Seketaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) itu menilai, UU 13/2022 luput mengatur kapan penyusunan peraturan menggunakan metode omnibus law. Akibatnya saat ini metode omnibus law digunakan hanya mengikuti selera pembentuk UU, sehingga yang terjadi adalah latah dalam menggunakan omnibus yang bermasalah.
Dosen FH Universitas Brawijaya Indah Dwi Qurbani, mengingatkan UU adalah landasan hukum dari kebijakan yang akan diterbitkan pemerintah. Oleh karena itu pembentukan UU harus melalui prosedur yang jelas antara lain sebagaimana diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Pembentukan UU mulai dari penusunan, pembahasan, sampai pengundangan menurut Indah tak bisa lepas dari kekuasaan. Walau prosedurnya RUU yang akan dibahas DPR dan pemerintah terlebih dulu masuk program legislasi nasional (Prolegnas), tapi pada praktiknya tak selalu begitu. RUU yang tidak masuk Prolegnas bisa dilakukan pembahasan intensif oleh pemerintah dan DPR misalnya revisi UU Minerba.
“Ini bukti nyata proses pembentukan UU tidak bebas dari kekuasaan (politik,red),” pungkasnya.