Prof. Topo Santoso, SH, MH, PhD:
Menjadi Profesor, Tanggung Jawab Lebih Besar
Profil

Prof. Topo Santoso, SH, MH, PhD:
Menjadi Profesor, Tanggung Jawab Lebih Besar

Profesor harus mampu menunjukkan pengabdian yang lebih dalam pengembangan ilmu ke masyarakat.

MAR
Bacaan 2 Menit

Prosesnya sendiri di Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, red) cukup lama saya, setahun lebih. Setiap guru besar mengalami proses yang berbeda-beda, ada yang dikembalikan berkali-kali dan seterusnya ada yang beberapa tahun baru bisa mendapatkan gelar itu.

Saya tepatnya itu adalah setahun lebih, berkas saya dimasukan ke Dikti akhir 2012 jadi setahun setengah kurang. Tahapan guru besar itu, berkas saya diperiksa di dewan guru besar fakultas kemudian diperiksa, kemudian di Dikti ada tim penilai. Lalu, setelah itu lolos, masih ada lagi tim validasi di tingkat Dirjen, baru dapat SK dari menteri.

Jadi, Anda menjadi Guru Besar keberapa di FHUI?
Jadi, sekarang ini profesor sebelum saya ada 13, dengan saya berarti 14 guru besar. Tetapi, kita juga punya beberapa guru besar tidak tetap, karena  misalnya menjadi hakim MK seperti profesor Maria Farida itu menjadi profesor tidak tetap.

Sebetulnya, kita (FHUI) punya beberapa profesor di luar 14 profesor tersebut, misalnya profesor yang sudah pensiun tetapi tetap kita minta untuk mengajar. Kita jadikan profesor tidak tetap. Seingat saya, delapan.

Apakah gelar profesor ini adalah pencapaian tertinggi bagi Anda?
Jadi, begini memang guru besar atau profesor adalah jabatan akademik yang tertinggi tapi sebetulnya tidak tepat kalau ada orang yang mengejar guru besar atau profesor sebagai puncak karirnya. Kenapa? karena justru sebagai mendapat guru besar atau profesor ini tanggung jawab kita lebih berat karena kita harus mampu menunjukkan pengabdian kita dalam pengembangan ilmu ke masyarakat. Jadi, justru lebih berat lagi dan lebih tertantang untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dalam dunia pendidikan hukum itu.

Jadi, apa makna gelar profesor ini bagi Anda?
Pertama, saya tentu bersyukur karena ini proses yang saya lalui lama. Kedua, dengan saya menjadi guru besar, teman-teman dosen di FHUI menjadi bersemangat untuk mencapai gelar itu. Saya sebagai dekan akan men-support dan membantu teman-teman dalam menwujudkan impian untuk menjadi guru besar.

Misalnya di FHUI, kita punya satu klinik namanya klinik karier untuk dosen, dan di situ dosen kita bantu dalam pembuatan jurnal nasional atau jurnal internasional. Kita support pendanaan untuk editing atau untuk mengirim ke berbagai jurnal bahkan kita tingkatkan kapasitas untuk menulis di jurnal.

Bagi FHUI sendiri, apa makna gelar profesor yang telah Anda raih?
Kita berharap dengan begitu teman-teman dosen bisa bersemangat mencapai gelar (profesor) itu. Kedua, tentu Fakultas Hukum UI yang mencanangkan atau yang mempunyai visi untuk menjadi pusat riset dunia, perlu memperbanyak guru besar. Guru besar itu tentunya harus menghasilkan karya riset yang banyak.

Jadi, dengan diangkatnya saya sebagai guru besar maka produk riset FHUI menjadi meningkat karena kan saya akan mendorong yang lain untuk menulis berbagai jurnal internasional maupun nasional. Ketiga, saya berharap FHUI mendapat kebanggaan lebih karena dekannya yang tadinya baru lektor kepala sekarang menjadi profesor.  

Hal ini, tentunya akan beda ya ketika bimbingan S1 atau S2, kalau yang membimbing itu profesor tentu bagi mereka motivasi dan kebanggaannya lebih. Dan mahasiswa saya, kalau saya tanda tangan ijazah tentu akan lebih bangga atau senang dekannya sudah profesor.

Tags:

Berita Terkait