Problematika Hukum Perlindungan Ekosistem Laut, Cocok untuk Tugas Akhir
Terbaru

Problematika Hukum Perlindungan Ekosistem Laut, Cocok untuk Tugas Akhir

Terdapat begitu banyak problematika yang terjadi pada tatanan hukum laut, salah satunya perihal hukum perlindungan ekosistem laut yang menarik untuk diteliti.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Initiative (CEO IOJI), Mas Achmad Santosa. Foto: FKF
Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Initiative (CEO IOJI), Mas Achmad Santosa. Foto: FKF

Menuntaskan pendidikan tinggi hukum, seorang mahasiswa baik di jenjang S-1, S-2, maupun S-3 memiliki tugas untuk melakukan tugas akhir. Biasanya, berbentuk penelitian yang dituangkan dalam karya tulis ilmiah. Di antara isu hukum yang luas, terdapat lingkup yang terbilang jarang dijamah mahasiswa hukum sebagai topik tugas akhir yakni Hukum Laut. Terdapat begitu banyak problematika pada tatanan hukum berbagai sektor kelautan, salah satunya hukum terkait perlindungan ekosistem laut yang menarik untuk diteliti.

“Sekarang ini ada beberapa masalah ya. Pertama krisis ekologi dan planetary boundaries hasil Stockholm Resilience Centre. Itu ada 9 batas planet, 5 sudah terlewati, artinya kan sudah alarming. Kalau kita lihat hasil Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), itu juga sudah banyak kenaikan air permukaan laut. Artinya habitat laut sudah tidak bisa normal lagi, ancaman terhadap food security,” ujar Co-Founder sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Mas Achmad Santosa, Kamis (22/9/2022).

Terhadap segala kondisi yang tengah dihadapi lautan itu, pertanyaan mendasar yang dilontarkannya adalah apa peranan hukum dalam mengatasi hal tersebut? Menurutnya, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tidak bisa menjawab karena bersifat terlalu umum. Demikian halnya dengan Convention on Biological Diversity (CBD) yang baru membahas Ecologically or Biologically Significant Marine Areas (EBSAs) untuk mendetailkan lebih jauh.

Baca Juga:

Oleh karenanya, penelitian mahasiswa hukum menjadi penting dalam memberi ruang kajian ilmiah dan atensi lebih terhadap sektor perlindungan ekosistem laut. Pria yang akrab disapa Ota itu menyoroti hukum laut tidak hanya pada tataran internasional, namun juga kerangka hukum regional ataupun nasional penting diperhatikan. Seperti dilahirkannya multilateral environment agreement yang baru; kerja sama regional melalui perjanjian internasional tertentu antar negara Kawasan; sampai di tingkat nasional dalam mengkaji implementasi aturan hukum yang berlaku.

“Banyak sekali ruang yang harus diteliti baik S-1, S-2, atau S-3. Terutama tentang peran hukum, itu baru kerangka hukum loh. Saya belum bicara soal institusi, kelembagaannya bagaimana, mekanisme law enforcement-nya (penegakan hukum), dan compliance-nya bagaimana. Banyak sekali yang bisa dikembangkan (sebagai topik dalam penelitian tugas akhir).”

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan The Osgoode Hall Law School di York University itu berpesan bagi mahasiswa fakultas hukum yang berkeinginan mengkaji seputar hukum laut, penting untuk siap membuka khazanah penelitiannya tidak hanya terbatas pada hukum saja, tapi juga bisa memahami bagaimana konsep teknis yang terjadi di lapangan.

Misalnya, dalam mengkaji blue carbon (karbon biru) akan dijumpai berbagai hal mulai dari restorasi, rehabilitasi, dan konservasi mangrove sampai dengan bagaimana nilai ekonomi karbon. Hal itu bisa ditelaah lebih lanjut melalui penelitian hukum dengan melihat aturan Perpres No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

“Saya mendorong mahasiswa melakukan penelitian peran hukum terhadap itu. Lalu peran masyarakat, kalau ngomong karbon biru jangan sampai masyarakat di left out. Bagaimana pola-pola (yang diatur oleh hukum nasional mengenai) engagement masyarakat dalam pengembangan karbon biru? Itu harus dipelajari,” terangnya.

Menurutnya, terdapat urgensitas dalam melakukan penelitian isu seputar perlindungan ekosistem laut oleh mahasiswa hukum. Sebab, patut disayangkan kini perkembangannya agak tertinggal bila dibandingkan dengan perlindungan ekosistem teresterial non laut. Terlebih, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak potensi di lautan. Sayangnya, masih banyak aspek hukum yang perlu diperkuat lagi untuk melindungi ekosistem laut negara.

“Kalau kita mau meningkatkan kemampuan sumber daya Indonesia, laut lah tempatnya. Menurut saya, orang-orang muda memang harus antusias membuat kajian (penelitian atau karya tulis ilmiah) yang bagus (mengenai hukum perlindungan ekosistem laut, red). Karena pemerintah butuh kajian (seperti) itu. Saya kira harus menunjukkan apa yang kita kaji itu betul-betul memberikan kontribusi yang konkrit, membangun solusi,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait