Prof Suparji Ahmad: Penegakan Hukum Harus Efektif dan Ekonomis
Terbaru

Prof Suparji Ahmad: Penegakan Hukum Harus Efektif dan Ekonomis

Ke depan, baik pembuat kebijakan/UU maupun lembaga peradilan harus berpikir efektif dan ekonomis dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Suparji Ahmad saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul 'Kontekstualisasi Nilai Keadilan Sosial dalam Sistem Hukum Indonesia melalui Pendekatan Economic Analysis of Law', Kamis (23/6/2022). Foto: Istimewa
Suparji Ahmad saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul 'Kontekstualisasi Nilai Keadilan Sosial dalam Sistem Hukum Indonesia melalui Pendekatan Economic Analysis of Law', Kamis (23/6/2022). Foto: Istimewa

Fenomena kasus tebang pilih dalam penegakan hukum bukan rahasia umum yang sudah sedemikian terbuka. Padahal, hakikat penegakan hukum bermuara pada keadilan. Ironisnya, hukum di Indonesia masih bersifat kelembagaan dan instrumennya berujung ketidakmampuan mewujudkan keadilan sejati.  

“Fenomena tebang pilih melahirkan ketidakadilan, ada yang menyatakan hukum dan keadilan seperti sudah ‘bercerai’,” ujar Suparji Ahmad saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Kontekstualisasi Nilai Keadilan Sosial dalam Sistem Hukum Indonesia melalui Pendekatan Economic Analysis of Law” dalam acara pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (FH UAI), Kamis (23/6/2022). 

Ia menyodorkan jalan keluar mengatasi persoalan tersebut yaitu melalui pendekatan economic analisys of law. Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut) itu berharap penegakan hukum di tanah air berjalan transparan, akuntabel, berkualitas serta independen yang berpihak pada kebenaran dan keadilan masyarakat.

Penegak hukum juga harus bertindak dengan memperhatikan aspek ekonomi agar negara tidak memiliki beban yang besar dalam menyelesaikan kasus hukum di tanah air. “Ini harus menjadi sebuah kesadaran nyata bagi kalangan penegak hukum, tidak sekedar menjalankan tugas dan kewenangan tanpa berpikir beban (keuangan) negara,” kata dia.

Baca Juga:

Di sisi lain, para pembentuk peraturan perundang-undangan atau penyusun kebijakan harus berpikir secara efektif dan efisien agar aturan hukum yang tumpang tindih dan saling bertentangan dapat diminimalisir. Sebab, sudah banyak proses pembentukan peraturan perundang-undang (yang memakan biaya tinggi) berujung pembatalan di Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung melalui mekanisme koreksi.

“Alih-alih hukum yang dibuat bisa efektif dan efisien, malah menambah biaya. Banyak anggaran negara yang tersedot untuk mengatasi masalah hukum, seperti biaya makan di Lapas dan sebagainya,” kritiknya.

Diharapkan ke depan, kata Suparji, semua lembaga peradilan mampu menyelenggarakan proses peradilan secara efektif, efisien, dan ekonomis demi tercapainya keadilan. Proses hukum yang berjalan mulai tahap penyidikan sampai persidangan, semua aparat penegak hukum mesti berpikir sistematis dan ekonomis. Mulai biaya perkara, kondisi lembaga pemasyarakatan (Lapas), hingga memikirkan beban keuangan negara.

Orasi ilmiah Prof Suparji ini berlandasarkan pada enam fakta. Pertama, dalam Al-Qur'an amat serius memperhatikan nilai keadilan yang memperjuangkannya tidak berdasarkan perasaan. Kedua, Pancasila sebagai dasar negara mensyaratkan keadilan sosial harus diwujudkan secara nyata dalam konteks menjaga rasa kemanusiaan. Ketiga, konstitusi mengamanatkan Indonesia sebagai negara hukum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan.

Keempat, PBB pada 26 November 2007 mendeklarasi pada 20 Februari menjadi hari keadilan sosial sedunia. Tujuannya, mengajak masyarakat dunia mengatasi masalah kemiskinan, pengucilan, ketidaksetaraan gender, pengangguran, hak asasi manusia, dan perlindungan sosial. Kelima, sudah banyak ahli-ahli hukum yang menciptakan teori-teori tentang keadilan. Keenam, berdasarkan kenyataan sosiologis terjadi fenomena penegakan hukum yang mencederai rasa keadilan masyarakat.

Dia pun menyoroti langkah pemerintah dalam mendorong peningkatan pemulihan ekonomi, serta berbagai kemudahan melalui regulasi. Seperti tertuang dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memungkinkan pembentukan perusahaan perseorangan, sehingga Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dapat tumbuh dan berdaya saing secara sehat.

Soal pengentasan kemiskinan, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Beleid tersebut pun menjadi instrumen negara mempercepat pengentasan kemiskinan. Lepas dari itu, faktanya menunjukan masih terjadinya kemiskinan, kesenjangan sosial, serta ketidakadilan di Indonesia.

Rektor UIA, Prof Asep Saefudin mengatakan pengukuhan Guru Besar terhadap Prof Suparji menjadi momentum yang patut disyukuri. Sebab, universitas yang dipimpinnya bertambah satu Guru Besar Bidang Ilmu Hukum. Dia menilai pengukuhan Guru Besar terhadap Suparji dapat bermanfaat bagi civitas akademika dan masyarakat luas.

“Saya ucapkan selamat atas pencapaian karier sebagai Guru Besar, sehingga resmi Saudara Suparji dipanggil sebagai Profesor,” katanya.

Tags:

Berita Terkait