Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Usul Dibentuknya UU Omnibus Law Penegak Hukum
Utama

Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Usul Dibentuknya UU Omnibus Law Penegak Hukum

UU Penegak Hukum yang dibutuhkan menggunakan metode omnibus law untuk mencegah tumpang tindih kewenangan antar profesi penegak hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Presiden KAI Periode 2019-2024 Tjoetjoe Sandjaja Hernanto dalam kegiatan Kongres Nasional Luar Biasa (KNLB) dan Kongres Nasional IV KAI Tahun 2024 di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/6/2024). Foto: Istimewa
Presiden KAI Periode 2019-2024 Tjoetjoe Sandjaja Hernanto dalam kegiatan Kongres Nasional Luar Biasa (KNLB) dan Kongres Nasional IV KAI Tahun 2024 di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/6/2024). Foto: Istimewa

Posisi advokat sebagai penegak hukum selama ini tertinggal dibandingkan profesi penegak hukum yang lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Kewenangan yang dimiliki advokat sebagai penegak hukum tergolong sangat minim. Berbeda dengan kepolisian dan kejaksaan yang punya kewenangan besar dalam penegakan hukum. Persoalan ini mendapat sorotan tajam organisasi advokat, salah satunya Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Presiden KAI Periode 2019-2024 Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan di ujung masa kepemimpinannya di KAI ada perkembangan beberapa institusi penegak hukum berupaya menambah kewenangannya, seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Penambahan kewenangan itu melalui revisi UU masing-masing lembaga tersebut. Tapi, penambahan kewenangan itu tidak terjadi untuk profesi advokat.

“Profesi advokat selalu ketinggalan, tidak pernah mendapat kewenangan tambahan apa-apa,” kata Tjoetjoe dalam kegiatan Kongres Nasional Luar Biasa (KNLB) dan Kongres Nasional IV KAI Tahun 2024 di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/6/2024).

Baca Juga:

Tjoetjoe mencontohkan polisi, jaksa, dan hakim dapat menjatuhkan sanksi bagi saksi yang sudah diundang, tapi tak hadir. Berbeda dengan advokat yang tidak punya kewenangan tersebut. Advokat tidak punya kewenangan untuk menghadirkan saksi secara paksa atau menjatuhkan sanksi. Kemudian penyidik kepolisian, kejaksaan, dan di lembaga penegak hukum lain seperti KPK terlindungi dari jerat aturan obstruction of justice yang intinya siapapun yang mengganggu proses penyidikan bisa dipidana.

Sebaliknya, Tjoetjoe menjelaskan selama ini advokat ketika membela klien kerap berbenturan dengan proses penyidikan yang dilakukan kepolisian, kejaksaan, KPK dan lainnya. Pada praktiknya, advokat tak jarang dianggap melakukan (pidana) obstruction of justice. Oleh karena itu, diusulkan agar kewenangan penegak hukum jangan sampai saling tumpang tindih dan diskriminatif. “Tidak boleh menabrak hak-hak advokat,” ujarnya.

Tjoetjoe berharap ke depan tidak ada lagi advokat yang dijerat pidana karena dianggap mengganggu jalannya proses penyidikan. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk membenahi persoalan itu yakni membentuk satu UU yang mengatur kewenangan penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan, termasuk advokat. Pembentukan UU itu dilakukan dengan metode omnibus law.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait