Primkoal Surabaya Terbukti Memonopoli Taksi Bandara Juanda
Berita

Primkoal Surabaya Terbukti Memonopoli Taksi Bandara Juanda

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memerintahkan PT Angkasa Pura I membuka kesempatan kepada operator taksi lain di Bandara Juanda, Surabaya.

M-7
Bacaan 2 Menit
Primkoal Surabaya Terbukti Memonopoli Taksi Bandara Juanda
Hukumonline

Kesempatan ubah prilaku yang disarankan KPPU kepada PT Angkasa Pura (AP) I nampaknya tidak digubris. Setelah Komisi melakukan monitoring, geliat monopoli taksi bandara di Bandar Udara Juanda, Surabaya, masih terus terjadi. Padahal, ‘teguran’ sudah dilayangkan KPPU sejak Juni 2009 lalu. Sebenarnya, terkait monopoli taksi, bukan hanya AP I cabang Bandara Internasional Juanda saja yang ditegur, tapi juga dua bandara internasional lainnya, yakni Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, dan Bandara Hang Nadim, Batam.

 

Lantaran saran dan pertimbangan tak diindahkan, KPPU lantas menjadikan kasus ini menjadi perkara inisiatif. Bukan hanya AP I cabang Bandara Juanda saja yang menjadi terlapor, tapi juga Primer Koperasi Angkatan Laut (Primkoal) Surabaya yang didaulat menjadi Terlapor II. AP I sendiri diposisikan sebagai Terlapor I.

 

Puncaknya, Selasa (30/3) kemarin, KPPU memutus bersalah AP I Juanda dan  Primkoal Surabaya. Dalam putusan KPPU Perkara No. 20/KPPU-I/2009, keduanya dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran Pasal 17 dan Pasal 19 a UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 17 mengatur tentang monopoli yang dilarang, sedangkan Pasal 19 a mengenai larangan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.

 

Menurut Majelis Komisi yang diketuai Tadjuddin Noer Said, serta beranggotakan Dedie S Martadisastra dan Didik Akhmadi, taksi milik Primkoal Surabaya menjadi operator tunggal penyedia taksi di Bandara Juanda. Hal ini didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama No. KRT/02/X2/2006 tertanggal 6 Oktober 2006. Di mana AP I menunjuk Primkoal Surabaya untuk pengoperasian jasa taksi penumpang Bandara Juanda yang bisa diperpanjang setiap tahunnya. Ternyata sejak tahun 1979, Primkoal merupakan satu-satunya operator taksi yang memberikan jasa layanan angkutan di Bandara Juanda.

 

AP I sendiri berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandaraudaraan jo Kepmenhub No. KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaran Bandar Udara Umum jo Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No: 100/XI/1985 berwenang untuk mengatur jasa penunjang kegiatan penerbangan, salah satunya termasuk jasa pelayanan angkutan darat (land transportation service). Kendati AP I memiliki kewenangan untuk mengatur jasa penunjang kegiatan penerbangan, namun BUMN pengelola bandara itu telah memberikan kewenangan kepada Primkoal untuk mengatur urusan operasional taksi bandara.

 

Dalam pembelaannya, Primkoal mendalilkan bahwa tidak hanya taksi mereka yang beroperasi di Bandara Juanda. Menurut Primkoal, karena adanya lonjakan penumpang, Primkoal berinisiatif melakukan kerja sama dengan PT Para Bathara Surya (Taksi Silver), PT Ekspress Kartika Perdana (Taksi Semesta) dan PT Zebra Nusantara Tbk (Taksi Zebra). Kerja sama itu sendiri tidak melibatkan AP I.

 

Namun, majelis komisi menilai tindakan tersebut membuktikan bahwa Primkoal mempunyai wewenang untuk menentukan dengan siapa kerja sama operasional taksi bandara dilakukan, tanpa harus mendapat persetujuan dari AP I. Atas kondisi demikian, majelis Komisi berpendapat Primkoal memiliki posisi monopoli dalam pengelolahan taksi Bandara Juanda.

 

Tidak hanya itu, KPPU juga menemukan adanya keterlibatan PT Prima Bahari Juanda dalam operasional taksi. Ternyata, Primkoal memiliki saham mayoritas di perusahaan jasa penyediaan taksi tersebut. Penempatan saham itu merupakan tindakan untuk menambah jumlah armada karena Primkoal hanya memiliki kuota sebanyak 416 unit taksi. Dengan kepemilikan saham tersebut, jumlah armada Primkoal bertambah sebanyak 100 unit. AP I sendiri mengetahui kuota yang dimiliki oleh Primkoal, tetapi menyatakan tidak mengenal PT Prima Bahari Juanda pemilik 100 unit taksi tersebut. Atas tindakan tersebut, majelis komisi menilai AP I memberikan perlakuan yang berbeda kepada Primkoal dalam mengoperasikan taksi Bandara Juanda.

 

Tarif Berdasarkan Zona

KPPU juga mempersoalkan penerapan tarif berdasarkan zona yang dilakukan Terlapor II. Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan, Majelis Komisi menyatakan bahwa untuk taksi seharusnya pembayaran tarif harus didasarkan pada argometer yang berfungsi baik.

 

Dalam pembelaannya, Primkoal berpendapat tarif yang diberikan sudah sesuai dengan ketentuan. Hal ini didasarkan dari survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jawa Timur, dimana sebanyak 50 persen konsumen menilai penerapan tarif sudah sesuai, 13 persen yang menyatakan kurang sesuai, 1 persen yang menyatakan terlalu rendah dan 26 persen yang menilai terlalu mahal.

 

Namun, majelis komisi menyatakan meskipun hasil survei menyatakan tarif zona sudah sesuai, tetapi tidak pernah bisa dibandingkan dengan sistem argometer. Karena selama ini konsumen di Bandara Juanda tidak pernah diberi kesempatan untuk menggunakan taksi dengan argometer. Atas temuan tersebut, KPPU pun memerintahkan AP I dan Primkoal untuk menerapkan sistem tarif argometer dalam operasional taksi di Bandara Juanda Surabaya selambat-lambatnya satu tahun sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.

 

Di sisi lain, AP I diperintahkan untuk membuka kesempatan kepada operator taksi yang telah memiliki izin operasi sebagai penyedia layanan dan jasa taksi di lingkungan Bandara Juanda, selambat-lambatnya tiga tahun setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Jika AP I dan Primkoal melanggar ketentuan tersebut diatas, maka KPPU menghukum kedua belah pihak untuk membayar denda masing-masing Rp1 millar.

Tags: