indonesia. Ia menegaskan, meskipun proses arbitrase bagus untuk mencari keputusan yang adil lantaran diputus oleh pihak independen, tapi Indonesia tetap berharap terjadi kesepakatan sebelum arbitrase dilakukan.

“Keinginan kita akan ke arah sepakat. Karena proses arbitrase itu panjang, bisa 10 tahun dan itu menimbulkan ketidaknyamanan dalam pengelolaan Inalum ke depannya,” ujar Hadiyanto.

Sebagai catatan, meskipun nilai tukar rupiah pada Selasa tanggal 10 September 2013 pagi menguat 215 poin menjadi Rp11.365 per dolar AS dari sebesar Rp11.580 per dolar AS. Meskipun menguat, nilai tersebut masih dianggap tinggi jika dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan bahwa perkembangan perundingan penyelesaian proyek Asahan atau PT Inalum dengan pihak jepang masih terkendala, yakni belum ada titik temu akhir. Hal itu diutarakan oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa 25 Juni 2013.

Hidayat mengatakan, kendala tersebut lebih kepada perbedaan pandangan antara pemerintah Indonesia dengan NAA dalam tata cara perhitungan perhitungan penetapan nilai buku Inalum. Dalam menetapkan nilai buku Indonesia menginginkan tata cara perhitungan tanpa revaluasi aset.

Hal sebaliknya diinginkan NAA. Menurut Hidayat, dalam tata cara perhitungan penetapan nilai buku Inalum, Jepang menginginkan nilai buku termasuk revaluasi aset. Arti dari revaluasi aset adalah perhitungan ulang atas seluruh jumlah aset.

“Permasalahan utama dalam perundingan karena perbedaan pendapat dalam tata cara perhitungan penetapan nilai buku,” ujar Hidayat kala itu.

Terkait proses pengambilalihan Inalum ini, Komisi VI DPR telah bersepakat membentuk panitia kerja yang bertujuan membahas proses tersebut. Menurut DPR, pembentukan panja diperlukan karena pengambilalihan Inalum tersebut akan menggunakan dana dari APBN.

Tags:

Berita Terkait