Presiden Tegaskan Alasan Terbitkan Kebijakan Larangan Ekspor CPO
Terbaru

Presiden Tegaskan Alasan Terbitkan Kebijakan Larangan Ekspor CPO

Meminta kesadaran pelaku usaha minyak sawit melihat persoalan tersebut dengan jernih.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id

Kebijakan larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng resmi berlaku mulai hari ini. Kendati dalam beberapa hari terakhir menuai protes dari beberapa kalangan, namun Presiden Joko Widodo tetap menerapkan kebijakan tersebut demi meningkatkan ketersediaan minyak goreng beserta bahan bakunya bagi kebutuhan dalam negeri. Kebijakan larangan ekspor bakal dicabut sepanjang kebutuhan CPO dan minyak goreng telah terpenuhi di dalam negeri.

“Ini menjadi patokan saya untuk mengevaluasi kebijakan itu. Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, tentu saya akan mencabut larangan ekspor,” ujarnya melalui keterangan pers pada akun youtube Setkab, Rabu (27/4/2022) malam.

Presiden memahami dalam situasi pemulihan ekonomi, negara membutuhkan banyak pendapatan dari sektor pajak dan devisa dari sektor ekspor barang. Bahkan negara memerlukan surplus neraca perdagangan. Tapi bagi Presiden Jokowi, memenuhi kebutuhan rakyat menjadi prioritas yang jauh lebih penting.

Sejak digulirkan kebijakan pelarangan ekspor CPO pekan lalu, Jokowi terus mengikuti perkembangan dinamika di tengah masyarakat. Kendati banyak protes dari sebagian kalangan, namun Jokowi menegaskan pemenuhan kebutuhan pokok menjadi hal utama. “Ini prioritas paling tinggi bagi pemerintah dalam membuat keputusan,” kata dia.

Baca:

Sebagai negara penghasil atau produsen minyak sawit terbesar di dunia, menjadi ironis ketika masyarakat dalam negeri kesulitan mendapatkan minyak goreng. Atas dasar itu, Presiden meminta pelaku usaha minyak sawit melihat persoalan tersebut dengan jernih. Ia tak ingin permasalahan kelangkaan dan ketidaktersediaan CPO dan minyak goreng tak berkesudahan.

Meski pemerintah telah mengupayakan dengan berbagai kebijakan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng dalam 4 bulan terakhir, namun tidak berjalan efektif. Oleh sebab itulah, pemerintah memutuskan pelarangan ekspor bahan baku dan minyak goreng. “Larangan itu berlaku dari seluruh wilayah Indonesia termasuk dari kawasan berikat,” kata dia.

Presiden mengakui kebijakan pelarangan ekspor CPO menimbulkan dampak negatif bagi sektor pendapatan negara. Selain itu, berpotensi mengurangi produksi, hasil panen kelapa sawit yang tak terserap. Tapi, kebijakan tersebut bertujuan menambah pasokan dalam negeri agar melimpah ruah.

Dia meminta kesadaran dari pelaku industri minyak sawit agar mencukupi kebutuhan dalam negeri. Semestinya, sambung Presiden, bila melihat kapasitas produksi kebutuhan dalam negeri dapat dengan mudah tercukupi. Karenanya, menjadi keharusan agar mengutamakan pemenuhan ketersediaan bahan baku dan minyak goreng dalam negeri.

“Volume bahan baku minyak goreng yang kita produksi dan kita ekspor jauh lebih besar dari kebutuhan dalam negeri, masih ada kapasitas yang sangat besar. Jika kita mau memenuhi  dengan mudah kebutuhan dalam negeri dengan mudah bisa tercukupi,” katanya.

Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR Achmad melihat pasca terbitnya kebijakan pelarangan ekspor CPO, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terjun bebas serentak seluruh daerah penghasil sawit di Indonesia. Dia menilai pemerintah tak serius menyelesaikan persoalan mendasar rakyat. Malahan pemerintah dituding terkesan memainkan nasib rakyatnya akibat tiap kebijakan yang dikeluarkan, menimbulkan masalah baru.

“Ini namanya mengatasi masalah dengan masalah lain. Masalah lama belum selesai, sekarang timbul masalah baru lagi menjelang lebaran,” kritiknya.

Dia berpandangan kebijakan yang diterbitkan pemerintah itu malah berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Saat ini salah satu sektor komoditi yang dapat menopang ekonomi masyarakat provinsi penghasil kelapa sawit. Buntut dari arahan Presiden Jokowi larang ekspor bahan baku minyak goreng ini membuat anjlok harga tandan buah segar (TBS) petani sampai 45-60 persen.

Politisi Partai Demokrat itu menilai nyaris banyak kebijakan pemerintahan Jokowi menimbulkan masalah baru. Padahal pemerintah memiliki seluruh perangkat untuk mengukur sejauh mana kebijakan tersebut berdampak positif pada masyarakat. Semestinya pengambilan keputusan sudah berjalan tepat tanpa lagi ada perdebatan.

“Ini kan aneh, kebijakan dikeluarkan serampangan. Bagaimana rakyat tidak teriak,” katanya.

Mantan Bupati Rohul itu pun mendesak pemerintah agar mengkaji ulang kebijakan yang telah dibuatnya. Diia mengingatkan pemerintah agar sebelum menerbitkan sebuah kebijakan, terlebih dahulu melakukan riset atau kajian agar setiap kebijakan yang diterbitkan tidak memiliki dampak yang merugikan masyarakat.

“Pemerintah wajib mengeluarkan kebijakan itu harus berdasarkan data dan fakta di masyarakat. Jangan sampai kebijakan tersebut hanya menyusahkan rakyat. Kalau perlu cabut kebijakan tersebut dan cari solusi lain yang lebih aman,” sarannya.

Presiden RI Joko Widodo sebelumnya, menyampaikan bahwa pemerintah telah memutuskan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Presiden pun bakal memastikan pemerintah terus mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Serta menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di tanah air.

“Hari ini saya telah memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Dalam rapat tersebut, telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian,” ujar Presiden dalam keterangan pers, Jumat (22/4/2022) secara virtual.

Tags:

Berita Terkait