Pro Kontra Wacana Hukuman Kebiri Terhadap Pelaku Pedofil
Berita

Pro Kontra Wacana Hukuman Kebiri Terhadap Pelaku Pedofil

Berdalih menimbulkan efek jera. Sebaliknya, hukuman kebiri tidak dibenarkan dalam sistem hukum pidana nasional dan tujuan pemidanaan sistem hukum Indonesia. Terlebih melanggar hak asasi manusia.

RFQ
Bacaan 2 Menit

“Bentuk hukuman pidana yang nanti akan diterapkan perlu kita perdalam untuk selanjutnya diatur secara tegas dalam KUHP yang baru,” katanya.

Anggota Komisi III lainnya, Adies Kadir berpandangan pemerintah tak perlu menerbitkan Perppu kekerasan seksual terhadap anak. Pasalnya hukuman terhadap pelaku pedofil sudah tertuang dalam UU Perlindungan Anak. Apalagi UU tersebut akan diperkuat melalui RKUHP yang sedang dalam pembahasan di DPR dengan pemerintah.

Politisi Partai Golkar itu berpendapat terdapat aturan yang akan masuk dalam RKUHP. Yakni, pelaku pemerkosaan diancam hukuman minimal 25 tahun kurungan penjara. Nah pemberian hukuman maksimal  setidaknya dapat memberikan efek jera terhadap pelaku pedofil. Makanya, hukuman kebiri dipandang tidak diperlukan.

“Menurut saya di isolasi atau dipenjara saja selama mungkin. Itu lebih membuat orang berpikir keras untuk melakukan pemerkosaan atau kejahatan asusila lainnya,” katanya.

Terpisah, Ketua Badan Pengurus Intitute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menolak gagasan pemberian hukuman dalam bentuk pengkebirian terhadap pelaku pedofil. Pasalnya hukuman kebiri tidak masuk dalam sistem pemidanaan nasional. Anggara menilai hukuman kebiri tidak tepat. Bahkan Anggara berpendapat ide hukuman kebiri sesat.

Anggara beralasan, hukuman kebiri tidak dibenarkan dalam sistem hukum pidana nasional dan tujuan pemidanaan sistem hukum Indonesia. Kedua, hukuman kebiri melanggar HAM sebagaimana tertuang di berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi dalam hukum nasional. Antara lain Kovenan Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipol/ICCPR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), dan juga Konvensi Hak Anak (CRC).

“Penghukuman badan, dalam bentuk apapun harus dimaknai sebagai bentuk penyiksaan dan perbuatan merendahkan martabat manusia, terlebih apabila ditujukan untuk pembalasan dengan alasan utama efek jera yang diragukan secara ilmiah,” katanya.

Anggara berpandangan segala bentuk kekerasan terhadap anak merupakan manisfestasi atau operasionalisasi hasrat menguasai, mengotrol dan mendominasi anak. Nah dengan demikian hukum kebiri dipandang tidak menyasar akar permasalahan kekerasan terhadap anak.

“Pemerintah dan DPR untuk menghentikan segala upaya untuk menjadikan hukuman kebiri sebagai jenis hukuman yang akan diatur dalam sistem hukum pidana nasional kita karena sebagai penghukuman badan, hal tersebut bertentangan dengan tujuan pemidanaan nasional, terlebih lagi bertentangan dengan penghormatan hak asasi manusia,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait