Prita dan Probosutedjo Warnai Karier Hatta Ali
Berita

Prita dan Probosutedjo Warnai Karier Hatta Ali

Hatta pernah menjatuhkan vonis pidana mati terhadap terdakwa narkoba.

rzk
Bacaan 2 Menit
Dr M Hatta Ali, SH, MH Ketua I Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Foto: SGP
Dr M Hatta Ali, SH, MH Ketua I Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Foto: SGP

“Kami ingin meningkatkan kualitas para hakim. Itu target utama. Kedua, bagaimana kita bisa menjaga citra, martabat, dan harga diri seorang hakim. Ketiga, bagaimana kita menciptakan kesejahteraan bagi hakim. Keempat, hakim berstatus sebagai pejabat negara.”

Kalimat di atas adalah petikan wawancara hukumonline dengan Dr M Hatta Ali, SH, MH sekira bulan Mei 2009. Ketika itu, hukumonline mewancarai Hatta dalam kapasitasnya sebagai Ketua I Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Kala itu, Hatta juga tercatat sebagai Juru Bicara MA sekaligus Ketua Muda MA bidang Pengawasan. Tiga tahun silam, Hatta memang bukan ‘siapa-siapa’, tetapi kini, pria berkumis kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan itu menjadi orang nomor satu di MA.

Ya, Rabu pagi (8/2), Hatta memenangkan pemilihan Ketua MA menggantikan Harifin A Tumpa yang akan memasuki masa pensiun Maret 2012. Dia menuai 28 suara yang berarti dominan dari total jumlah keseluruhan hakim agung yakni 54. Hatta berhasil mengungguli Ahmad Kamil (15 suara), Abdul Kadir Mappong (4 suara), Paulus Effendi Lotulung (1 suara), dan M Saleh (3 suara).

Berdasarkan informasi yang dipublikasikan laman www.mahkamahagung.go.id, Hatta resmi bergabung ke MA pada tahun 2007 melalui jalur karier. Profesi hakim disandang Hatta sejak tahun 1982 atau empat tahun lebih awal jika dihitung dari status calon pegawai negara sipil –saat itu hakim secara administrasi berada di bawah Departemen Kehakiman-. Karier hakim Hatta dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Dua tahun berselang, Hatta dipindahkan ke Pengadilan Negeri Sabang, Nangroe Aceh Darussalam. Menariknya, dalam waktu hanya lima tahun, Hatta langsung merasakan kursi ketua pengadilan. Tahun 1989, dia menjabat Pelaksana Harian Ketua Pengadilan Negeri Sabang. Satu tahun kemudian, Hatta dimutasi ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Sumatera Utara. Selama lima tahun, Hatta menjadi hakim di daerah yang terkenal dengan kerajinan tangannya itu.

Tahun 1995, Hatta dipromosikan mejadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo, Sulawesi Utara –kini menjadi provinsi sendiri-. Hanya setahun di Gorontalo, Hatta kembali mendapat promosi menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bitung, Sulawesi Utara. Dua tahun memimpin Pengadilan Negeri Bitung, Hatta kembali ke tempat dia pertama kali bertugas, Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Dari Jakarta, tahun 2000, Hatta balik lagi ke Pulau Sulawesi menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Manado. Tetapi, hanya berselang satu tahun, Hatta pindah lagi. Selama satu tahun, dia menahkodai Pengadilan Negeri Tangerang. Tahun 2003, Hatta mulai ‘mencicipi’ pengadilan tingkat banding yang diawali di Pengadilan Tinggi Denpasar.

Hanya setahun menjadi hakim tinggi, Hatta ditarik ke MA sebagai sekretaris Ketua MA era Bagir Manan. Tahun 2005, Hatta beralih jabatan di MA menjadi Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum. Dua tahun setelah itu, Hatta resmi menjadi hakim agung. Dia mulai menjadi bagian Pimpinan MA pada tahun 2009 sebagai Ketua Muda MA bidang Pengawasan. Ketika itu, Hatta juga dipercaya sebagai Juru Bicara MA.

Berdasarkan catatan hukumonline, dalam perjalanan kariernya, Hatta sempat menangani beberapa perkara penting. Sebut saja, perkara kasasi Prita Mulyasari, seorang pasien yang terseret kasus hukum karena mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Hatta menjadi bagian dari majelis kasasi yang menyatakan Prita bersalah. Gara-gara putusan ini, Hatta dan majelis kasasi yang diketuai Harifin A Tumpa ini diadukan ke Komisi Yudisial.

Lalu, perkara Time Magazine versus ahli waris mantan (alm) Presiden Soeharto. Hatta menjadi bagian dari majelis hakim agung yang memutus permohonan peninjauan kembali (PK) pihak Time Magazine. Dalam putusan, majelis PK yang diketuai Harifin A Tumpa menyatakan pemberitaan Majalah Time tentang Soeharto telah memenuhi kaidah-kaidah pers. Majelis PK juga menyatakan Time Magazine tidak perlu membayar Rp1 triliun kepada ahli waris Soeharto.

Dalam perkara korupsi, Hatta juga pernah menjadi bagian dari majelis hakim agung yang mengabulkan PK terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani alias Ayin. Majelis PK mengkorting hukuman penjara Ayin menjadi empat tahun enam bulan.

Sebelum berkiprah di MA, Hatta sempat membuat vonis pidana mati dalam kasus narkoba. Ketika itu, Hatta menjadi ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara narkoba dengan terdakwa Ang Kim Soei. Pemilik pabrik ekstasi itu dinyatakan bersalah oleh majelis hakim. Soal hukuman mati, Hatta mengamini rekuisitor penuntut umum.

Perjalanan karier Hatta yang cukup ‘meroket’ itu ternyata juga pernah tercoreng. Selain diadukan ke KY terkait kasus Prita, nama Hatta Ali juga sempat disebut-sebut ketika kasus dugaan suap terkait penanganan perkara kerabat (alm) Soeharto, Probosutedjo. Ketika itu, mengutip keterangan kliennya, pengacara Harini, Firman Wijaya mengatakan Hatta turut memfasilitasi Harini untuk bertemu dengan Bagir Manan pada 10 September 2005 di MA.

Tudingan ini langsung dibantah oleh Bagir. Menurut Bagir pernyataan tersebut tidak berdasar, karena hari itu adalah hari Sabtu dan MA tutup. Lagipula, penyataan itu tidak masuk akal mengingat sejak 10 Agustus 2005, Hatta bukan lagi Sekretaris Ketua MA karena diangkat menjadi Dirjen Badilum.

Apapun sejarah perjalanan karier yang telah ditorehkan, termasuk penolakan dari Kongres Advokat Indonesia, M Hatta Ali telah resmi menduduki jabatan Ketua MA. Semua pihak, termasuk media seperti hukumonline, tentunya berharap Hatta menunjukkan performa yang lebih baik dari para pendahulunya.

Menarik dinanti apa gebrakan yang akan dibuat Hatta. Mungkin bisa dimulai dari janji-janjinya ketika diwawancarai
hukumonline, tiga tahun silam. Semoga.

Tags:

Berita Terkait