Problematika Hukum dalam Holding BUMN Asuransi
Kolom

Problematika Hukum dalam Holding BUMN Asuransi

Indonesia belum mengatur secara jelas dan spesifik mengenai makna holding company hingga saat ini.

Bacaan 4 Menit
Abraham Astral Rantesalu. Foto: Istimewa
Abraham Astral Rantesalu. Foto: Istimewa

Masih banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang belum efisien. Oleh karena itu, holding company (perusahaan induk) BUMN sangat diperlukan dengan melihat banyaknya jumlah BUMN di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian BUMN, jumlah BUMN pada akhir tahun 2023 tercatat sebanyak 143 perusahaan. Namun, dari 143 BUMN tersebut hanya 20 BUMN berkontribusi yang dapat dinilai menghasilkan 90% dari total pendapatan seluruh BUMN. Artinya, terjadi pareto condition atau ketidakseimbangan antara satu BUMN dengan BUMN lainya.

Konsep holding BUMN sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama. Lebih tepatnya konsep ini dibentuk saat Tanri Abeng menjabat Menteri BUMN di tahun 1998. Penyertaan modal yang menjadi dasar pembentukan holding BUMN dapat diatur melalui Peraturan Pemerintah. Namun, pengaturan makna holding BUMN itu sendiri belum dicantumkan dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) sehingga berimplikasi pada dasar hukum holding BUMN.

Baca juga:

Mengenai apa itu holding company, Black Law Dictionary 6th Ed. bisa menjadi salah satu rujukan. Kamus hukum dari negara common law system itu mendefinisikan holding company sebagai “A Company formed to control other companies, usually confining its role to owning stocks and supervising management ”.

Pembentukan holding BUMN di Indonesia akhirnya menimbulkan polemik ataupun problem. Hal ini karena memang belum diatur secara jelas dan spesifik mengenai makna holding itu sendiri. Salah satu problem yang muncul misalnya soal kewenangan pembentukan holding BUMN, pengawasan yang dilakukan terhadap holding BUMN, dan lainnya.

Tentu segala problem itu melekat pula pada pembentukan holding BUMN Asuransi yang sudah dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2020. tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PP 20/2020). Kenyataannya dasar hukum pembentukan maupun pengaturan holding BUMN itu sendiri belum secara spesifik diatur. Kondisi ini menimbulkan spekulasi bahwa dasar pengaturan holding BUMN belum kuat secara substansial. Artinya, pembentukan holding BUMN Asuransi juga demikian.

Aturan terkait penambahan penyertaan modal negara ke dalam modal saham PT Bahana Pembinaan Umum Indonesia—diatur PP 20/2020—menjadi awal pembentukan holding BUMN Asuransi serta penjaminan. PT Bahana Pembinaan Umum Indonesia pada konteks ini ditunjuk sebagai perusahaan induk dari PT Jaminan Kredit Indonesia, PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja, PT Asuransi Jasa Indonesia, dan PT Asuransi Kredit Indonesia.

Kekosongan hukum—sebagai keadaan atau peristiwa karena ada hal yang belum diatur undang-undang—membuat undang-undang tidak dapat dijalankan dalam situasi dan keadaan tertentu. Akibat yang ditimbulkan oleh kekosongan hukum adalah ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan di masyarakat.

UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) juga tidak menyebutkan secara rinci tentang pengertian dan pengaturan pembentukan holding company. Akibat dari ketiadaan pengaturan spesifik itu berdampak pada pemenuhan hak dan kewajiban antara anak perusahaan dengan perusahaan induk.

Jika dilihat dari kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam praktik sehari-hari, pemenuhan hak dan kewajiban di antara anak dan induk perusahaan hanya melihat dari segi manajemen dan finansial. Tidak diketahui secara jelas apa saja yang merupakan hak dan kewajiban perusahaan induk terhadap anak perusahaan.

Selama ini pembentukan holding terhadap perusahaan BUMN didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016 (PP 72/2016). Mekanisme pembentukan holding dengan mengalihkan saham milik Negara dalam BUMN B untuk dijadikan tambahan penyertaan modal negara pada BUMN A. Kemudian—sebagai sumber penyertaan modal negara pada BUMN A—, negara akan mengalihkan seluruh penyertaan modal negara pada BUMN B yang tetap memiliki saham negara seperti berupa saham seri A dwiwarna.

Terdapat indirect control (kontrol tidak langsung) oleh negara terhadap anak perusahaan dari holding BUMN. Terlihat bahwa pada dasarnya perusahaan induk memegang kendali atas anak perusahaan. Perusahaan induk memberikan modal bagi anak perusahaan dan sangat berperan dalam mendirikan anak perusahaan. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsi dan peranaan, anak perusahaan menjalankan bisnis dari perusahaan induk. Jika suatu saat terjadi sesuatu terhadap anak perusahaan, perusahaan induk hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya di sana. Hal ini karena keduanya adalah entitas yang terpisah.

Kembali pada soal pembentukan holding BUMN Asuransi di Indonesia. Langkah ini sebenarnya didasari kepada empat hal yaitu adanya pareto condition—terjadi ketidakseimbangan terkait produktivitas atau skala menghasilkan pada BUMN—, sebagai upaya restrukturisasi BUMN Asuransi, adanya kasus Jiwasraya—yang disebabkan oleh pengelolaan secara tidak hati-hati, dan sebagai upaya penanganan Jiwasraya melalui salah satu upaya restrukturisasi.

Metode holding dipilih karena besarnya jumlah liabilitas Jiwasraya sehingga metode restrukturisasi lain tidak dapat dilakukan. Bisa saja dilakukan likuidasi, tetapi pemerintah memilih ambil bagian soal kasus gagal bayar Jiwasraya dengan metode holding. Ini adalah upaya menyelamatkan polis nasabah yang dilakukan melalui restrukturisasi polis nasabah. Polis para nasabah yang merasa dirugikan ditata ulang, lalu melakukan bail-in sebesar Rp20 triliun kepada holding (Indonesia Financial Group/IFG) yang selanjutnya diberikan kepada anak perusahaannya (IFG Life, perusahaan asuransi jiwa dan kesehatan). Semua transfer polis nasabah Jiwasraya itu tentunya dengan persetujuan skema pembayaran yang ada.

*)Abraham Astral Rantesalu, Associate di PRISMA & CO Law Firm.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait