Produk UU Tanpa Libatkan DPD Cacat Formil
Berita

Produk UU Tanpa Libatkan DPD Cacat Formil

Negara itu terbentuk karena tiga unsur yaitu rakyat (diwakili DPR), wilayah (DPD) dan pemerintahan berdaulat.

Ash
Bacaan 2 Menit
Ketua Majelis MK Mahfud MD dalam sidang pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang UU MD3. Foto: Sgp
Ketua Majelis MK Mahfud MD dalam sidang pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang UU MD3. Foto: Sgp

Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin berpendapat setiap produk Undang-Undang yang dilahirkan tanpa dihadiri tiga pihak yakni pemerintah, DPR dan DPD, bisa dikatakan cacat secara formil.

“UU itu bisa batal secara keseluruhan meski syarat persetujuan itu sudah terpenuhi oleh Presiden bersama DPR,” kata Irman saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah –bisa disebut UU MD3--  di gedung MK, Kamis (22/11).

Menurut Irman, secara teoritis negara terbentuk oleh tiga unsur yaitu rakyat (diwakili DPR), wilayah (DPD) dan pemerintahan berdaulat. “Antara wilayah, rakyat, dan pemerintahan ini tiga unsur kohesif yang tidak bisa saling meniadakan satu sama lainnya. Tidak terjadi sebuah negara ketika pemerintahannya saja yang ada, tanpa rakyat dan tanpa wilayah,” kata Irmanputra Sidin.

“Jadi, kalau memang negara itu hadir untuk mengatur dan mengurus, maka tiga unsur atau subjek yaitu  wilayah, pemerintahan dan rakyat ini sesungguhnya memang memilliki kekuasaan yang masing-masing memiliki derajat yang sama pentingnya,” kata Irman.

Karena itu, lanjut Irman, daerah (DPD) tidak bisa ditempatkan sebagai figuran, sedangkan DPR dan Presiden menjadi aktor utama dalam kebijakan nasional ini. “Wilayah atau daerah juga sesungguhnya berhak menyatakan dirinya aktor utama, bukan untuk menggeser kekuasaan Presiden dan atau DPR. Namun, bersama-sama sebagai tiga unsur dasar negara untuk duduk bersama memikirkan kebijakan nasib negara ini dalam perjalanan kenegaraannya di masa datang”.

Atas dasar itu, wajar ketika DPD mengatakan bahwa “ikut membahas” sebuah RUU  tidak hanya ikut berdasarkan kemurahan hati Presiden dan DPR, tetapi ikut membahas adalah sesungguhnya syarat formil sahnya sebuah RUU itu menjadi UU.

“Jadi terbitnya, produk UU tanpa dihadiri tiga pihak ini bisa dinyatakan sebagai UU yang cacat secara formil, batal secara keseluruhan meski syarat persetujuan itu sudah terpenuhi oleh Presiden bersama DPR,” tegasnya.

Untuk diketahui, 18 anggota DPD dan beberapa warga negara memohon pengujian sejumlah pasal dalam UU MD3 dan UU PPP terkait kewenangan DPD dalam proses penyusunan rancangan undang-undang. Mereka berdalih kedua undang-undang itu telah mereduksi kewenangan DPD tanpa melibatkan DPD mulai dari pengajuan RUU hingga persetujuan RUU.

Padahal, RUU yang dibahas itu menyangkut kewenangan DPD. Mulai dari otonomi daerah, hubungan pemerintahan pusat dan daerah, hingga pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Kewenangan DPD dijamin Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Karenanya, DPD meminta MK mempertegas penafsiran kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah di pusat.

Tags: