Privatisasi Aset Negara, Notaris Perlu Waspada Agar Tak Jadi Subjek Tipikor
Utama

Privatisasi Aset Negara, Notaris Perlu Waspada Agar Tak Jadi Subjek Tipikor

Bila semua aturan dan ketentuan yang ada diimplementasikan dalam setiap perjanjian yang dibuat maka notaris dalam posisi aman.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Kita (notaris) dalam membuat akta-akta yang berkaitan dengan privatisasi asset negara harus berhati-hati. Kalau ada pengalihan asset yang harus ada persetujuan penuhi dulu, kalau ada sewa berapa lama jangka waktunya? Siapa yang punya kewenangan memberi persetujuan? dan syarat lainnya, itu harus kita pahami?” tanyanya.

 

Ia juga mengatakan, sekalipun notaris secara jabatan profesi dilindungi oleh UU No.2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, tak menutup kemungkinan notaris yang lalai dan tidak berhati-hati masuk sebagai subjek pelaku tindak pidana korupsi.

 

(Baca: Diminta Ungkap Beneficial Owner, Notaris Pertanyakan Perlindungan Hukum)

 

Pasal 3 UU Tipikor, menggunakan frasa ‘setiap orang’ yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatannya yang bisa merugikan keuangan negara bisa dipidana karena melakukan perbuatan korupsi.

 

Pejabat yang dimaksud, katanya, kerapkali diidentikkan dengan pegawai negeri atau pejabat negara, padahal pejabat lain termasuk notaris yang diatur dalam UU Jabatan Notaris juga termasuk kategori pejabat yang bisa menyalahgunakan kewenangannya dan merugikan keuangan negara.

 

Sekalipun notaris beritikad baik, kerugian dalam bisnis bisa saja tetap terjadi karena adanya perbuatan melawan hukum (PMH) atau wanprestasi. Tapi setidaknya, selama notaris berpegang teguh pada kode etik, UU Jabatan Notaris dan peraturan lain terkait, maka resiko dijadikan tersangka tipikor bisa diantisipasi.

 

Terkait Privatisasi aset negara, pakar hukum pidana, Eddy O.S Hiariej mengatakan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dari sudut pandang hukum pidana. Pertama, perumus aturan dan pengambil kebijakan perlu secara tepat mendefinisikan aset apa yang bisa diprivatisasi?

 

Menurutnya, jika UU yang mendasari pemindahan Ibukota negara nantinya mendefinisikan aset yang dapat diprivatisasi berkaitan dengan cabang-cabang produksi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, jelas bertentangan dengan UUD 1945. “Sehingga konsekuensinya akan sangat rentan menjadi objek uji materiil di Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait